Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengaku tidak mendapat laporan adanya penggelembungan anggaran atau
mark up dalam proyek e-KTP dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Padahal ia beberapa kali meminta BPKP melakukan proses audit terhadap proyek senilai Rp5,9 triliun itu.
Hal ini diungkapkan
Gamawan saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/10).
"Itulah saya menyesalkan. Tidak ada laporan mark up," ujar Gamawan.
Gamawan mengatakan, pihaknya saat itu meminta BPKP mengaudit proses tender dan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Hasilnya tak ada masalah signifikan terkait proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain BPKP, lanjut Gamawan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga pernah mengaudit proyek e-KTP. Saat itu, BPK hanya menyatakan ada kelebihan harga tanpa mempermasalahkan tender dan penyusunan HPS. Menurut Gamawan, pihaknya saat itu bisa langsung membatalkan proyek jika memang terbukti ada tindak korupsi.
"Setelah proses audit itu baru muncul laporan persaingan usaha," katanya.
[Gambas:Video CNN]Bertemu Ade Komarudin
Gamawan juga mengaku pernah bertemu politikus Golkar Ade Komarudin saat pengerjaan proyek e-KTP. Gamawan mengenal Akom, sapaan Ade, sebagai anggota DPR sejak tahun 2013.
"Saya kenal, pernah bertemu beberapa kali," ujar Gamawan.
Gamawan mengungkapkan, salah satu pertemuan dengan Akom terjadi di sebuah restoran Korea di kawasan Widya Chandra, Jakarta pada tahun 2014.
Dalam pertemuan itu hadir pula Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
"Saya bertemu atas undangan Akom," katanya.
Gamawan mengatakan, dalam pertemuan itu Akom hanya membicarakan sejumlah permasalahan internal Partai Golkar. Gamawan mengklaim tak ada pembicaraan sama sekali soal proyek e-KTP sebab Akom bukan anggota Komisi II DPR yang bermitra dengan Kemendagri.
"Tidak ada soal e-KTP, kan dia bukan Komisi II DPR," tutur Gamawan.
Selain pertemuan tersebut, Akom juga pernah berkunjung ke rumah Gamawan saat lebaran. Akom juga pernah hadir saat Gamawan melakukan sosialisasi proyek e-KTP di Bekasi.
Dalam putusan Irman dan Sugiharto, hakim menyatakan Akom terbukti menerima uang proyek e-KTP sebesar US$100 ribu atau Rp1 miliar.
Irman menyebut Akom turut menerima uang Rp1 miliar yang diserahkan melalui Sudrajat kepada orang kepercayaan Akom.
Saat bersaksi dalam persidangan April lalu, Akom menegaskan tak pernah menerima uang terkait proyek e-KTP. Ade mengaku tak pernah menyuruh orang kepercayaan yang ada di rumahnya untuk menerima uang tersebut.