Jakarta, CNN Indonesia -- Kemunculan Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigadir Jenderal Aris Budiman di rapat Panitia Khusus Hak Angket DPR terhadap KPK, semalam, menimbulkan pro kontra. Apalagi Aris datang tanpa seizin pimpinan KPK.
Dalam rapat yang berlangsung semalam, Aris menyatakan dirinya melanggar perintah pimpinan KPK. Bahkan, dirinya mengaku baru pertama kali membantah atasan selama bertugas.
Tak cuma itu, Aris juga membeberkan kepada Pansus Hak Angket KPK soal friksi di tubuh lembaga antirasuah. Jenderal bintang satu itu membongkar salah satu friksi yang menerpanya terkait dengan penambahan penyidik di KPK.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aris dilantik sebagai Dirdik Penyidikan pada 16 September 2015 oleh Taufiequrachman Ruki, yang saat itu menjabat sebagai Plt Ketua KPK. Menurut Aris, perselisihan dengan 'kelompok' lain di KPK mencuat ketika dirinya ingin merekrut penyidik dari Polri.
"Saya mengusulkan penyidik berlatar AKP dan Kompol. Dan itu yang ditentang kelompok yang tidak setuju kebijakan saya," kata Aris dalam rapat dengan Pansus Angket KPK semalam, Selasa (29/8).
Berdasarkan informasi yang diperoleh
CNNIndonesia.com, permasalahan dalam proses rekrutmen penyidik KPK sudah dimulai sejak awal tahun 2016.
Proses rekrutmen pada 2016 itu dianggap bertentangan dan tak sesuai prosedur sebagaimana aturan dalam rekrutmen penyidik dari Polri. Meskipun demikian proses tersebut tetap berlangsung. Novel Baswedan selaku Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK menyampaikan protes rekrutmen atas itu.
Soal rekrutmen penyidik dari Polri itu tampaknya menjadi awal gesekan antara Aris dengan WP KPK.
Puncak perselisihan terjadi pada awal tahun ini, ketika Aris ingin mengangkat penyidik senior dari Polri untuk dijadikan sebagai Kepala Satuan Tugas Penyidikan. Novel pun mengirim email kepada Direktur Penyidikan KPK berisi protes atas nota dinas tersebut.
 (ANTARA FOTO/Monalisa). |
Adapun dalam rapat dengan Pansus Angket KPK, Aris mengakui menerima satu surat elektronik yang memuat protes dan penilaian dirinya sebagai sosok yang tak berintegritas. Surat elektronik itu dikirimkan pada 14 Februari 2017 dan seolah membunuh karakter dirinya di tengah usahanya selama ini membangun integritas sebagai anggota Polri.
"Tentu saya marah, tersinggung, terhina, dikatakan tidak berintegritas. Bagi saya itu membahayakan organisasi," kata Aris.
Secara terbuka, Aris menyatakan Novel sebagai sosok yang
powerful di KPK. Bahkan menurut bekas Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri itu, Novel bisa mempengaruhi kebijakan yang diambil pimpinan KPK.
"Orang ini terlalu
powerful barangkali, bisa mempengaruhi kebijakan," tuturnya.
Novel mendapat Surat Peringatan 2 usai dirinya menyampaikan email berisi protes terhadap rencana Aris mengangkat Kasatgas Penyidikan dari Polri.
Namun, SP2 itu kemudian dicabut pimpinan KPK lantaran mendapat penolakan keras dari sejumlah pihak, termasuk mantan komisinoner.
Aris menyebut Novel merupakan salah satu oknum di lembaga antikorupsi. Menurut dia, Novel adalah bagian dari jaringan yang berasal dari penyidik di tubuh KPK yang dapat mengubah kebijakan.
Aris juga mengakui kerap berseberangan dengan 'kelompok' Novel itu, namun tak secara terbuka, hanya sebatas pada adu konsep dan ide.
Dinamika OrganisasiJuru Bicara KPK Febri Diansyah tak membantah friksi sebagaimana yang disebut Aris. Menurut dia, hal tersebut merupakan bagian dari dinamika dalam sebuah organisasi.
"Di KPK sendiri tentu saja ada hubungan-hubungan, ada relasi-relasi kerja antarberbagai unit. Dalam interaksi tersebut tentu ada diskusi dan dinamika sendiri," kata Febri.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mengatakan protes dari Novel terhadap Aris merupakan hal biasa dalam sebuah lembaga.
Sebaliknya, Donal yang mewakili Koalisi Masyarakat Anti Korupsi mengecam pernyataan-pernyataan Aris dalam rapat Pansus KPK yang mendiskreditkan Novel.
Menurut Donal, hal tersebut seharusnya menjadi urusan internal KPK, bukan pansus, terlebih
concern Novel dan Wadah Pegawai sangat beralasan terkait rekrutmen penyidik dari unsur Polri.
Kuda Troya
Donal juga menilai langkah sepihak Aris memenuhi panggilan Pansus KPK sebagai pembangkangan terhadap perintah pimpinan yang tidak mengizinkannya untuk hadir dalam pansus.
Hingga saat ini, KPK memang masih belum mengakui Pansus Hak Angket yang dibentuk DPR.
Donal yang mewakili Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mencatat tiga pelanggaran yang dilakukan oleh Aris berdasarkan Peraturan KPK No. 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK.
Ketiga pelanggaran itu adalah pelanggaran integritas, pencemaran nama baik institusi, dan profesionalisme.
Apa yang dilakukan Aris, demikian Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi, diibaratkan sebagai kuda troya. "Tidak menjurus satu orang. Tapi merujuk kepada orang-orang yang punya kepentingan ganda untuk masuk ke KPK," katanya.
Dalam mitologi Yunani, kuda Troya adalah strategi yang dilakukan orang-orang Yunani untuk merebut Kota Troya dalam Perang Troya.
Para prajurit Yunani membangun sebuah patung kuda raksasa terbuat dari kayu. Kemudian para prajurit itu sengaja masuk ke dalam patung kuda tersebut.
Warga Troya yang tak menyadari itu membawa masuk patung raksasa tersebut ke kota mereka. Kemudian, pada malam hari ketika warga tertidur lelap, pasukan Yunani yang bersembunyi di dalam patung kuda tersebut keluar dari persembunyiannya untuk menyerang warga Troya.
Berkat patung kuda tersebut, pasukan Yunani berhasil memenangkan perang dan merebut Kota Troya.
Dalam konteks Aris Budiman, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi curiga keberadaan Aris di KPK tak lebih sebagai strategi seperti kuda Troya.
Sebagai respons atas manuver-manuver Aris tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta KPK memecat Aris dan mengembalikannya ke institusi kepolisian.
"Kami juga meminta kepolisian memberikan sanksi kepada Aris yang tidak mengikuti aturan dalam penugasan di KPK," kata Donal.
Kontroversi Aris sebenarnya tak hanya menyangkut perselisihan dengan Novel dan kedatangannya ke Pansus KPK.
Jauh sebelum itu, nama Aris juga muncul dalam pemeriksaan Miryam S Haryani saat penyidikan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Irman dan Sugiharto pada 1 Desember 2016. Hal tersebut terungkap dalam persidangan Miryam, selaku terdakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus e-KTP, 14 Agustus lalu.
Jaksa penuntut umum KPK dalam sidang itu memutar video pemeriksaan Miryam yang terekam CCTV. Dalam video itu, Miryam mengaku mendapatkan informasi dari sesama anggota DPR terkait pertemuan tujuh orang penyidik KPK dengan anggota Komisi III DPR.Miryam ketika itu tengah diperiksa oleh penyidik Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.
Nama direktur yang disinyalir bertemu anggota Komisi III DPR baru diketahui setelah Miryam menyodorkan secarik kertas kepada penyidik Novel. Novel saat itu menyebut posisi direktur penyidikan yang diemban Aris.
Pemeriksaan InternalAtas dugaan pertemuan itu, Aris kini tengah menjalani pemeriksaan internal.
Menurut Febri, setelah mencuat dugaan pertemuan antara dirdik dan tujuh penyidik KPK dengan anggota Komisi III DPR, pimpinan KPK mengeluarkan surat perintah kepada Direktorat Pengawasan Internal untuk mengklarifikasi dan memeriksa yang bersangkutan.
"Sejauh ini dirdik sudah diperiksa, yang bersangkutan meminta sendiri diperiksa pengawas internal," tutur Febri.
Menurut Febri, selain memeriksa Aris, pengawasan internal juga telah meminta keterangan dua penyidik lainnya. Pengawasan internal juga bakal menelaah rekaman video pemeriksaan Miryam lewat CCTV yang sebelumnya telah dibuka di persidangan.
Aris sudah membantah tegas soal dugaan pertemuan dengan anggota Komisi III DPR. Dia mengaku tak mengenal anggota dewan yang duduk di Komisi hukum sekaligus mitra kerja KPK itu, selain Wenny Warouw yang pernah menjadi atasannya di Polri.
Aris juga membantah meminta dan menerima uang Rp2 miliar agar Miryam tak dijerat dalam kasus korupsi e-KTP yang sudah menjerat lima orang sebagai tersangka, termasuk Ketua DPR Setya Novanto. "Saat ini pemeriksaan masih berjalan, nanti kami sampaikan update-nya seperti apa (hasil pemeriksaan Dirdik KPK Aris Budiman). Termasuk Miryam nanti akan diperiksa atau tidak untuk mendengarkan keterangan itu," tutur Febri.
WP KPK juga memberi respons soal kehadiran Aris di rapat Pansus Hak Angket. Menurut Wakil Ketua I WP KPK, Hery Nurudin, pihaknya sudah berkonsolidasi dengan internal KPK. Hasilnya kemudian diteruskan kepada pimpinan KPK.
"Sudah kami koordinasikan di internal, tadi sudah disampaikan ke Pimpinan," kata Hery.