Sidney Jones Sebut Masjid Radikal di Jakarta Bukan Fakta Baru

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Selasa, 01 Mar 2016 09:58 WIB
Sidney Jones menduga, sejumlah masjid di Jakarta yang digunakan untuk menyebarkan paham radikal sebelumnya pernah digunakan Jamaah Islamiyah dan Darul Islam.
Sejumlah umat Islam bersiap melaksanakan salat zuhur, di Masjid Asy Syuhada, Gunung Sahari Utara, Jakarta, Rabu (24/2). Masjid Asy Syuhada disebut dijadikan tempat rekrutmen simpatisan ISIS. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones mengatakan, keberadaan masjid yang digunakan untuk menyebarkan paham radikal di Jakarta, bukanlah sesuatu yang baru. Menurutnya, hal tersebut telah terjadi sejak dekade 1990-an.

"Sudah lama ada masjid radikal di Jakarta. Di tengah orang-orang yang cukup berperan menyebar ekstrimisme. Sejak tahun 1990-an, jadi bukan sesuatu yang baru," kata Sidney saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, kemarin.

Meski demikian, Sidney mengaku tidak mengetahui lokasi masjid-masjid yang disebut Australian Broadcasting Corporation (ABC) digunakan untuk sosialisasi paham radikal. Ia juga belum mendalami orang-orang dan jaringan yang terlibat pada penyebaran ajaran garis keras itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sidney menduga, penyebaran paham Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Jakarta baru dimulai tahun 2014. Ia bertutur, aktivitas itu berkaitan dengan gerakan organisasi radikal sebelumnya, yaitu Jamaah Islamiyah dan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (DI/NII).

"Masjid yang dipakai DI/NII dulu adalah masjid yang sama yang dimanfaatkan dan digunakan kelompok ISIS sekarang," katanya.
Sidney menilai, pemerintah sebenarnya dapat mengantisipasi penggunaan tempat ibadah sebagai tempat penyebaran paham radikal. Kolumnis sejumlah media massa Amerika Serikat dan Australia itu menyebut kemauan politik dan instrumen hukum merupakan kunci antisipasi tersebut.

"Tugas dari pemerintah adalah menangani ekstrimisme di masjid-masjid tersebut tanpa membatasi kebebasan berekspresi," ujarnya.

Sidney menanggap, membedakan paham radikal yang seharusnya terlarang dan ajaran yang baru pada tahap intoleran adalah langkah sulit.

Untuk itu, kata Sidney, pemerintah seharusnya mensosialisasikan batas-batas paham garis keras, mana yang merupakan hasutan dan mana yang berkaitan dengan kelompok radikal.
Februari lalu, ABC menyebut setidaknya lima masjid di Jakarta telah dimanfaatkan untuk menyebarkan propaganda ISIS. Belakangan, Syamsudin Uba, ustaz yang namanya disebut dalam artikel itu, membantah pemberitaan ABC

Menanggapi itu, Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso mengatakan, institusinya telah mendeteksi hal serupa beberapa waktu lalu.

Sutiyoso berujar, temuan itu adalah salah satu faktor pendorong revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. "Kan undang-undang belum memungkinkan nangkapin orang seperti itu. Kami minta revisi," ucapnya.
(abm/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER