Ihah Solehah, salah seorang saksi, mengatakan dirinya mendengar teriakan di dekat masjid pada subuh tersebut. Saat itu dia ingin membuka warung kelontong—yang tak jauh dari Masjid Al Ihsan. Namun dia tak mengetahui soal pelaku yang menggunakan sepeda motor.
Wartawan lebih ramai berdatangan pada siang hingga menjelang sore.
Wishnu Broto, Ketua RT 03 RW 10, juga bolak-balik diwawancarai oleh media. Mulai dari televisi hingga situs berita. Polisi pun masih bekerja di rumah Novel Baswedan. Aktivitas di kawasan itu relatif berjalan normal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasar Jongkok di samping Masjid Al Ihsan pun tetap buka. Ada yang berdagang sayuran. Buah-buahan. Atau ada pula penjual siomay hingga ketoprak. Azan juga menggema saat Zuhur dan Ashar.
Tetapi, tak hanya warga Pegangsaan Dua yang ada di belakang Novel.
Dia pun punya isteri yang mencintainya, Rina Emilda. Keluarga tampaknya sudah mengerti pelbagai kejadian yang menimpa Novel—bahkan sebelum penyerangan air keras terjadi.
Ini ditunjukkan oleh isterinya. Rina adalah orang yang mempetisi Presiden dan Kapolri pada 2015 lalu karena penangkapan Novel oleh polisi.
“Tepatnya sekitar jam 12 tengah malam, terdengar ketukan keras di pintu rumah kami. Suami saya lalu ke luar mencari tahu apa yang terjadi. Saat kembali masuk, ia mengatakan sejumlah penyidik Bareskrim datang untuk melakukan penangkapan,” kata Rina dalam situs Change.org pada Mei 2015.
Dia mengatakan dirinya hanya tercengang saat itu. Rina menuturkan semua anaknya masih tidur. Dari pernikahannya, pasangan itu dikaruniai empat orang anak.
Penangkapan itu dilakukan pada Jumat 1 Mei 2015 terkait dugaan kasus penganiayaan pencuri burung walet di Bengkulu pada 2004.
Saat itu, Novel menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Kasus itu kemudian dihentikan karena Jaksa Agung Prasetyo menarik berkas dakwaan. Peristiwa itu juga dikenal sebagai kasus Cicak melawan Buaya jilid II—atau KPK melawan Polri.
Penyerangan melalui air keras, adalah masalah baru lain yang dihadapi Novel dan keluarganya.
 Novel Baswedan menjalani perawatan terkait dengan penyerangan air keras ke mukanya. Foto: (Screenshoot via Instagram/@spripimpoldametro) |
Senja pun mulai tiba.
Tim dari Polres Jakarta Utara akhirnya keluar dari rumah Novel pada pukul 17.30 WIB. Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara AKBP Nasriadi menuturkan pihaknya menemukan zat asam di tiga tempat dalam penyerangan kali ini. Jenis zat itu sendiri akan diteliti oleh Puslabfor Mabes Polri.
“Cairan itu ada di tiga tempat. Hasil sementara itu zat asam, tapi zat asamnya apa itu nanti,” kata Nasriadi.
Tim Polres Jakarta Utara bertolak dari Kelurahan Pegangsaan Dua. Azan Maghrib mulai berkumandang. Orang-orang berdatangan ke Masjid Al Ihsan. Hujan deras mulai membasahi. Tetapi, aktivitas berjualan tampak tak jua sepi. Masih ada penjual jagung bakar, tahu gejrot hingga pedagang keliling jamu tradisional.
Ada orang tua yang menjemput anaknya di depan masjid. Ada jemaat yang masih duduk dan berbicang di sana.
Sebagian wartawan sudah meninggalkan tempat itu. Lainnya, bertahan di beranda masjid.
Malam itu, pukul 20.25 WIB.
Pengurus Masjid Al Ihsan sudah mulai mengunci pintu. Jemaat sudah meninggalkan tempat ibadat. Walaupun warung milik Ihah Solehah, yang relatif dekat dari masjid, masih buka.
Jalan Deposito mungkin saja lebih sepi malam itu. Ada portal kayu yang diletakkan di bagian depan dan belakang jalan itu. Garis polisi pun masih terbentang.
Sebagian sisi jalan itu juga gelap—mungkin, hampir sama dengan pengungkapan si peneror Novel Baswedan, yang kini entah di mana.