Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mencairkan dana kelurahan pada Januari 2019 disambut baik sejumlah lurah di DKI Jakarta. Beberapa yang ditemui
CNNIndonesia.com mengatakan dana tersebut diharapkan bisa difungsikan untuk pembangunan sejumlah infrastruktur yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Salah satunya Lurah Kampung Melayu, Jakarta Timur, Setiyawan. Menurut dia jika terealisasi, pihaknya akan mengalokasikan dana kelurahan itu untuk peningkatan kualitas sanitasi warga.
Pasalnya dari sembilan rukun warga (RW) yang ada, masih banyak warga yang tinggal di wilayah Kampung Melayu tidak memiliki
septic tank. Setiyawan menyebut banyak dari warganya tersebut yang masih mengalirkan limbah manusia ke sungai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kami diberikan kewenangan atas dana itu untuk apa, saya akan prioritaskan untuk penanganan sanitasi. Misalnya membuat
septic tank komunal," ujar Setiyawan saat ditemui di kantornya, Senin (22/10).
Lurah Kampung Melayu, Setiyawan. (CNN Indonesia/Tutiek) |
Setiyawan juga menilai dana kelurahan bisa dialokasikan untuk perbaikan rumah warga dan tata ruang perumahan. Pasalnya, beberapa rumah warga yang ada di wilayahnya tidak layak huni.
Selain itu di beberapa titik, jarak antarrumah sangat dekat. Bahkan, sinar matahari saja sulit untuk menerangi jalan di sekitar perumahan warga di sana.
"Selain sanitasi penataan tata ruang karena banyak rumah yang terlalu rapat. Beberapa titik sangat sempit gangnya atapnya saling menyambung, jadi di situ gelap. Beberapa di RW 5, 6 dan 7. Ini kan enggak sehat," kata Setiyawan.
Setiyawan mengatakan selama ini dana yang dialokasikan ke kelurahan Kampung Melayu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta. Jumlahnya mencapai sekitar Rp6 miliar.
Dari jumlah Rp6 miliar itu, kata dia, berbagai kebutuhan masyarakat telah terpenuhi termasuk untuk operasional RT, RW, kelurahan, dan pengelolaan petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU).
Jika ditambah alokasi dana dari pemprov DKI dan kerjasama dengan berbagai dinas pemerintahan, kata Setiyawan, maka kebutuhan umum warga secara umum selama ini sudah terpenuhi.
"Saya rasa program normal sudah tercakup semua, posyandu sudah ada, pembinaan kerohanian sudah ada, karang taruna juga ada," kata Setiyawan.
Selanjutnya...Lurah lain masih bingung pertanggungjawaban dana kelurahan...
Lurah Penjaringan, Jakarta Utara Depika Romadi mengaku sudah mendengar kabar pencairan dana kelurahan. Namun, ia belum tahu lebih jauh bagaimana nantinya proses alokasi dana tersebut hingga bisa sampai ke kelurahan dan ke masyarakat.
Depika mengatakan untuk pembangunan warga, pihaknya selama ini mendapat danadaripemrovDKIJakarta. Dana yang didapatkan itu sebelumnya diajukan dan dibahas melalui musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
Depika berpendapat jika dilihat dari proses pendudukan jabatannya, antara kepala desa dan lurah sangat berbeda. Sehingga dana yang akan dialokasikan hingga masalah pertanggungjawaban yang sampai ke kelurahan juga berbeda dengan dana desa.
"Lebih rumit," kata dia.
Salah satu yang membedakan adalah proses pemilihan kepala desa dan lurah. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat, sehingga ia menjadi penanggung jawab penuh atas dana yang diberikan dari pemerintah pusat. Pemerintah pun dalam hal tersebut hanya memberikan bimbingan dan pelatihan atas penggunaannya.
Sementara Depika sebagai seorang lurah ditunjuk gubernur atau melalui wali kota. Walhasil, kata Depika, berbagai hal termasuk penggunaan anggaran akan dipertanggungjawabkan secara berjenjang hingga ke tingkat gubernur.
Pun, dengan pengelolaan dana yang selama ini berjalan.
Depika mengatakan kelurahan mendapat dana dari pemrpov dan pertanggungjawaban penggunaannya juga berjenjang hingga ke tingkat Gubernur DKI Jakarta.
Selain itu, dampak dari sifatnya yang berjenjang, maka setiap tingkatan tidak bisa bertindak sendiri.
"Biasanya [instruksi gubernur] dibahas dulu dari tingkat wali kota, kecamatan, hingga kelurahan, karena tanggung jawab kami kan lurus berjenjang. Biasanya ada sosialisasi dulu, lalu kami sosialisasi ke masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, Lurah Gambir, Jakarta Pusat, Abdul Salam menilai pembahasan bersama seluruh pemangku kepentingan perlu dilakukan andai dana kelurahan telah masuk dalam APBN. Hal tersebut, katanya, demi menghindari tumpang tindih program yang akan dijalankan.
"Apa yang diharapakan pemerintah pusat harus diseimbangkan dengan kegiatan kami di APBD. Jadi harusnya selaras jangan sampai tumpang tindih," kata dia.
Abdul juga mempertanyakan bagaimana nantinya soal pengawasan dan pertanggungjawaban dana tersebut. Pasalnya dana kelurahan berasal dari APBN, sementara biasanya kelurahan mendapat alokasi dana dari APBD DKI Jakarta.
"Kalau selama ini pengawasan dari inspektorat, ada dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga. Semua program juga pakai mekanisem
e-budgeting," kata dia.
Abdul sendiri tak bisa memungkiri bahwa sebagian kelurahandiDKI masih membutuhkan dana tambahan untuk meningkatkan sarana atau prasarana yang menjadi kebutuhan warga.
Selanjutnya... Aturan yang mendasari dana kelurahan... Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan pihaknya masih kesulitan untuk merealisasikan dana kelurahan karena berdasarkan pasal 230 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dana yang dialokasikan ke kelurahan harus berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Hal ini berbeda dengan Dana Desa. Ia mengatakan, secara hukum penyaluran dana desa didasarkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dengan dasar hukum tersebut Kemenkeu bisa menyediakan pos anggaran dengan mekanisme penyalurannya sendiri.
Menurut Mardiasmo masalah terkait payung hukum dana kelurahan bisa diatasi bila pemerintah mengajak legislatif untuk membuat UU Kelurahan. Hanya saja, membuat uu tersebut makan waktu lama. Ia juga mengatakan bahwa Kemenkeu akan mengkaji produk hukum lain yang bisa mendukung penyaluran Dana Kelurahan tahun depan.
"Kalau UU kan terlalu lama. Tentu kami akan melihat Peraturan Pemerintah (PP) yang ada sekarang ini, atau kebijakan lainnya. Kami baru akan rapatkan semuanya agar semua menyeluruh agar segalanya tidak parsial,"kataMardiasmo di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (22/10).
Di satu sisi, pada akhir pekan lalu, Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) yang juga Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengakui kebutuhan atas dana kelurahan adalah salah satu curhatan pihaknya kala beraudiensi dengan Presiden Jokowi.
"Pada pertemuan antara presiden dengan para wali kota di Istana Bogor bulan Juli lalu, Presiden memberi kesempatan kepada kami (Apeksi) untuk curhat," kata Bima seperti dikutip dari Antara, Minggu (21/10).
Bima menceritakan, pada momen curhat dengan presiden tersebut, dirinya bersama Wali Kota Jambi Syarif Fasha ditunjuk sebagai juru bicara mewakili anggota Apeksi.
Bima mengatakan para wali kota menyampaikan kepada presiden bahwa saat ini mayoritas penduduk tinggal di perkotaan. Atas dasar itu, sambungnya, perlu penambahan daya agar para pemerintah kota bisa mengelola tren urbanisasi dengan baik.
"Jangan sampai
problem perkotaan seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi kemudian meledak mengancam kebersamaan dan stabilitas nasional," katanya.
Lebih lanjut, Bima mengatakan setelah mendengarkancurhatan dari para wali kota, presiden langsung merespon untuk memberi anggaran khusus kelurahan.