Kecewa Hati Jemaat Batal Pelayanan Natal di Sabuga

CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2016 08:19 WIB
Seorang jemaat yang hendak mengikuti Kebaktian Kebangunan Rohani menjelang Natal 2016 merasa didiskriminasi lantaran dilarang menggelar ibadah di tempat umum.
Ilustrasi. (Thinkstock/MarianVejcik)
Jakarta, CNN Indonesia -- Angelia Halim hanya terdiam di atas panggung menyaksikan anggota organisasi masyarakat (ormas) keagamaan memasuki Gedung Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Jalan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat pada Selasa (6/12) sore. Ia memilih duduk sambil berdoa bersama anak latihnya saat kata 'turun' mulai diteriakkan.

Seperti itulah rekaman memori Lian—sapaan Angelia Halim—saat berbincang dengan CNNIndonesia.com terkait peristiwa pembubaran Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, Rabu (7/12).

Lian adalah pelatih paduan suara yang rencananya akan melayani dalam ibadah KKR Natal tersebut. Ungkapan rasa kecewa tak bisa disembunyikan Lian lantaran persiapan pelayanan untuk ibadah KKR Natal telah ia mulai sejak dua bulan lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di tim paduan suara, Lian berusaha mempersembahkan kinerja terbaik. Dimulai dengan mengumpulkan sekitar 200 orang perwakilan dari seluruh gereja dan lembaga Kristen di Kota Bandung pada Oktober.

Lian juga mengatur jadwal untuk anak latihnya, dan menetapkan dua metode agar latihan berjalan maksimal.

Lian mempersilakan anggota yang memiliki pelatih paduan suara di gereja masing-masing untuk menjalani latihan sendiri lebih dulu. Namun bagi anggota yang gerejanya tak memiliki pelatih paduan suara, Lian mengajak ikut latihan di Stephen Tong Evangelistic Ministries International (STEMI) Bandung bersama paduan suara Bandung Hymn Society.

Latihan terlaksana setiap Jumat dan Minggu.

Hingga tindakan ormas keagamaan meminta mereka membubarkan diri beberapa jam sebelum acara, membuat Lian merasa semua jerih payah dia dan anak latihnya sia-sia.

Tak ada acara ibadah Natal KKR, tak ada pula kidung pujian yang dapat Lian dan tim paduan suaranya lantunkan.

Satu hari berlalu, Lian kembali mengingat peristiwa mengecewakan itu. Ia pun mencoba menabahkan hatinya untuk menerima kenyataan bahwa hasil latihannya tak dapat ditampilkan pada malam itu.

Lian hanya percaya, Tuhan memiliki maksud baik di balik peristiwa pembubaran ibadah Natal KKR di Sabuga. Ia yakin, suatu saat akan diberikan waktu untuk melantunkan kidung pujian yang telah dilatih.

"Saya percaya, peristiwa ini ada dalam kedaulatan Tuhan. Pasti ada maksud Tuhan di balik itu semua untuk kebaikan kita. Sambil tetap berharap, suatu saat kami akan menyanyikan lagu yang telah kami latih ini untuk kemuliaan nama Tuhan," kata Lian kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/12).

Mengapa Kami Dibubarkan?

Kekecewaan serupa diungkapkan Calvin Geovany, salah saeorang jemaat yang hendak mengikuti ibadah KKR Natal di Sabuga.

Calvin bersama keluarganya telah tiba di depan gerbang masuk Sabuga sekitar pukul 16.30 WIB. Situasi jalanan yang disesaki ratusan personel kepolisian dan massa ormas membuat langkahnya terhenti.

Hampir dua jam berlalu, Calvin dan keluarganya masih berada di luar Gedung Sabuga. Hingga akhirnya, seorang panitia penyelenggara ibadah KKR Natal menghampiri untuk memberikan makanan dan minuman sambil meminta Calvin dan keluarganya berdoa di tempat tersebut.

Usai berdoa, Calvin diminta pulang karena kondisi tidak memungkinkan untuk melangsungkan ibadah KKR Natal.

Calvin heran dengan peristiwa yang ia alami hari itu. Menurutnya, bangunan milik Institut Teknologi Bandung (ITB) itu adalah bangunan umum yang sudah sering digunakan untuk acara keagamaan, seperti Paskah atau Natal.

Ia mengaku bingung dengan alasan pembubaran yang disampaikan ormas keagamaan. Calvin mempertanyakan mengapa ormas itu tidak ikut membubarkan acara keagamaan juga yang diadakan di area itu.

Alasan pembubaran yang disampapikan ormas keagamaan adalah ibadah KKR Natal seharusnya diselenggarakan di gereja, bukan di tempat umum seperti Sabuga.

"Kami merasa didiskriminasi kalau begini caranya. Saya kecewa dengan kejadian ini," ia menambahkan.

Namun demikian, Calvin mengaku tak mau terlarut dalam kekecewaan. Ia hanya meminta agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, serius dalam menyikapi masalah ini.

Ia berharap peristiwa yang terjadi di Sabuga tidak terjadi di tempat lain di Indonesia. "Untuk saya, setelah kejadian ini, jangan sampai kejahatan dibalas dengan kejahatan," tutur Calvin.

Acara ibadah KKR Natal umat Kristen yang menghadirkan Pendeta Stephen Tong di Sabuga batal terselenggara setelah dua ormas keagamaan mengatasnamakan diri sebagai Pembela Ahlus Sunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Indonesia (DDI) meminta ibadah dibatalkan.

Menurut mereka, ibadah seharusnya diadakan di rumah ibadah.

Peserta ibadah KKR Natal akhirnya membubarkan diri dengan tertib pada pukul 20.30 WIB. Ketika situasi itu terjadi, sejumlah aparat kepolisian melakukan pengamanan di seputaran Gedung Sabuga.

Peserta ibadah KKR Natal akhirnya membubarkan diri dengan tertib pada pukul 20.30 WIB. Ketika situasi itu terjadi, sejumlah aparat kepolisian melakukan pengamanan di seputaran Gedung Sabuga.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Komisaris Besar Rikwanto sebelumnya mengatatakan, ada syarat administratif yang belum dipenuhi panitia KKR Natal. Namun Rikwanto tidak menjelaskan detail soal syarat administrasi dimaksud.

Rikwanto menceritakan kronologi kejadian yang terjadi di Gedung Sabuga, Selasa malam. Panitia berencana menggelar ibadah kebaktian menjadi dua sesi pada siang dan malam hari.

Menurut Rikwan, masalah muncul menjelang ibadah kedua, sekitar pukul 19.00 WIB. Sebanyak 300 orang yang menyebut diri berasal dari organisasi masyarakat Pembela Ahlus Sunnah (PAS) dan Dewan Dakwah Indonesia (DDI) memprotes kegiatan yang berlangsung di Sabuga.

"Ibadah dilangsungkan dua kali. Ibadah pertama berlangsung lancar dan damai, tidak ada inisiden apa pun. Kemudian yang kedua, di situ masalah mulai muncul," ujar Rikwanto.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER