Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang Bareskrim Mabes Polri AKBP Arie Darmanto menegaskan bahwa penggeledahan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana beberapa waktu lalu dilakukan terkait kasus perdagangan ginjal, alih-alih kasus malapraktik.
Arie menjelaskan, penggeledahan yang dilakukan di RSCM sesuai dengan substansi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Undang-Undang tersebut, tuturnya, menyebutkan bahwa ada beberapa fakta dan bukti yang harus dipenuhi dalam tiga unsur yang wajib terpenuhi dalam UU TPPO, yakni unsur proses, cara, dan tujuan.
Lebih lanjut, Arie memaparkan bahwa proses yang dilakukan oleh tiga tersangka kasus perdagangan ginjal di antaranya merekrut, memindahkan, hingga menjanjikan, termasuk proses memberikan utang, menipu, bahkan mengancam. Hal itu dilakukan dengan tujuan eksploitasi, salah satunya dengan memberikan organ tubuh, misalnya ginjal.
"Jadi kami meluruskan, dari beberapa pertanyaan di luar yang mengatakan ini adalah malapraktik, terus terang, ini bukan malapraktik, tapi TPPO. Unsurnya jelas, substansinya jelas, ya ini proses, cara, dan tujuan," ujar Arie di Balai Media dan Informasi Mabes Polri, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses yang saat ini dilakukan Bareskrim, ucap Arie, adalah mengklarifikasi dokumen-dokumen yang diambil dari RSCM yang terkait dengan standard operating procedure (SOP) pada saat praoperasi dan pascaoperasi transplantasi ginjal. Dengan demikian, ia menggarisbawahi, pengambilan dokumen tersebut bukan untuk mengklarifikasi soal apa yang dilakukan para dokter ahli transplantasi ginjal itu ilegal atau tidak.
"Yang terkait penggeledahan kami adalah untuk mengumpulkan dokumen terkait terhadap para korban, yang berhubungan langsung dengan tersangka. Jadi tetap kami fokus UU TPPO, di mana fokus penggeledahan dokumen itu adalah kami mencari bagaimana fakta dan buktinya untuk mendukung ketiga unsur tersebut," katanya.
Tersangka Tidak Terkait dengan Para Dokter
Arie mengungkapkan, dari hasil analisis timnya, tidak ditemukan adanya keterkaitan antara tersangka dengan para dokter. Ia menuturkan, komunikasi yang terjalin antara para tersangka dengan dokter hanya sebatas hal-hal yang bersifat prosedur dan standar pelaksanaan operasi.
"Proses komunikasi bukan kepada permintaan terhadap pasien yang akam mendonorkan ginjal yang dibutuhkan si penerima, tetapi adalah terkait dengan proses pascaoperasi tersebut," katanya.
Ia melanjutkan, "keterkaitan tersangka dengan para dokter, itu setelah kami teliti, masih tidak ada hubungan."
Sementara ketiga dokter yang diperiksa beberapa waktu lalu, tutur Arie, ditanyai seputar mekanisme operasi transplantasi ginjal yang biasa mereka lakukan, karena ketiganya merupakan dokter yang ahli di bidang tersebut. "Jadi bukan keterkaitan bagaimana ilegalnya," katanya.
Selain itu, Arie menyebut bahwa ketiga dokter tersebut juga pernah melakukan proses operasi terhadap korban yang direkrut oleh tersangka. Namun, bukan berarti tiga dokter tersebut diduga terkait dengan perkara ini.
Sebelumnya, Bareskrim Polri membeberkan inisial tiga rumah sakit yang digunakan oleh tersangka penjual ginjal dalam menjalankan aksinya.
"Rumah sakitnya C, AW dan C di Jakarta semua," kata Kepala Bagian Analisis dan Evaluasi Komisaris Besar Hadi Ramdani.
Hadi mengatakan, korban diperiksa di rumah sakit C, kemudian dirujuk ke AW. Setelah itu, dia dioperasi di rumah sakit C yang lain.
Menurut Hadi, penyidik sudah bekerjasama dengan pihak rumah sakit dan memeriksa dokter-dokternya. Berdasarkan pemeriksaan itu, polisi menyimpulkan tidak ada keterlibatan rumah sakit dalam kasus dugaan penjualan ginjal ini.
"Semua kami cek. Sementara karena itu untuk kesehatan, tidak ada kejanggalan. Mereka melakukan sesuai prosedur. Tidak ada dugaan (terlibat)," kata Hadi.
Hadi tak menutup kemungkinan ada penetapan tersangka baru dalam kasus ini. Saat ini penyidik masih memeriksa saksi-saksi untuk terus mendalami keterlibatan pihak lain.
Hingga kini baru ada tiga tersangka yang ditetapkan, yaitu HR, DD dan AG. HR berperan sebagai penghubung dengan rumah sakit, sementara dua orang lainnya berperan sebagai pencari korban.
Dari para tersangka, penyidik menyita sejumlah barang bukti seperti dua telepon genggam, satu buku tabungan, satu kartu debit dan satu kartu kredit, serta komputer dan dokumen-dokumen.
(sip)