Jakarta, CNN Indonesia -- Siti Sukaesih terkejut ketika rumahnya didatangi oleh tiga karyawan PT Kereta Api Indonesia (Persero) di suatu siang akhir Maret lalu. Ketiga orang itu membawa surat untuk ditandatangani. Siti mengingatnya dua pegawai itu berumur sekitar 40 tahun, sedangkan yang terakhir lebih tua.
“Ibu tanda tangan ya. Saya enak, Ibu juga enak,” kata salah satu pegawai BUMN itu.
“Saya ogah. Kami ada Tim IX yang mengurus ini,” kata Siti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiganya terus memaksa, namun tak berhasil. Sekitar 15 menit kemudian, ketiganya meninggalkan Siti. Perempuan itu tetap tak ingin menandatangani apa pun dari dokumen yang akan diberikan pegawai itu.
Siti berumur 60 tahun. Tubuhnya cenderung gendut, mungkin karena usia. Dia hanya tinggal bersama dengan suaminya di jalan Doktor Saharjo, Kelurahan Manggarai, Jakarta Selatan. Dia tinggal di sana sejak dia lahir.
Jalan Doktor Saharjo mungkin sama dengan tempat lain di belahan Jakarta lainnya. Ada warung kecil di depan rumah. Pos keamanan. Anak-anak yang bermain layang-layang.
Warga yang duduk di depan rumah untuk berbincang. Atau, para remaja yang asyik bermain telepon selular. Jalan tersebut juga berdekatan dengan mal Pasaraya Manggarai.
Tapi kali ini, kawasan itu kian menjadi penting. Kedatangan tiga pegawai itu bukanlah tanpa alasan.
PT KAI akan membangun proyek Double Double Track (DDT) Manggarai-Soekarno Hatta. Kereta yang akan beroperasi ditargetkan akan mengangkut 33.000 penumpang per hari atau sekitar 20 persen dari jumlah penumpang bandara.
Pada 2011, pemerintah menyatakan nilai investasi seluruh proyek mencapai Rp10 triliun. Kereta sendiri akan melayani masyarakat mulai dari Stasiun Manggarai, Stasiun Sudirman Baru, Stasiun Duri, Stasiun Batu Ceper, dan berakhir di Bandara Soekarno-Hatta dengan lintasan sejauh 36,3 kilometer.
Kawasan yang ditinggali Sukaesih, yakni RW 12, bakal menjadi salah satu lahan yang digunakan proyek tersebut.
“Mereka enggak permisi, datang begitu saja,” kata Siti.
Kekhawatiran perempuan itu bukan seorang diri. Warga lainnya pun mengatakan PT KAI tak pernah memberikan penjelasan tentang proyek itu secara gamblang pada warga di sana. Tentang rencana induk maupun rencana detail soal penggunaan lahan di kawasan itu.
 KAI akan membangun Double Double Track untuk meningkatkan kapasitas penumpang dan pelayanan kereta. ( CNN Indonesia/Andry Novelin |
Dalam satu pertemuan pada awal Maret lalu, pihak KAI hanya menegaskan bahwa mereka ingin pakai lahan di Jalan Doktor Saharjo itu.
“Ini lahan milik KAI. Kami ingin pakai,” kata Sadarajab, salah satu pengurus RW 12, mengingat kembali pernyataan manajemen dalam rapat itu. “Padahal, kami sudah tinggal sejak 1950-an di sini.”
Masalahnya, KAI tetap berkukuh untuk menertibkan alias menggusur.
Dalam dokumen resminya, BUMN itu menyatakan ada 11 bangunan yang akan digusur seluas 1.150 meter persegi. Ini terdiri dari empat bangunan hunian dan satu bangunan berupa bengkel sekaligus area parkir di RT 1 RW 12. Lainnya adalah enam bangunan hunian di RT 2 RW 12.
KAI juga berencana menggunakan Satuan Pengamanan Daop 1, Perwira Pembina Polisi Khusus Kereta Api, serta Bintara Pembina Polisi Khusus Kereta Api. Tak hanya itu, perusahaan itu juga menunggu hasil Cipta Kondisi dari tiga pihak yakni Polri, TNI, dan Pemerintah Daerah terkait dengan upaya sosialisasi.
Proyek Strategis JokowiDDT memang menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada awal 2016. Tak hanya DDT, pelbagai proyek infrastruktur lainnya pun terbentang macam jalan tol, bandara, pelabuhan hingga pembangkit listrik.
Khusus di Jakarta, proyek yang akan digarap KAI adalah High Speed Train (Jakarta-Bandung); MRT Jakarta Koridor Utara-Selatan; MRT Jakarta Koridor Timur-Barat; Kereta Api Ekspres Soekarno-Hatta-Sudirman, Jabodetabek Circular Line; dan Kereta Api Ringan Terintegarasi Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jakarta-Jawa Barat).
Khusus DDT, hal itu diharapkan akan berpengaruh pada peningkatan kapasitas penumpang KRL yang rata-rata mencapai 850 ribu per hari menjadi 1,2 juta per hari pada 2018.
“Mengingat pentingnya program pembangunan tersebut …”, kata Deputy EVP II Daop I Jakarta Ari Soepriadi, dalam surat resminya, “… Kami akan melakukan penertiban kepada warga di Kelurahan Manggarai.”
Surat itu juga menyatakan pihaknya akan memberikan dua jenis biaya bantuan membongkar bangunan. Ini adalah Rp250 ribu untuk bangunan permanen dan Rp200 ribu untuk bangunan semi permanen. Tapi tak dijelaskan apakah itu untuk satu bangunan atau ukuran per meter persegi.
KAI meminta warga Manggarai diminta untuk mendukung program pembangunan strategis nasional tersebut.
“Bikin kandang ayam saya enggak cukup,” kata Sadarajab. “Jadi artinya, kami nilainya lebih rendah dari bebek.”
 Salah satu proyek pengerjaan DDT oleh KAI. ( ANTARA FOTO/Risky Andrianto) |
Warga pun mengadukan hal ini ke Komnas HAM.
Lembaga itu mengeluarkan rekomendasi agar semua pihak menjaga suasana lebih kondusif dan KAI tak melakukan pembangunan DDT terlebih dahulu.
“Tidak melakukan pembangunan rel kereta Manggarai-Soekarno Hatta,” kata Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron, dalam surat tersebut. “Sampai tercipta kesepakatan musyawarah mufakat.”
Kepolisian juga diminta untuk bersikap netral dalam proses penyelesaian masalah. Komnas HAM merekomendasikan agar aparat mengedepankan pemberian hak rasa aman terhadap warga.
“Ini penyerobotan,” kata Nurharis Wijaya dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) sekaligus kuasa hukum warga Manggarai. “Kami tak bicara nilai, tapi pengakuan hak milik.”
“Apa yang sudah dilakukan?”
“Tak hanya melaporkan ke Komnas HAM, tapi juga ke Ombudsman,” kata dia. “Warga selama ini membayar PBB atau Iuran Rehabilitasi Daerah.”
 Foto: CNN Indonesia/Safyra Primadhyta Suasana di Jalan Doktor Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan. |
Namun, Presiden Joko Widodo bakal terus melanjutkan Proyek Strategis Nasional. Dia sempat mengatakan 225 proyek tersebut harus menjawab tiga hal mendasar, yakni pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja hingga efek ganda ekonomi.
“Dalam kondisi ekonomi dan pertumbuhan dunia yang lambat,” kata Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam keterangan resminya Juni 2016, “Proyek ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun nasional.”
Dan bisa jadi, perintah itu membuat KAI bergeming pada keputusannya.
“Bangunan yang saudara gunakan berdiri di atas aset tanah PT KAI,” kata Drajad Firmansyah, Senior Manager Penjagaan Aset Daop I PT KAI dalam
surat resmi pada 5 April.
“Kami sampaikan saudara untuk segera mengosongkan dan membongkar sendiri paling lambat 9 April.”
Warga Manggarai akhirnya meminta perlindungan ke Presiden Jokowi.
Mereka mengirimkan surat ke Presiden melalui Sekretariat Negara tertanggal 6 April atau sehari setelah ada surat ancaman penggusuran dari KAI.
Itikad Tak BaikDalam surat itu, warga menyatakan melibatkan aparat kepolisian merupakan salah satu ciri itikad tak baik dari perusahaan milik negara tersebut.
“KAI melibatkan kepolisian, maupun TNI dan petugas Satpol PP dalam hal ini melakukan upaya paksa pembongkaran,” demikian salah satu isi surat tersebut.
“Kami meminta perlindungan kepada Komnas HAM dan Presiden Republik Indonesia.”
“Kami orang kecil, lindungi kami,” kata Setiawati, salah satu warga.
"Kakek saya tinggal di sini lebih dulu," kata Sumariyati Wulandari, warga lainnya. "Kini anak saya sekolah SD."
Tetapi, surat Jokowi akan dibalas paling lambat akhir April mendatang atau sepuluh hari kerja sejak diterima oleh Sektretariat Negara.
Sebagian warga pun bersiap-siap menghadapi rencana penggusuran sejak akhir pekan lalu. Mereka mendirikan posko. Menjaganya secara bergantian. Ada kudapan dan minuman. Dan pada Minggu 9 April, tak ada satu pun yang membongkar rumah mereka—seperti yang diinginkan oleh KAI.
Termasuk Siti Sukaesih.
Siang itu, perempuan tersebut ditemani keluarga dan temannya datang ke posko. Dia memakai jilbab ungu dan duduk di salah satu kursi plastik. Ada panganan tradisional macam pisang rebus dan ubi di meja. Warga lainnya pun berkumpul.
“Mereka (KAI) enggak pernah ketok pintu,” kata Siti. “Saya enggak mau tanda tangani apa pun.”