Jika nantinya Kongres PSSI menyepakati bahwa kompetisi tanpa degradasi dan diterapkan dalam sistem bubble, Kusnaeni berharap ada terobosan dari PSSI. Utamanya terobosan terkait bayaran untuk peserta.
"Sebagai siasat saya pikir bisa digunakan pembayaran sistem bertingkat ala Liga Champions. Klub peringkat pertama, kedua, ke-17 dan ke-18 tidak sama besaran uang yang diterima," kata Kusnaeini.
Satu yang pasti, saat ini Indonesia masih dalam kondisi darurat. Walau tidak ada penguncian wilayah atau lockdown seperti di sejumlah negara, aktivitas pemerintahan dan kegiatan masyarakat masih sangat dibatasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sistem belajar belum tatap muka atau masih daring, sebagian besar perusahaan menerapkan kerja dari rumah atau work from home, kegiatan yang mengundang kerumunan massa pun masih masuk kategori haram.
Hal ini yang membuat PT Liga Indonesia Baru (LIB) merancang kompetisi dengan sistem bubble. Harapannya liga sepak bola bisa berjalan walau situasi tak ideal, sehingga bisa berdampak pada Timnas Indonesia.
Kusnaeni menyarankan, sebelum Kongres PSSI pada 29 Mei nanti, diadakan rapat umum pemegang saham PT LIB. Dalam rapat tersebut diambil mufakat terbaik tentang kompetisi, yang tak melulu demi kebaikan Liga 1, tetapi juga memikirkan Liga 2 dan Liga 3.
"Sekarang pertanyaan ada di klub, sanggup enggak menerapkan protokol kesehatan kompetisi? Sanggup enggak menjalani kompetisi dengan sistem home and away? Kalau dua hal ini saja tak bisa, ya buat apa berdebat ada degradasi," kata Kusnaeni.
Sementara itu, Direktur Utama PT LIB Akhmad Hadian Lukita yang coba dikonfirmasi CNNIndonesia.com mengenai polemik kompetisi tanpa degradasi belum bisa memberikan keterangan lisan maupun tulisan.
(abd/ptr)