Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi bertemu seorang ‘perantara’ Wajib Pajak terkait dengan pengaktifan kembali status Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP).
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan JPU pada KPK yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Senin (13/2). Dakwaan itu adalah atas nama Ramapanicker Rajamohanan Nair, Country Director PT EKP, perusahaan yang terkait dengan kasus korupsi yang melibatkan pejabat Ditjen Pajak.
JPU menjerat Rajamohanan dengan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JPU menyatakan Rajamohanan didawa memberikan uang tunai US$148.500 atau sekitar Rp1,99 miliar dari yang dijanjikan sebelumnya yakni Rp6 miliar kepada Handang Soekarno, Kepala Sub Direktorat Bukti Permulaan Pajak Direktorat Penegakan Hukum Pajak Direktorat Jenderal Pajak.
Hal itu berkaitan dengan upaya mempercepat upaya pengembalian kelebihan pembayaran pajak, surat tagihan pajak PPN, penolakan pengampunan pajak, pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan.
Kantor yang terlibat dalam urusan pajak itu adalah Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) dan Kantor Kanwil Dirjen Pajak Jakarta Khusus. Pertemuan dengan Ken Dwijugiasteadi, Dirjen Pajak, dilakukan pada 23 September 2016 dengan seorang ‘perantara’, Arif Budi Sulistyo.
PT EKP awalnya mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak Januari 2012-Desember 2014 yang mencapai Rp3,53 miliar. Perusahaan tersebut mengajukan restitusi itu pada 26 Agustus 2015 ke KPP PMA Enam.
Namun, Kepala KPP PMA Enam tak menyetujui permohonan restitusi karena transaksi PT EKP tak dapat diyakini kebenarannya. Salah satu hal yang diduga tak beres adalah PT EKP membeli barang kena pajak dari pedagang lain tanpa dikenakan PPN.
Dalam STP PP pada September 2016, PT EKP memiliki tinggakan pajak masing-masing mencapai Rp52,36 miliar pada Desember 2014 dan Rp26,44 miliar pada Desember 2015. Selain itu, PT EKP juga akan mengajukan mekanisme Pengampunan Pajak namun tak bisa dilakukan karena memiliki tunggakan tersebut.
 Handang Soekarno usai diperiksa KPK pada November 2016. ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Surat Pencabutan PKPJPU menyatakan Kepala Kantor KPP PMA Enam Soniman Budi Raharjo akhirnya mengeluarkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) kepada PT EKP pada September 2016. Kantor KPP PMA Enam menyatakan ada dugaan PT EKP tak menggunakan status PKP secara benar sehingga ada indikasi yang tak benar pula dalam pengajuan restitusi.
Atas saran Muhammad Haniv, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, Rajamohanan akhirnya mengajukan permohonan pembatalan Surat Tagihan Pajak PPN kepada Dirjen Pajak melalui Kepala KPP PMA Enam, karena tak setuju status pedagang pengumpul adalah Pengusaha Kena Pajak agar tak ada PPN terutang oleh PT EKP.
Pada 22 September 2016, Haniv akhirnya bertemu dengan Handang Soekarno, yang menyampaikan keinginan Arif Budi Sulistyo—perantara— untuk bertemu bos Ditjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi. Arif juga disebut-sebut dalam surat dakwaan, sebagai teman dari Haniv.
“Keesokan harinya, tanggal 23 September 2016, Handang mempertemukan Arif Budi dengan Ken Dwijugiasteadi di Lantai 5 Gedung Dirjen Pajak,” kata Jaksa Alif Fikri dalam surat dakwaan tersebut.
Tak hanya itu, Rajamohanan bersama dengan Siswanto, Chief Accounting PT EKP, juga menemui Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Muhammad Haniv terkait dengan pencabutan pengukuhan PKP pada 3 Oktober 2016. Haniv menyarankan terdakwa untuk mengajukan permohonan pengaktifan kembali PKP ke KPP PMA Enam.
Jaksa menyebut Haniv akhirnya mendapatkan arahan dari Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 4 Oktober 2016, untuk membatalkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang dikeluarkan oleh KPP PMA Enam sebelumnya. Ini artinya, status Pengukuhan PKP terhadap PT EKP aktif kembali.
“Pada 5 Oktober 2016, PT EKP mengirimkan surat kepada KPP PMA Enam untuk membatalkan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, yang ditindak lanjuti oleh KPP PMA Enam dengan mengeluarkan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP PT EKP,” demikian keterangan dakwaan tersebut.
Terkait dengan pelbagai pengurusan pajak itu, Rajamohanan akhirnya merencakan pertemuan dengan Handang pada 20 Oktober 2016 di Restoran Nippon di Hotel Sultan, Jakarta Pusat. Terdakwa, kata JPU, menjanjikan pemberian uang 10 persen dari nilai STP PPN yakni Rp52,36 miliar—yang akhirnya disepakati mencapai Rp6 miliar, yang juga termasuk untuk Muhammad Haniv.
Pada November 2016, terdakwa diminta untuk menyerahkan uang sesuai komitmen di restoran itu dan disanggupi terdakwa untuk memberikan sekitar Rp2 miliar dahulu. Pemberian akhirnya dilakukan dari Surabaya, dengan menukarkan uang terlebih dahulu menjadi US$148.500 di satu tempat penukaran uang di Jakarta Pusat. Pada 21 November 2016, Handang akhirnya mendatangi rumah Rajamohanan di Springhill Golf Residences D7 Blok BVH B3 Kemayoran. Saat penyerahan uang dilakukan, terdakwa dan Handang diamankan oleh petugas KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Terdakwa menyerahkan
paper bag warna hitam yang berisi uang sebesar US$148.500 kepada Handang Soekarno.Tidak lama kemudian beberapa Petugas KPK mengamankan Terdakwa, beserta barang bukti,” kata JPU.