Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus korupsi yang melibatkan jaksa menjadi salah satu faktor rendahnya kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan. Data ICW menyebutkan sejak tahun 2015 hingga 2020, sudah sebanyak 22 jaksa ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
Teranyar, Jaksa Pinangki Sirna Malasari ditetapkan tersangka atas kasus dugaan suap pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA) terkait eksekusi terpidana korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
"Persepsi publik terhadap institusi Kejaksaan sejak lama cenderung negatif," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, melalui pesan tertulis, Senin (7/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurnia mengungkapkan, berdasarkan kajian ICW, ditemukan tiga permasalahan mendasar yang menjadi penyebab jaksa tersandung korupsi. Pertama terkait faktor integritas personal Jaksa.
Ia mengatakan permasalahan tersebut bisa diatasi dengan memastikan rekrutmen calon jaksa benar-benar berjalan objektif, transparan, dan akuntabel. Lebih lanjut, guna mendorong integritas, jaksa juga dapat dilihat dari tingkat kepatuhan dalam pelaporan harta kekayaan.
"Dalam konteks ini dibutuhkan peran dari Jaksa Agung selaku penanggung jawab kelembagaan agar dapat menjalankan dan menegakan peraturan internal terkait hal tersebut," ujarnya.
Faktor kedua adalah sistem pengawasan dan penindakan di internal kelembagaan yang lemah. Kurnia berpendapat mekanisme check and balance lembaga pengawas seperti Jaksa Agung Muda Bidang Pengawas dan Komisi Kejaksaan sangat dibutuhkan. Namun, kata dia, untuk kasus Jaksa Pinangki kedua lembaga tersebut justru berselisih paham.
"Selain itu, problematika klasik terkait dengan Jaksa yang bermasalah kerap kali hanya diselesaikan melalui mekanisme internal, tanpa menyentuh aspek penegakan hukum," pungkasnya.
Kurnia menuturkan dari 22 jaksa yang tersandung proses hukum mayoritas terjerat kasus suap penanganan perkara. Kemudian diikuti pemerasan, hingga tidak melaksanakan prosedur penyelesaian barang rampasan atas aset terpidana korupsi.
Ada pun mereka yang telah ditetapkan tersangka ialah Staff Kejaksaan Negeri Kejari Denpasar, I Nyoman Budi Permadi; Jaksa di Kejati Jawa Timur, Ahmad Fauzi; Jaksa di Kejati Jawa Barat, Deviyanti Rochaeni; Jaksa di Kejati Jawa Barat, Fahri Nurmallo; dan Jaksa di Kejati Sumatera Barat, Farizal.
Kemudian Asisten Intelijen Kejati Bengkulu, Edi Sumarno; Kasi III Bidang Intelijen Kejati Bengkulu, Parlin Purba; Kepala Kejari Pamekasan, Rudi Indra Prasetya; Kasi Perdata dan TUN Kejari Batam, M. Syafei; dan Aspidum Kejati DKI Jakarta, Agus Winoto.
Berikutnya ada Anggota TP4D Kejari Yogyakarta, Eka Safitra; Jaksa di Kejari Surakarta, Satriawan Sulaksono; Kasidik pada Aspidsus Kejati DKI Jakarta, Yanuar Reza Muhammad; Kasubsi Tipikor pada Aspidsus Kejati DKI Jakarta, Firsto Yan Presanto; dan Aspidsus Kejati Jawa Tengah, Kusnin.
Lalu Staff TU Kejari Rembang, Ardiyan Nurcahyo; Ketua Satgas Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Kejagung, Chuck Suryosumpeno; Jaksa di Pusat Pemulihan Aset Kejagung, Ngalimun; Kajari Indragiri Hulu, Hayin Suhikto; dan Kasi Pidsus Kejari Indragiri Hulu, Ostar Al Pansri.
Dua nama terakhir adalah Kasubsi Barang Rampasan Kejari Indragiri Hulu, Rionald Febri Ronaldo dan Kasubag Pemantauan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung, Pinangki Sirna Malasari.
(ryn/bmw)