ANALISIS

Mempertanyakan Dugaan Cuci Uang Dana Yayasan Aksi 411 dan 212

CNN Indonesia
Selasa, 14 Feb 2017 08:23 WIB
Ada satu pertanyaan penting yang harus diungkapkan ke publik terkait pembuktian dugaan pencucian uang dana yayasan yang menyeret nama Bachtiar Nasir.
Ilustrasi. (REUTERS/Garry Lotulung)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lampu tanda notifikasi berkedip di telepon seluler, Selasa pekan lalu (7/2), sekitar pukul 21.30 WIB. Malam hari itu, seorang rekan wartawan mengirimkan foto surat panggilan polisi yang dilayangkan terhadap Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama (GNPF MUI) Bachtiar Nasir di salah satu grup di aplikasi tukar pesan.

Foto itu dikirim dengan tujuan mengonfirmasi kebenarannya. Sebab Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Rikwanto tergabung dalam grup tersebut.

Namun konfirmasi diperoleh setelah menghubungi Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Komisaris Besar Roma Hutajulu. Roma merupakan pejabat yang menandatangani surat panggilan tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ya benar (Bachtiar dipanggil polisi)," katanya saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Selasa malam (7/2).

Namun saat ditanya lebih detail terkait kasus yang hendak didalami, Roma enggan menjelaskan. Ia hanya mengatakan, penyidik ingin meminta kesaksian Bachtiar terkait sebuah yayasan yang sempat ramai diperbincangkan di media sosial.


Jawaban tersebut membingungkan lantaran kasus yang menyeret nama Bachtiar telah memasuki tahap penyidikan, tanpa diketahui sebelumnya bahwa polisi mengusut kasus itu.

Dalam surat panggilan penyidik hanya menuliskan bahwa pemeriksaan Bachtiar terkait perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tindak pidana asal (predicate crime) pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus, dan pengawas baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang.

Kata "yayasan" yang dicantumkan dalam surat panggilan sempat menimbulkan pertanyaan: apakah kasus ini terkait dugaan pengiriman bantuan logistik untuk mendukung pemberontak pemerintahan Bassar Al-Assad, Jaysh Al-Islam di Aleppo, Suriah?

Dugaan pengiriman bantuan logistik ini ramai diperbincangkan di pengujung 2016. Kala itu, nama Bachtiar menjadi 'buah bibir' media sosial setelah akun Facebook bernama Moch Zain mengunggah informasi bahwa yayasan pimpinan Bachtiar, Indonesian Humanitarian Relief (IHR), mengirim bantuan logistik dimaksud.

Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, dugaan pengiriman logistik itu memang tengah diselidiki. Namun polisi belum pernah meminta keterangan Bachtiar sebagai pemimpin yayasan.


Selanjutnya terungkap, pemanggilan Bachtiar sama sekali tak terkait Aleppo.

Keesokan harinya, Direktur Tipideksus Bareskrim Brigadir Jenderal Agung Setya menginformasikan, dugaan yang tengah diusut penyidik terkait temuan indikasi penyimpangan dana dari Yayasan Keadilan untuk Semua (Justice for All) yang diduga digunakan untuk membiayai demonstrasi 4 November 2016 (Aksi 411) dan 2 Desember 2016 (212).

Menurut Agung, dugaan penyidik berdasar pada temuan rekening yayasan yang belakangan diketahui sebagai penampung dana aksi 411 dan 212.

"Kami tahu ada penghimpunan dana dari umat. Kami sedang pastikan bahwa penyimpangan penggunaan dana itu. Ini kami sedang proses," kata Agung di Kantor Bareskrim, Jakarta Pusat, Rabu (8/2).

Agung menjelaskan, dugaan penyimpangan dana diselidiki setelah polisi menerima laporan dari masyarakat dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Penyidik telah memiliki sejumlah barang bukti yang menguatkan dugaan tersebut.

Perlu Diungkap

Namun informasi yang diberikan Agung belum memberi kejelasan tindak pidana asal polisi mengusut kasus ini. Dalam sebuah literatur tentang kriminologi, Frank E Hagan (2013) menyatakan, definisi pencucian uang berkenaan dengan kegiatan membersihkan atau mencuci 'uang kotor' atau dana ilegal.


Bahkan bila mengacu pada Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, pencucian uang didefinisikan sebagai kegiatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Pasal 5 UU Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, pencucian uang merupakan kegiatan menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil pidana.

Bedasarkan definisi di atas, patut dipertanyakan: apakah dana Yayasan Keadilan untuk Semua yang diduga polisi digunakan Bachtiar untuk Aksi 411 dan 212 merupakan merupakan hasil kejahatan?

Sejauh ini, polisi belum memberi informasi pasti. Tindak pidana asal dugaan TPPU hanya diketahui dari surat panggilan Bachtiar.


Dalam surat disebutkan, yakni pengalihan kekayaan yayasan kepada pembina, pengurus, dan pengawas baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, sebagaimana dimaksud Pasal 3 dan Pasal 5 dan atau Pasal 6 UU 8/2010 tentang TPPU dan atau Pasal 70 UU 16/2001 tentang Yayasan juncto Pasal 5 UU 28/2004 tentang perubahan atas UU 16/2001 tentang Yayasan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Bachtiar telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai saksi kasus dugaan penyimpangan dana yayasan, Jumat pekan lalu. Saat ditemui di sela pemeriksaan, Bachtiar mengaku menggunakan rekening milik Yayasan Keadilan untuk Semua saat menampung dana Aksi 411 dan Aksi 212.

Mantan Pengurus MUI ini juga mengaku mengelola uang Rp3 miliar untuk penyelenggaraan Aksi 411 dan 212. Uang tersebut digunakan untuk membeli kebutuhan penyelanggaraan aksi, seperti konsumsi, peralatan medis, spanduk, dan baliho.

Selain itu, uang yang dikelola Bachtiar juga dialokasikan untuk bantuan kemanusiaan. Menurutnya, sebanyak Rp500 juta telah digunakan untuk membantu korban bencana di Aceh dan Rp200 juta untuk korban bencana di Bima, Nusa Tenggara Barat.

"(Total dana) yang dari saya cuma Rp3 miliar. Belum terpakai semua, kami rawat betul dana itu," kata Bachtiar di kantor sementara Badan Reserse Kriminal Polri, Gambir, Jakarta, Jumat (10/2).


Dalam perkara ini, Islahudin Akbar telah ditetapkan sebagai tersangka. Rikwanto mengatakan, Islahudin adalah rekan Bachtiar yang berprofesi sebagai pegawai bank.

"Iya (tersangka)," kata Rikwanto saat dihubungi, Senin (13/2).

Rikwanto menjelaskan, Islahudin ditetapkan sebagai tersangka lantaran menjadi sosok yang mencairkan uang dalam rekening Yayasan Keadilan untuk Semua.

Menurut Rikwanto, langkah yang dilakukan Islahudin berdasarkan perintah dari Bachtiar. Namun saat ditanya terkait alasan polisi belum menetapkan Bachtiar sebagai tersangka, Rikwanto menolak menjelaskan.


Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua Adnin Armas dan sosok yang sempat jadi pentolan FPI Novel Chaidir Hasan Bamukmin juga telah diperiksa sebagai untuk kasus ini. Publik masih menanti penyidik mengungkap dan membuktikan, apakah dana Yayasan itu merupakan hasil kejahatan?
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER