Jakarta, CNN Indonesia --
Kerusuhan pecah di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/5) malam hingga Rabu (22/5) pagi, tak lama setelah unjuk rasa damai ribuan orang di depan kantor
Bawaslu.
Bentrok massa dan polisi yang berlangsung maraton selama tujuh jam lebih itu telah menimbulkan kerusakan dan korban di kedua belah pihak. Pelaku kerusuhan masih menjadi misteri yang tengah diusut oleh pihak kepolisian.
Polisi menyatakan pelaku kerusuhan bukan bagian dari massa yang berunjuk rasa di depan kantor Bawaslu, sejak Selasa siang. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut ribuan orang yang berunjuk rasa di Bawaslu itu menggelar aksi secara damai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang siang hingga sore hari memang tidak ada ketegangan berarti antara massa aksi di Bawaslu dengan aparat.
Kata Tito, situasi terkendali hingga Selasa pukul 22.00 WIB malam. Polisi bahkan sebelumnya mengizinkan massa melakukan salat tarawih di jalan raya di depan Bawaslu.
Bibit-bibit kerusuhan mulai muncul usai massa membubarkan diri secara damai setelah melakukan tarawih berjamaah.
Menurut versi kepolisian, benih kerusuhan muncul setelah ratusan pemuda mendatangi kembali lokasi unjuk rasa. Massa, menurut Tito, tidak menggelar aksi, melainkan memprovokasi aparat.
"[Setelah] Selesai [aksi pertama] Jam 9 (malam), yang datang bukan unjuk rasa, langsung anarki. Mereka sudah perusuh. Menciptakan kejahatan. Menyerang petugas," tegas Tito.
 Kapolri Jenderal Tito Karnavian memamerkan senapan yang ditemukan polisi menyusul rusuh di Jakarta pada Rabu (22/5) dini hari. (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Atas hal itu Tito meminta agar dibedakan aksi damai di depan kantor Bawaslu sepanjang siang hingga pukul 22.00 WIB malam, dengan aksi yang dilakukan ratusan orang usai massa bubar.
Hal serupa juga ditegaskan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Wiranto. Dia menyebut pelaku kerusuhan dini hari tadi adalah preman bertato yang dibayar.
"Itu perusuh, bukan pendemo. Yang serang adalah preman bertato yang dibayar," kata Wiranto saat konferensi pers.
Pantauan
CNNIndonesia.com saat kerusuhan terjadi, memang ada perbedaan antara massa aksi di Bawaslu dengan massa yang terlibat bentrok dengan polisi sepanjang Selasa malam hingga Rabu pagi.
Jika massa aksi di Bawaslu mayoritas mengenakan baju putih, tidak demikian dengan massa yang terlibat bentrok. Mereka mengenakan pakaian bebas.
Kerusuhan sendiri berlangsung sengit. Polisi dan massa beberapa kali saling mendesak. Upaya polisi merangsek dan memecah konsentrasi massa memang cukup berhasil.
 Unjuk rasa kembali di gelar Rabu (22/5) pagi, di depan Gedung Bawaslu Jakarta, menuntut soal kecurangan pemilu. (CNN Indonesia/Andry Novelino) |
Polisi, misalnya, mampu mendesak mundur massa ketika kerusuhan pecah di Jalan Wahid Hasyim, dekat Gedung Bawaslu. Mereka didesak mundur ke Jalan KH Mas Mansur.
Namun, desakan itu tak mengakhiri rusuh. Bentrok hanya bergeser dari Wahid Hasyim ke KH Mas Mansur.
Massa pun bertambah sengit melawan. Mereka membalas lemparan gas air mata dari polisi dengan batu dan petasan.
Kerusuhan di Mas Mansur berlangsung cukup lama. Kobaran api bahkan terlihat di beberapa titik, termasuk di dalam kompleks Pasar Tanah Abang, tepatnya di Blok A.
Tembakan gas air mata dan petasan saling sahut menyahut. Asap putih mengepul di Jalan KH Mas Mansur tepat di depan Pasar Tanah Abang.
Suasana di sekitar Tanah Abang dan Wahid Hasyim pun mencekam sejak Rabu dini hari hingga menjelang pagi. Tak ada satupun kendaraan berani melintas. Bahkan, kerusuhan sempat pecah juga di kawasan Sabang.
Polisi baru bisa mengendalikan situasi di sana saat fajar. Korban-korban yang berjatuhan pun baru diketahui tak lama setelah situasi mulai kondusif.
Sedikitnya enam orang tewas dalam kerusuhan itu. Semua dari pihak sipil. Sementara korban luka berjumlah sekitar seribuan orang, termasuk dari aparat kepolisian.
Polisi bergerak cepat melacak massa misterius yang disebut memicu rusuh di Tanah Abang.
Tito mengatakan, polisi menemukan sejumlah amplop berisi uang usai pembubaran paksa massa di sekitar Bawaslu. Total uang dalam amplop-amplop itu berjumlah Rp6 juta.
Namun Tito tak menjelaskan detail amplop-amplop berisi uang itu ditemukan dari mana. Dia juga tak secara tegas menyatakan keterkaitan amplop itu terkait aksi yang berakhir rusuh.
Temuan lain adalah tumpukan batu di dalam mobil ambulans milik sebuah partai politik. "Ada satu ambulan ya, saya tidak akan sebutkan itu ambulansnya ada partainya itu penuh dengan batu," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Mohammad Iqbal di Kemenko Polhukam.
Namun Iqbal enggan menyebut parpol apa pemilik mobil ambulan tersebut. Tidak dijelaskan Iqbal apakah batu-batu dan sejumlah benda di dalam ambulan itu digunakan sebagai 'amunisi' bagi massa menyerang aparat. Yang jelas mobil ambulan tersebut sudah diamankan oleh pihak kepolisian.
Seperti Tito, Iqbal juga tak enggan merinci partai yang memiliki ambulans tersebut. Sementara secara terpisah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyatakan tidak terkait kerusuhan Selasa malam hingga Rabu dini hari.
Juru bicara BPN, Dahnil Anzar Simanjuntak menegaskan pihak yang harus bertanggung jawab adalah para provokator aksi.
"Yang bertanggung jawab adalah tentu mereka-mereka yang lakukan provokasi mereka yang lakukan kekerasan," kata Dahnil ditemui di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Demo di Bawaslu memang tak lepas dari polemik hasil Pilpres 2019. Massa yang datang ke Gedung Bawaslu berunjuk rasa menuntut penyelidikan terhadap dugaan kecurangan pemilu.
Selain itu, mereka menuntut hasil KPU sebagai penyelenggara pemilu mendiskualifikasi pasangan Jokowi-Ma'ruf yang diduga sebagai pelaku kecurangan.
Aksi ini tak lepas dari pernyataan politikus PAN, Amien Rais, yang mengancam akan mengerahkan massa menuntut soal kecurangan pemilu. Awal, Amien menyebutnya sebagai people power. Dia lantas mengubahnya menjadi Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat.
Selain didukung PAN, kubu Prabowo-Sandi didukung oleh PKS, Partai Berkarya, Demokrat, dan Gerindra. Pasangan nomor urut 02 itu juga disokong oleh sejumlah ormas Islam, termasuk oleh Front Pembela Islam.
FPI mengakui ikut mengerahkan massa saat aksi di Bawaslu. Tetapi massa dari FPI diklaim melakukan aksi secara damai. Adapun terkait massa yang merusuh pada Selasa malam, FPI mengaku tidak terlibat.
"Kenapa peristiwa semalam lama-lama dikerucutkan kepada FPI. Ini merupakan skenario untuk menghabisi FPI," kata Dewan Pembina Pimpinan Pusat FPI, Habib Muhsin Alatas dalam konferensi pers di Rumah Perjuangan Rakyat, Jakarta Pusat.
Terlepas dari berbagai bantahan itu polisi terus melakukan penyelidikan dan mengumpulkan barang bukti. Penyelidikan dilakukan termasuk dengan meminta keterangan dari ratusan orang yang berhasil ditangkap saat melakukan kekerasan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan polisi mengejar aktor intelektual yang diduga berada di balik kericuhan antara massa dan aparat keamanan saat aksi unjuk rasa di sekitar Gedung Bawaslu dan Pasar Tanah Abang.
"Tentunya, nanti para saksi yang mengetahui itu akan dimintai keterangan. Kalau ada keterlibatan partai politik akan didalami terus, siapa aktor intelektual di balik itu semua," ujar Iqbal di Mabes Polri.