Kepala BIN Baru Diminta Ungkap Oknum Intelijen Kasus Munir

Prima Gumilang | CNN Indonesia
Selasa, 06 Sep 2016 19:41 WIB
Kasus pembunuhan Munir belum selesai jika hanya berhenti pada sosok Pollycarpus Budihari Priyanto, pembunuh Munir yang kini sudah dibebaskan.
Peringatan 12 tahun pembunuhan Munir, Imparsial desak pemerintah adili aktor intelektual di balik kasus itu. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dalang di balik pembunuhan aktivis HAM Munir belum juga terungkap meski kasusnya sudah hampir berjalan 12 tahun. Calon Kepala Badan Intelijen Negara yang baru diminta berani mengungkap hal itu.

Direktur Imparsial Al Araf menyebut keterlibatan oknum Badan Intelijen Negara dalam kasus ini masih ditutupi.

"Kami mendesak kepada kepala BIN baru agar tidak menutupi adanya keterlibatan oknum intelijen negara dan berani menyampaikan ke presiden," kata Araf di kantornya, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Araf mengatakan pembunuhan politik terhadap Munir menggunakan skenario yang terencana dan melibatkan banyak aktor. Peran Pollycarpus Budihari Priyanto, pembunuh Munir yang divonis 20 tahun penjara namun kini telah bebas, dinilai hanya sebagai aktor lapangan.
"Belum tuntas jika kasus ini berhenti di Pollycarpus. Kasus ini tidak melibatkan aktor tunggal. Ada keterlibatan oknum-oknum di dalam tubuh intelijen negara," ujar Araf.

Presiden Joko Widodo pun didesak membuka dan mengungkap hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus Munir kepada publik. Publikasi hasil penyelidikan TPF, menurutnya bisa menjadi langkah awal untuk membongkar kasus pembunuhan Munir.

"Kami mendesak presiden segera membuka dan mengungkap hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta kasus Munir dan menindaklanjuti hasil temuan itu," kata Araf.

Tim yang dibentuk pada 23 Desember 2004 itu dipimpin oleh Brigjen Pol. Marsudi Hanafi dan beranggotakan sejumlah aktivis. Setelah tim dibubarkan, hasil penyelidikannya diserahkan ke pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 24 Juni 2005. Namun hingga kini temuan itu tidak diungkap ke publik.
Selain meminta publikasi hasil penyelidikan, menurut Araf, fakta persidangan kasus Munir perlu dibedah ulang. Dia menilai banyak kejanggalan selama proses persidangan kasus Munir. Hakim dituding tak mempertimbangkan sejumlah fakta yang dianggap dapat memperjelas kasus.

"Kasus pembunuhan Munir ini kejahatan konspiratif, bersekongkol, dan melibatkan banyak orang. Otak di balik pembunuhan itu masih berkeliaran bebas," katanya.

Peneliti Imparsial Ardi Manto menyebut salah satu kejanggalan dalam persidangan terkait kasus Munir, yaitu soal data rekaman panggilan telepon antara Muchdi Prawiro Pranjono selaku anggota BIN dengan Pollycarpus. Sayangnya, fakta persidangan itu dikesampingkan hakim.

"Hakim tidak menganggap ini sebuah perintah atau konspirasi kejahatan. Ini kejanggalan," ujar Ardi.

Ardi pun berpendapat, era pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan waktu yang tepat untuk mengusut kasus Munir hingga tuntas. Pasalnya, Munir dibunuh pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, 7 September 2004. Ketika itu PDI Perjuangan menjadi partai pemerintah, sama seperti saat ini.

"Ini saat yang tepat bagi PDIP, Presiden Jokowi, untuk membersihkan isu masa lalu pada masa pemerintahannya," ujar Ardi.
Jokowi diminta membuktikan janji-janji kampanye politiknya di masa Pilpres 2014. Salah satu bunyi Nawacita itu terkait penegakan HAM. Pembuktian itu salah satunya dapat diwujudkan dengan mengungkap dan menuntaskan kasus pembunuhan Munir dan mengadili aktor intelektual di baliknya.

Imparsial juga mendesak pemerintah membentuk tim independen baru untuk mengusut secara tuntas kasus Munir.

Munir dibunuh dengan cara diracun dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam saat hendak melanjutkan studinya di Belanda. Dia menumpang pesawat Garuda Indonesia (GA-974). Pollycarpus merupakan salah seorang pilot pesawat tersebut. (wis/obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER