Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan nota banding atas vonis terhadap terdakwa kasus suap pembahasan raperda reklamasi Jakarta, Mohamad Sanusi.
Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK tidak setuju dengan putusan hakim yang menyebut sejumlah aset milik Sanusi tidak terkait dengan kasus suap raperda reklamasi.
KPK meyakini aset-aset Sanusi itu berasal dari tindak pidana korupsi. "Kami akan banding terhadap putusan tersebut," ujar Febri melalui pesan singkat, Kamis (5/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Febri menuturkan, tiga dari sepuluh aset Sanusi tidak disita untuk melunasi kerugian negara. Tiga aset itu ditaksir bernilai Rp20 miliar.
Banding KPK, kata Febri, juga berkaitan dengan putusan hakim yang tidak mencabut hak politik Sanusi. KPK menilai putusan itu tidak tepat karena Sanusi menerima suap dalam kapasitas sebagai anggota DPRD.
Tak hanya itu, KPK juga menyebut vonis tujuh tahun penjara terhadap Sanusi terlalu rendah dan tidak menimbulkan efek jera. "Banding akan diajukan sekaligus," kata Febri.
Terpisah, kuasa hukum Sanusi, Maqdir Ismail, menyesalkan upaya banding KPK. Ia menyebut langkah banding itu bentuk pelanggaran atas hak asasi manusia yang berkedok penegakan hukum.
"Seharusnya KPK sadar, proses peradilan itu untuk menegakkan hukum dan keadilan, bukan untuk menistakan atau merampas harta orang," ujar Maqdir.
Maqdir mengatakan, tiga harta Sanusi yang tidak disita oleh pengadilan merupakan harta yang secara sah dan telah dijual. Sementara soal pencabutan hak politik, ia menyebut hukuman itu bertentangan dengan konstitusi.
"Hak politik itu bukan pemberian hakim, tetapi itu adalah hak asasi yang dilindungi undang-undang dasar," ujar Maqdir.
Akhir Desember lalu, Sanusi, mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, divonis bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama tujuh tahun serta denda Rp250 juta subsider dua bulan penjara.
Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan Sanusi terbukti menerima suap sebesear Rp2 miliar dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk, Ariesman Widjaja. Sanusi juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian untuk menyamarkan aset.
Vonis Sanusi lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Hakim juga menolak tuntutan jaksa terkait pencabutan hak politik terdakwa.
(abm/gil)