ANALISIS

Perang Bintang Versus Birokrat di Pilkada Bandung

CNN Indonesia
Kamis, 24 Sep 2020 14:09 WIB
Bintang layar kaca, pesepak bola, dan birokrat serta istri petahana akan berebut 2,3 juta suara warga Kabupaten Bandung di Pilkada Bandung 2020.
Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Bandung, CNN Indonesia --

Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bandung (Pilkada Bandung) akan mempertemukan tiga bakal pasangan calon yang siap memperebutkan jabatan bupati dan wakil bupati Bandung. Kontestasi ini jadi ajang pertarungan antara bintang layar kaca, bintang lapangan hijau dan birokrat.

Dengan jumlah pemilih terbanyak kedua dalam Pilkada Serentak kali ini, Kabupaten Bandung menyedot perhatian besar untuk saling adu jual popularitas bagi partai politik. Nama artis sinetron hingga mantan kapten Persib Bandung pun menghiasi perhelatan lima tahunan ini.

Mereka adalah Dadang Supriatna-Sahrul Gunawan, Yena Iskandar-Atep, dan petahana Kurnia Agustina-Usman Sayogi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peta Kekuatan

Pengamat politik yang juga Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Padjadjaran Muradi mengatakan, tensi politik perhelatan Pilkada Kabupaten Bandung diperkirakan dinamis. Hal itu dilihat dari kekuatan ketiga bakal paslon yang akan bersaing memperebutkan sekitar 2,3 juta suara warga Bandung.

"Saya melihat ada tiga hal di pertarungan Pilkada Kabupaten Bandung ini. Pertama, terkait dinasti politik dengan selebritas. Kedua, mencakup pecah kongsinya sejumlah partai politik. Dan ketiga, ada elite politik," ujarnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Jumat (18/9).

Pesepak bola Atep saat ditemui di kediamannya di Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/1).Eks pemain Persib Bandung Atep. (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)

Dinasti yang dimaksud Muradi adalah calon bupati Kurnia Agustina. Nia menjadi calon kuat karena dilatari keluarga petahana. Partai Golkar sendiri sudah 20 tahun berkuasa di wilayah Kabupaten Bandung.

Sedangkan, Dadang Supriatna tadinya merupakan kader dari Partai Golkar. Dadang yang tak mendapat restu oleh untuk maju menjadi calon bupati dari partai beringin tersebut, mencari kendaraan baru dan berlabuh ke PKB. Selain PKB, Dadang mendapat dukungan dari koalisi besar seperti NasDem, Demokrat, dan PKS.

"Kalau melihat dari daya jelajah dan masifnya dukungan tentu ada di Teh Nia dan Dadang. Teh Nia kan dia punya jaringan PKK, punya jaringan petahana yang bisa dia manfaatkan," kata Muradi.

"Untuk yang kedua itu Dadang, dia kan sudah disiapkan jauh hari jadi calon bupati pengganti Dadang Naser tapi kemudian Golkar bergeser dan kembali ke keluarga petahana. Jadi menurut saya yang dua ini cukup serius,"tambahnya.

Muradi menilai pasangan Yena-Atep, bakal menjadi kuda hitam di Pilkada Kabupaten Bandung 2020. Asalkan bisa mengambil celah dari pemilih yang didominasi dua koalisi besar partai pengusung, pasangan Yena-Atep berpeluang memenangkan kontestasi.

"Yena-Atep ya bisa dibilang kuda hitam, bisa membuat semacam gerakan-gerakan yang mengganggu dua nama tadi. Kalau Yena sendiri bisa memanfaatkan jejaring bisnis Al Masoem saya kira akan mengejutkan," ungkap Muradi.

Jika melihat elektabilitas calon bupati, Muradi menempatkan nama Dadang di atas Nia dan Yena. Meski demikian, dia menilai Dadang akan mendapat tantangan besar dari Nia yang notabene keluarga petahana.

Muradi menuturkan, dalam politik ada kebosanan ketika melihat petahana kembali maju di pemilihan umum. Tapi asumsi ini terjadi kalau pemilihnya melek politik.

"Problemnya, dari 2,3 juta pemilih berdasarkan penelitian bukan pemilih yang rasional dalam artian melek politik. Jadi kecenderungannya dia akan punya potensi untuk kembali ke yang lama dan artinya peluang Nia lebih besar," ungkap Muradi.

Sahrul GunawanFoto: CNN Indonesia/Artho Viando
Sahrul Gunawan maju jadi calon wakil bupati Kabupaten Bandung di Pilkada Serentak 2020

Meski demikian, Muradi menilai pengalaman politik akan menjadi kunci pada Pilkada kali ini. Bertarungnya Dadang sebagai dapil dari Kabupaten Bandung dengan Nia yang dekat dengan birokrasi akan menjadi pertarungan yang laik dinanti.

"Kalau mau normatif tanpa ada hitungan yang lain, ada momentum, ada money, ada segala macam, saya kira Dadang Supriatna punya peluang lebih besar ketimbang Nia ataupun Yena. Tapi kalau lihat empat kali pilkada menang dari keluarga besar Nia, peluangnya jadi lebih besar. Jadi enggak terlalu jauh kekuatan antara Nia dengan Dadang," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah. Dedi melihat peluang para calon kandidat pada Pilkada Kabupaten Bandung 2020 berasal dua kekuatan.

Pertama, peluang calon yang dihasilkan mesin partai politik. Artinya, dilihat dari koalisi yang paling banyak yakni pasangan Dadang-Sahrul. Sedangkan, kedua pengaruh keluarga dari petahana yang diwakili Kurnia Agustina.

"Dilihat dari tiga pertarungan ini, saya melihat ada dua pertarungan besar, antara koalisi PKB menghadapi koalisi Golkar. PDI Perjuangan secara nasional mungkin mendapatkan auranya tapi saya rasa di Kabupaten Bandung tidak terlalu menonjol," ujarnya.

Dedi berujar, Pilkada berbeda dengan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Kekuatan mesin partai pada Pileg dan Pilpres memang menjadi andalan.

"Tetapi yang jadi persoalan adalah Pilkada itu punya kecenderungan ketokohan. Masyarakat akan melihat ketokohannya dan lebih utama karena dianggap lebih dekat dengan pemilih dibanding partai politik," ungkapnya.

Selain itu, Dedi mengungkapkan temuannya terkait tipologi pemilih di Kabupaten Bandung. Kebanyakan pemilih, menurut Dedi, dari kalangan tradisional. Pemilih tradisional, selain yang paling mudah dimobilisasi selama periode kampanye, juga memiliki kecenderungan terhadap budaya patriarki.

"Mereka identik untuk menghindari pilihan terhadap perempuan. Contohnya, banyak pondok pesantren di sini yang afiliasinya tradisional," ungkapnya.

Di luar itu, Dedi mengungkapkan bahwa para calon masih terus berjuang menyosialisasikan visi-misinya kepada pemilih. Perjalanan dalam meraih suara baik dari mesin partai maupun kontestan masih terbuka lebar.

"Teh Nia saya kira masih perlu memperkenalkan siapa wakilnya meskipun di kalangan birokrat sudah cukup populer. Sedangkan untuk pasangan Dadang-Sahrul atau Yena-Atep justru lebih mudah karena mereka sudah dikenal publik terutama di Kabupaten Bandung," ujarnya.

(hyg/wis/bmw)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER