Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menegaskan pihaknya tidak ikut campur terkait kasus dugaan korupsi penganggaran Proyek Pembangunan Infrastruktur Energi Baru dan Terbarukan 2016 Kabupaten Deiyai, Papua.
Hari ini ia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi bagi tersangka yang merupakan eks anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dewie Yasin Limpo. Pemeriksaan berjalan selama 4,5 jam.
"PLN tidak ikut campur sama sekali. Itu anggarannya dari APBN, bukan dari PLN," kata Sofyan di KPK, Jakarta, Senin (25/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sofyan mengatakan dirinya ditanyai oleh KPK soal anggaran PLN dan proyek-proyek yang ditangani oleh PLN. Ia pun menjelaskan bahwa sejak tahun 2015 pihaknya tidak lagi menangani proyek dengan penganggaran dari APBN.
"Kami sudah berkirim surat soal itu. Proyek APBN dikerjakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, proyek Dewie Limpo yang menggunakan APBN tersebut tidak terkait dengan PLN. "Kecuali kalau ujungnya proyek itu dijual, baru ada kemungkinan ditangani PLN. Namun selama ini saya belum dengar soal proyek itu akan dijual," katanya.
Sofyan menjelaskan dirinya belum pernah melakukan pertemuan dengan Komisi VII DPR terkait proyek di Deiyai, meski mengaku mengenal Dewie. "Kenal, lah, kan dia Komisi VII," kata Sofyan.
Seperti diberitakan sebelumnya, KPK mengendus ada yang tak beres dalam pengusulan Proyek Pembangunan Infrastruktur Energi Baru dan Terbarukan 2016 Kabupaten Deiyai, Papua. Dewie disangka menerima suap dari Direktur PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi.
Suap juga diinisiasi oleh Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Irenius Adii. Duit Sin$177.700 diserahkan kepada Sekretaris Dewie, Rinelda Bandaso di kawasan Kelapa Gading, Jakarta, Selasa (21/10). Di tempat berbeda, Dewie dicokok bersama Bambang di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Selasa (21/10), sekitar pukul 19.00 WIB.
Irenius dan Setiadi diduga sebagai pemberi suap dan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Sementara Dewie Limpo bersama Rinelda dan Bambang diduga menerima suap dan melanggar pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
(obs)