Jakarta, CNN Indonesia -- Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar membebaskan kliennya.
Hal itu disampaikan anggota tim kuasa hukum Ahok, Tommy Sihotang, dalam pledoi atau nota pembelaan kliennya yang ia bacakan dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama pada hari ini. Dia meminta majelis hakim untuk mengadili, memutuskan, dan menyatakan Ahok tidak terbukti secara sah bersalah.
"Mohon agar majelis hakim yang mengadili memutuskan untuk menyatakan Ahok tidak terbukti secara sah dan yakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama," kata Tommy di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Selain itu, dia meminta majelis hakim membebaskan Ahok dari dakwaan pertama Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tommy pun memohon majelis hakim memutuskan untuk pemulihan harkat dan martabat Ahok ke keadaan semula, seperti sebelum adanya kasus dugaan penodaan agama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Barang bukti tetap terlampir di berkas perkara dan membebankan biaya kepada negara," tutup Tommy.
Akibat Buni Yani
Dalam kesempatan yang sama, anggota tim kuasa hukum Ahok lainnya, I Wayan Sudirta menyebut nama Buni Yani sebagai penyebab keributan dalam kasus yang akhirnya menjerat Ahok.
Dia menyatakan, langkah Buni Yani mengunggah penggalan video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dengan disertai keterangan yang dianggap provokatif. Atas video tersebut, sejumlah pihak menuduh Ahok telah menodai agama.
"Sebab sebelum adanya unggahan Buni Yani yang menghilangkan kata pakai dan ditambahi dengan komentar apa pun, tidak ada reaksi, tidak ada komentar, tidak ada keberatan, tidak ada kegaduhan," ujar Wayan saat membacakan pleidoi dalam persidangan di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Selasa (25/4).
Setelah masyarakat menonton video yang diunggah Buni Yani, lanjutnya, terjadi beberapa aksi demonstrasi. Tak hanya itu, sejumlah orang juga melaporkan Ahok ke polisi atas dasar video tersebut.
"Unggahan Buni Yani-lah yang digunakan sebagai pintu masuk yang melahirkan protes dan tekanan berikutnya," ucap dia.
Atas dasar itu, Wayan berpendapat bahwa Buni Yani-lah yang harus bertanggungjawab atas kegaduhan tersebut.
"Jelaslah sudah pertanggungjawaban atas segala akibat yang ditimbulkan karena unggahan Buni Yani harus ditanggung oleh dirinya sendiri Buni Yani tidak boleh dibebankan lagi kepada BTP," kata Wayan.