Kritik Jadwal Vaksinasi Covid saat Izin BPOM Belum Terbit

CNN Indonesia
Kamis, 07 Jan 2021 14:12 WIB
Pakar kesehatan masyarakat melontarkan kritik terkait pengumuman jadwal pelaksanaan vaksinasi oleh pemerintah ketika izin dari BPOM belum ada.
Petugas kesehatan mengikuti simulasi vaksin Covid-19 di Puskesmas Kemaraya, Kendari, Sulawesi Tenggara, 18 Desember 2020. (ANTARA FOTO/Jojon)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah RI tengah memasuki episode terbaru penanganan dan penanggulangan pandemi Covid-19 setelah berhasil mendatangkan 3 juta dosis vaksin Covid-19 dari Sinovac, China.

Pemerintah telah mengedarkannya ke masing-masing provinsi sesuai jatah masing-masing untuk kelompok prioritas sejak akhir pekan lalu. Vaksin Sinovac adalah satu-satunya merek yang telah dipegang Indonesia untuk Covid-19 sejauh ini.

Bukan hanya itu, pada awal pekan ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia akan dimulai Rabu (13/1), berawal dari Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan anggota Kabinet Indonesia Maju.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penyuntikan pertama akan dilakukan pada Rabu depan (13/1), di Jakarta, oleh Bapak Presiden," kata Budi dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Vaksinasi Covid-19 dan Kesiapan Penegakan Protokol Kesehatan Tahun 2021 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (5/1) seperti dikutip dari keterangan pers Kementerian Dalam Negeri.

Dalam keterangan pers itu, disebutkan bahwa pada hari berikutnya, proses vaksinasi akan dilanjutkan secara serentak bagi tenaga kesehatan. Beberapa daerah seperti Jawa Barat dan Tangerang Selatan (Banten) pun telah mengumumkan tanggal atau pekan pelaksanaan vaksinasi Covid di daerah masing-masing.

Akan tetapi, di tengah kecepatan pemerintah pusat maupun daerah mengumumkan tanggal mula pelaksanaan vaksinasi, ternyata vaksin Sinovac belum mendapat izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Para pakar kesehatan masyarakat di Indonesia pun memiliki pandangannya sendiri atas polemik langkah pemerintah mengumumkan jadwal vaksinasi saat hasil uji klinis fase III dan izin edar dari BPOM keluar tersebut.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menilai tindakan yang tidak sabar dan gegabah. Hermawan lantas menyayangkan tindakan pemerintah tersebut, karena selama ini banyak pihak yang meminta masyarakat tidak percaya begitu saja informasi terkait vaksin yang belum dipastikan kebenarannya, dan menunggu info resmi dari BPOM.

"Tetapi justru bagian dari pemerintah sendiri yang tidak sabar dan cenderung gegabah, termasuk menyampaikan beberapa poin komunikasi melalui media, seolah-olah semua ini sudah dipastikan," kata Hermawan saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (6/1).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau simulasi  pemberian vaksinasi COVID-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/11/2020). Dalam kunjungannya, Jokowi meninjau satu persatu tahapan simulasi pemberian vaksin COVID-19, dan juga meminta pada saat pemberian vaksinasi nanti lebih sempurna sehingga aman, cepat dan memperhatikan protokol kesehatan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp.Presiden RI Joko Widodo (kanan) saat meninjau simulasi vaksinasi Covid-19 di Puskesmas Tanah Sareal, Kota Bogor, Jawa Barat, 18 November 2020. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Menurut dia, tindakan pemerintah mengumumkan itu memiliki dua tujuan. Pertama, untuk membuat BPOM, mau tidak mau, mengeluarkan izin yang harus linear dengan kebijakan pemerintah. Sementara yang kedua, kata dia, untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat.

"Kedua untuk memberikan keyakinan berlebihan kepada publik. Ini dikhawatirkan membuat publik menjadi permisif, karena overestimated pemerintah sehingga publik abai protokol dan perilaku pencegahan Covid-19," kata Hermawan.

Lebih lanjut, ia menegaskan pengumuman dari BPOM menjadi penting karena untuk memastikan efikasi Sinovac. Selain itu, untuk mengetahui gambaran dari periode imunitas yang muncul setelah divaksin.

"Misal sudah tervaksinasi, apakah periode imunutas yang muncul ini bertahan dalam 3 bulan, 6 bulan, setahun atau dua tahun, itu akan menentukan ketersediaan vaksin berikutnya," ujar Hermawan.

"Jadi kita harap pemerintah dan masyarakat sabar menunggu. Kita percayakan kepada unsur pemerintah itu juga, yakni BPOM, supaya clear dan clean," tambahnya.

Sementara itu, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyatakan dalam kondisi pandemi, pejabat publik harus memperhatikan komunikasi resiko terhadap masyarakat.

Kaitannya dengan vaksin, ia meminta pejabat untuk taat asas dan prosedur sebelum menyampaikan sesuatu kepada publik.

"Kita perlu tunjukkan taat asas, tunggu hasil penelitian dari Unpad dan jadi hasil rujukan BPOM, setelah (izin) keluar baru vaksin bisa digunakan, disuntikkan, dipertontonkan," kata Dicky.

Dugaan Jadwal Vaksinasi Masih Tentatif

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER