Tak hanya itu, Rajamohanan bersama dengan Siswanto, Chief Accounting PT EKP, juga menemui Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv terkait dengan pencabutan pengukuhan PKP pada 3 Oktober 2016. Haniv menyarankan terdakwa untuk mengajukan permohonan pengaktifan kembali PKP ke KPP PMA Enam.
Jaksa menyebut Haniv akhirnya mendapatkan arahan dari Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 4 Oktober 2016, untuk membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang dikeluarkan oleh KPP PMA Enam sebelumnya. Ini artinya, status Pengukuhan PKP terhadap PT EKP aktif kembali.
“Pada 5 Oktober 2016, PT EKP mengirimkan surat kepada KPP PMA Enam untuk membatalkan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, yang ditindak lanjuti oleh KPP PMA Enam dengan mengeluarkan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP,” demikian keterangan dakwaan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan pelbagai pengurusan pajak itu, Rajamohanan akhirnya merencakan pertemuan dengan Handang pada 20 Oktober 2016 di Restoran Nippon di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Terdakwa, kata JPU, menjanjikan pemberian uang 10 persen dari nilai STP PPN yakni Rp52,36 miliar—yang akhirnya disepakati mencapai Rp6 miliar, yang juga termasuk untuk Muhammad Haniv.
Pada November 2016, terdakwa diminta untuk menyerahkan uang sesuai komitmen di restoran itu dan disanggupi terdakwa untuk memberikan sekitar Rp2 miliar dahulu. Pemberian akhirnya dilakukan dari Surabaya, dengan menukarkan uang terlebih dahulu menjadi US$148.500 di satu tempat penukaran uang di Jakarta Pusat. Pada 21 November 2016, Handang akhirnya mendatangi rumah Rajamohanan di Springhill Golf Residences D7 Blok BVH B3 Kemayoran. Saat penyerahan uang dilakukan, terdakwa dan Handang diamankan oleh petugas KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Terdakwa menyerahkan
paper bag warna hitam yang berisi uang sebesar US$148.500 kepada Handang Soekarno.Tidak lama kemudian beberapa Petugas KPK mengamankan Terdakwa, beserta barang bukti,” kata JPU.