Jakarta, CNN Indonesia -- Abdurrahim Hasan kaget mendengar teriakan di sebelah Masjid Al Ihsan pada subuh kemarin. Ada yang berteriak minta tolong saat itu. Waktu menunjukkan 05.10 WIB, beberapa jemaat masih menghabiskan waktunya beribadah di masjid itu.
“Kami di masjid mendengar orang teriak-teriak. Kami pikir ada yang kecelakaan,” kata Hasan. “Ada pula yang berteriak ‘Pak Novel, Pak Novel.”
Warga akhirnya mengetahui Novel Baswedan baru saja disiram cairan keras yang membuat panas wajahnya. Salah seorang jemaat sempat
mengguyurkan air ke wajah penyidik KPK tersebut pada pagi itu.
“Dia sampai menabrak pohon untuk mencari air, kembali ke masjid,” kata Hasan, yang juga adalah imam masjid tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Novel tinggal di Jalan Deposito Nomor T8, Kelurahan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dia mulai bekerja di KPK sejak 2007 dan kerap menangani kasus-kasus besar macam korupsi simulator SIM hingga yang terbaru, e-KTP.
Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Novel memberikan kesaksian sejumlah nama anggota DPR yang mengancam saksi perkara tersebut. Mulai dari Azis Syamsuddin, Bambang Soesatyo, Desmon Mahesa hingga Masinton Pasaribu.
Masjid Al Ihsan memang tak jauh dari rumah Novel.
Dia juga menjadi pengurus masjid dan memegang jabatan Wakil Bidang Dakwah dan Peribadahan Masjid Al Ihsan. Dan peristiwa Selasa subuh lalu membuat kaget jemaat masjid tersebut. Namun, kata Hasan, teror macam ini bukanlah yang pertama kalinya.
“Sudah kenyang. Warga sering lihat ada orang yang enggak dikenal,” katanya. “Di sekitar masjid, sudah sering.”
 Novel Baswedan juga menjadi salah satu pengurus Masjid Al Ihsan, Kelurahan Pegangsaan, Kelapa Gading. ( CNN Indonesia/Anugerah Perkasa) |
Kami bertemu pada pukul 08.05 WIB atau sekitar tiga jam usai peristiwa penyerangan itu. Hasan saat itu berbaju dan memakai peci putih. Dia duduk di depan rumah Ketua RT 03 RW 10, Wishnu Broto. Pohon nangka yang ditubruk Novel juga sudah diolah oleh aparat kepolisian untuk kepentingan penyelidikan.
Warga lainnya, Yasri Yudha menceritakan bagaimana Novel kesakitan saat dibawa ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, sesaat setelah kejadian. Dia mengeluhkan panas di mukanya. Sekitar 05.30 WIB, Yasri sampai di rumah sakit tersebut dan Novel mendapatkan pertolongan pertama—untuk menghilangkan perih di mukanya.
“Saya melaporkan kasus itu ke Polsek Kelapa Gading,” kata Yasri. “Kami ingin perkara ini diungkap.”
Dia juga menjadi salah satu saksi yang diperiksa kepolisian. Kini kasus itu ditangani oleh Polres Jakarta Utara dan menggandeng Puslabfor Mabes Polri untuk tahu jenis cairan yang digunakan untuk menyerang Novel.
Sedikitnya ada 14 saksi yang diminta keterangannya oleh penyidik. Mulai dari petugas keamanan, perempuan yang menjadi jemaat Masjid Al Ihsan, hingga warga yang menolong Novel.
Kasus ini menimbulkan gelombang kecaman. Baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat sipil.
“Ibarat harimau terluka, tambah ngamuk,” kata Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
“Ini penyerangan balik gerakan pemberantasan korupsi,” kata Agus Sarwono, Transparency International Indonesia.
Novel akhirnya dibawa ke Jakarta Eye Center (JEC) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Dia akan mendapatkan operasi terkait dengan masalah dengan kornea matanya. Ketika berkunjung ke rumah sakit, Abdurrahim Hasan menyatakan Novel sama sekali tak mengeluh dan tak manja.
“Insya Allah saya tetap sabar,” kata Hasan, menirukan ucapan Novel di rumah sakit.
 Novel Baswedan mendapatkan perawatan usai penyiraman air keras ke wajahnya. ( ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay) |
Namun, temuan awal Tim Investigasi Masyarakat Sipil mungkin penting diperhatikan. Koordinator tim tersebut, Haris Azhar mengatakan penyerangan Novel diduga diarahkan secara spesifik: muka dan mata.
Dia mengatakan para penyerang diduga telah mendalami aktivitas Novel secara mendetail. Hal itu, kata Haris, juga dilakukan secara berlapis dan profesional—sebelum penyerangan dilakukan.
“Penyerang memiliki informasi yang sangat detail,” kata Haris. “Sampai ke aktivitas personal.”
Ihah Solehah, salah seorang saksi, mengatakan dirinya mendengar teriakan di dekat masjid pada subuh tersebut. Saat itu dia ingin membuka warung kelontong—yang tak jauh dari Masjid Al Ihsan. Namun dia tak mengetahui soal pelaku yang menggunakan sepeda motor.
Wartawan lebih ramai berdatangan pada siang hingga menjelang sore.
Wishnu Broto, Ketua RT 03 RW 10, juga bolak-balik diwawancarai oleh media. Mulai dari televisi hingga situs berita. Polisi pun masih bekerja di rumah Novel Baswedan. Aktivitas di kawasan itu relatif berjalan normal.
Pasar Jongkok di samping Masjid Al Ihsan pun tetap buka. Ada yang berdagang sayuran. Buah-buahan. Atau ada pula penjual siomay hingga ketoprak. Azan juga menggema saat Zuhur dan Ashar.
Tetapi, tak hanya warga Pegangsaan Dua yang ada di belakang Novel.
Dia pun punya isteri yang mencintainya, Rina Emilda. Keluarga tampaknya sudah mengerti pelbagai kejadian yang menimpa Novel—bahkan sebelum penyerangan air keras terjadi.
Ini ditunjukkan oleh isterinya. Rina adalah orang yang mempetisi Presiden dan Kapolri pada 2015 lalu karena penangkapan Novel oleh polisi.
“Tepatnya sekitar jam 12 tengah malam, terdengar ketukan keras di pintu rumah kami. Suami saya lalu ke luar mencari tahu apa yang terjadi. Saat kembali masuk, ia mengatakan sejumlah penyidik Bareskrim datang untuk melakukan penangkapan,” kata Rina dalam situs Change.org pada Mei 2015.
Dia mengatakan dirinya hanya tercengang saat itu. Rina menuturkan semua anaknya masih tidur. Dari pernikahannya, pasangan itu dikaruniai empat orang anak.
Penangkapan itu dilakukan pada Jumat 1 Mei 2015 terkait dugaan kasus penganiayaan pencuri burung walet di Bengkulu pada 2004.
Saat itu, Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Kasus itu kemudian dihentikan karena Jaksa Agung Prasetyo menarik berkas dakwaan. Peristiwa itu juga dikenal sebagai kasus Cicak melawan Buaya jilid II—atau KPK melawan Polri.
Penyerangan melalui air keras, adalah masalah baru lain yang dihadapi Novel dan keluarganya.
 Novel Baswedan menjalani perawatan terkait dengan penyerangan air keras ke mukanya. Foto: (Screenshoot via Instagram/@spripimpoldametro) |
Senja pun mulai tiba.
Tim dari Polres Jakarta Utara akhirnya keluar dari rumah Novel pada pukul 17.30 WIB. Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Nasriadi menuturkan pihaknya menemukan zat asam di tiga tempat dalam penyerangan kali ini. Jenis zat itu sendiri akan diteliti oleh Puslabfor Mabes Polri.
“Cairan itu ada di tiga tempat. Hasil sementara itu zat asam, tapi zat asamnya apa itu nanti,” kata Nasriadi.
Tim Polres Jakarta Utara bertolak dari Kelurahan Pegangsaan Dua. Azan Maghrib mulai berkumandang. Orang-orang berdatangan ke Masjid Al Ihsan. Hujan deras mulai membasahi. Tetapi, aktivitas berjualan tampak tak jua sepi. Masih ada penjual jagung bakar, tahu gejrot hingga pedagang keliling jamu tradisional.
Ada orang tua yang menjemput anaknya di depan masjid. Ada jemaat yang masih duduk dan berbicang di sana.
Sebagian wartawan sudah meninggalkan tempat itu. Lainnya, bertahan di beranda masjid.
Malam itu, pukul 20.25 WIB.
Pengurus Masjid Al Ihsan sudah mulai mengunci pintu. Jemaat sudah meninggalkan tempat ibadat. Walaupun warung milik Ihah Solehah, yang relatif dekat dari masjid, masih buka.
Jalan Deposito mungkin saja lebih sepi malam itu. Ada portal kayu yang diletakkan di bagian depan dan belakang jalan itu. Garis polisi pun masih terbentang.
Sebagian sisi jalan itu juga gelap—mungkin, hampir sama dengan pengungkapan si peneror Novel Baswedan, yang kini entah di mana.