Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki tiga kasus baru yang diajukan Panitia Khusus PT Pelindo II yakni perpanjangan kontrak perpanjangan Jakarta International Container Terminal (JICT), pembuatan Pelabuhan Kalibaru (New Priok), dan kasus Terminal Peti Kemas Koja.
"Kami baru saja menerima dokumen beberapa kasus yaitu JICT, Koja dan Kalibaru. Kami lakukan penyelidikan dulu," kata Ketua KPK Agus Rahardjo usai bertemu Ketua Pansus Pelindo II Rieke Diah Pitaloka di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (10/3).
Agus mengatakan, jika ditemukan alat bukti permulaan yang kuat maka akan dinaikkan menjadi penyidikan. Alat bukti ini bisa didapat dari dokumen maupun keterangan terperiksa. Dalam tahap penyidikan, KPK menetapkan seseorang atau sejumlah pihak sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada alat buktinya nanti kami akan gabungkan dengan penyidikan (crane) yang sedang berjalan," ujarnya.
Sementara itu, Rieke mengatakan ada dugaan penyimpangan dalam perpanjangan kontrak JICT. "Ini diperpanjang sebelum masa kontrak habis," kata Rieke.
PT Pelindo II menjual kontrak JICT kepada PT Hutchison Port Holdings (HPH) asal Hong Kong. Rieke juga mengatakan JICT seharusnya dapat menjadi milik Indonesia kembali.
Dalam penjualan juga dinilai ada kesalahan prosedur tanpa meminta izin prinsip dari Kementerian Perhubungan selaku regulator dan operator. Pelindo jusru meminta izin dari Menteri BUMN Rini Soemarno.
"Lalu kalibaru yang nilainya Rp46 triliun dan pendanaannya termasuk global bon (surat hutang internasional) senilai US$1,6 miliar. Jadi ini angka yang cukup besar dan mudah-mudahan bisa bersinergi dengan KPK," katanya.
Pelindo menerbitkan surat hutang internasional perdana senilai total US$1,6 miliar atau setara dengan Rp20,8 triliun pada tanggal 23 April 2015. Sedianya, penggunaan dana yang diperoleh dari 245 investor tersebut, untuk penyelesaian pembangunan proyek yang dilakukan perseroan hingga kuartal pertama tahun 2017.
Sekitar Rp 8 triliun di antaranya digunakan untuk penyelesaian proyek Pelabuhan Kalibaru. Namun hingga kini proyek pelabuhan ini tak kunjung rampung.
Untuk menguatkan investigasi, Pansus Pelindo di DPR juga terus menyelidiki dan mengumpulkan sejumlah dokumen. Dokumen yang telah terkumpul seperti hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah disampaikan ke lembaga antirasuah.
"Ada yang sebagian dari BPK tapi BPK sekarang juga sedang melakukan audit investigatif," ujarnya.
Pelindo juga diduga tidak menerima pembayaran optimal dari HPH atas kepemilikan saham sebanyak 49 persen dari JICT yang bekerja sama dengan Terminal Peti Kemas Koja. Duit yang seharusnya diterima dari kepemilikan saham tersebut yakni US$215 juta.
Sementara itu, untuk kasus yang tengah ditangani KPK sekarang yakni pengadaan Quay Container Crane pada tahun 2010. KPK mengendus ada modus korupsi yang diduga dilakukan Lino melalui penunjukkan langsung perusahaan penggarap asal China, PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery, Ltd (HDHM) untuk proyek pengadaan tersebut.
Atas tindakan tersebut, KPK menduga ada kerugian negara sebanyak US$3,625 miliar atau sekitar Rp49,1 miliar. Selain itu, kerugian juga didapat dari peningkatan kapasitas yang semula hanya mampu mengangkat beban 40 ton menjadi 61 ton.
Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(pit)