Jakarta, CNN Indonesia --
Bila ada yang bertanya siapa pasangan kekasih paling dikenang dalam sejarah Indonesia, Alan Budikusuma dan Susy Susanti lewat raihan emas Olimpiade Barcelona 1992 bisa jadi salah satu jawaban terbanyak.
Olimpiade 1992 adalah sejarah terbesar Indonesia di pesta olahraga terbesar sejauh ini. Dalam ajang yang berlangsung di Barcelona, Spanyol, itu Indonesia meraih dua medali emas lewat Alan Budikusuma dan Susy Susanti.
Untuk bisa mewujudkan mimpi meraih emas dan jadi pengantin Olimpiade, jalan yang dilalui Alan dan Susy terbilang terjal dan berliku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kurang dari tiga bulan jelang Olimpiade 1992, Alan didera stres. Itu akibat kegagalan meraih poin dalam laga final Piala Thomas 1992 pada 15 Mei 1992 di Malaysia. Alan gagal menaklukkan tunggal putra andalan Malaysia, Foo Kok Keong.
Kekalahan itu diulas media massa Indonesia dengan tajam. Walau Alan bukan satu-satunya yang gagal memberi poin, ia jadi sasaran kritik. Sebagai pemain yang diandalkan meraih poin, Alan malah tampil di bawah performa terbaiknya.
Hingga dua pekan sepulang dari Malaysia, Alan masih belum bisa bangkit. Kegagalan di Piala Thomas itu membuatnya sangat menderita. Persiapan yang sangat keras agar bisa membawa pulang trofi legendaris ini terasa sia-sia.
Dalam situasi tertekan itu beruntung Alan punya rekan dan kerabat yang bijaksana. Mereka menyemangati Alan agar bangkit dan membuat kejutan di Olimpiade Barcelona yang tinggal dua bulan lagi. Alan akhirnya bangkit.
 Alan Budikusuma datang ke Olimpiade Barcelona 1992 dengan kondisi terpuruk dari segi mental usai kalah di final Piala Thomas 1992. (ALBERTO MARTIN / AFP) |
"Kalau saja saat itu hari-hari saya tidak dibantu dan didampingi dengan obrolan-obrolan bersama Susy, orang tua, pelatih, dan Koh Eddy (Kurniawan), mungkin saya berpikir lebih baik berhenti saja. Karena di titik itu, saya sendiri juga sudah tak yakin," kata Alan dalam Testimoni CNNIndonesia.com.
Karena tekanan batin ini, Alan tidak ditarget medali emas oleh PBSI. Sebaliknya, Ardy Wiranata yang jadi tumpuan. Selain karena tampil lebih stabil pada 1992, Ardy juga menempati peringkat dunia lebih baik dari Alan.
Rupanya hal tersebut malah membuat atlet kelahiran Surabaya, 29 Maret 1968 ini lebih tenang. Ia kembali berlatih dengan keras dalam asuhan Indra Gunawan. Kritik media massa yang sempat menghantuinya lantas jadi cambuk motivasi.
Pada laga perdana Olimpiade 1992, Alan berhadapan dengan wakil Singapura, Koh Leng Kang. Pada babak 64 besar ini Alan tampil percaya diri sehingga menyudahi pertandingan dengan skor fantastis: 15-2 dan 15-2.
Selanjutnya pada babak 32 besar Alan bertemu wakil Thailand Sompol Kukasemkij. Pada gim pertama Sompol memberi perlawanan ketat dan memaksa laga berakhir dengan skor 15-11 untuk Alan. Namun pada gim kedua ia menang mudah 15-2.
Kemudian di babak 16 besar bertemu wakil Uni Soviet Andrey Mikhaylovich Antropov. Sempat kerepotan pada awal gim, Alan lantas bisa menyingkirkan salah satu jagoan asal Eropa tersebut dengan skor mutlak 15-4 dan 15-7.
Kemenangan ini membuat Alan berhadapan dengan wakil Korea Selatan Kim Hak Kyun. Lewat perjuangan keras, Alan unggul 15-9 dan 15-4. Hal ini membuat Alan harus berhadapan dengan jagoan asal Denmark, Thomas Stuer-Lauridsen di babak semifinal.
"Saya berusaha untuk tidak terbebani. Kembali, saya hanya fokus tanpa memikirkan hasil. Trauma kekalahan di Piala Thomas sudah hilang seiring kemenangan yang saya dapat di babak sebelumnya," kata Alan membeberkan.
Sempat kejar-kejaran poin, Alan akhirnya menutup gim pertama dengan skor 18-14. Pada gim kedua, pemain yang memulai kariernya dari PB Rajawali (Surabaya) ini tampil lebih berani dan lepas sehingga unggul dengan kedudukan 15-8.
Kesuksesan mengalahkan Stuer-Lauridsen membuat Alan tenang. Pasalnya, medali emas dari nomor tunggal putra bulu tangkis sudah pasti milik Indonesia. Ini karena di partai final Alan akan berhadapan dengan Ardy Wiranata.
Walau begitu duel emas sesama Indonesia ini berlangsung sengit. Gim pertama Alan unggul 15-12 dan pada gim kedua menang 18-13. Kesuksesan ini sedikit banyak dipengaruhi kesuksesan sang kekasih, Susy yang meraih medali emas lebih dulu.
Alan mengaku bahwa ia sebenarnya lebih mengkhawatirkan Susy dibanding dirinya sendiri di final Olimpiade.
"Sebelum lawan Ardy di final, saya justru lebih khawatir pada Susy. Saya berharap Susy bisa menang. Kalau saya lawan Ardy, siapapun yang menang kan tetap Indonesia," ucap Alan.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Bila Alan terbebani oleh hasil buruk di Piala Thomas, Susy juga menyandang beban yang tak kalah berat menuju Olimpiade 1992. Beban tersebut lantaran Susy sudah digadang-gadang dan diandalkan Indonesia untuk meraih emas. Alan mengisahkan, selama masa persiapan menuju Barcelona Susy 'dihantui' kata menang dan emas. Hampir semua orang percaya Susy bisa mencetak sejarah.
"Jelang keberangkatan ke Olimpiade, Susy punya beban yang sangat besar. Karena setiap ketemu pengurus di luar badminton, Susy selalu mendapat sapaan 'Menang ya' atau 'Medali Emas ya!'," kata Alan mengisahkan perjalanan sang istri.
Jelang Olimpiade, Susy juga menderita kekalahan di beberapa kejuaraan besar. Saat Kejuaraan Dunia 1991 Susy meraih medali perunggu, sedangkan di All England 1992 kalah di babak 16 besar dari tunggal putri China, Ye Zhaoying.
Susy mengawali perjuangannya dengan melawan wakil Jepang Harumi Kohara pada babak 32 besar. Pada laga perdana karena lolos bye dari babak 64 besar ini Susy menang mudah 11-2 dan 11-2.
Pada babak 16 besar Susy ditantang wakil Australia, Wong Chun Fan. Hampir mirip dengan pertandingan sebelumnya, Susy tak mengalami kendala berarti. Dara kelahiran Tasikmalaya, 11 Februari 1971 ini menang 11-4 dan 11-2.
Selanjutnya pada babak delapan besar jumpa wakil Thailand, Somruthai Jaroensiri. Sempat melawan pada awal gim pertama, Susy lantas membuat andalan Negeri Gajah Putih ini tak berkutik lewat skor 11-6 dan 11-1.
 Alan dan Susy masih banyak dikenal orang meski Olimpiade Barcelona sudah berlalu hampir 30 tahun. (Dokumen Pribadi) |
Di babak semifinal, Susy ditunggu jagoan China, Huang Hua, yang mengalahkannya di Kejuaran Dunia 1991. Ini membuat adrenalin Susy terpacu. Ia berhasrat membalas kekalahan saat tampil di Makau tersebut.
Benar saja, Susi memang mudah 11-4 dan 11-1. Namun, Susy dan tim Indonesia tak tenang, sebab lawan yang akan dihadapi di final adalah wakil Korea Selatan, Bang Soo Hyun, yang menyingkirkan Sarwendah pada babak delapan besar lewat rubber gim.
Benar saja, pada gim pertama Susy takluk dengan skor 5-11. Ini membuat lawan di atas angin. Namun, Susy yang dalam tekanan malah bisa bangkit. Pada set kedua Susy unggul 11-5, sehingga harus dituntaskan lewat set ketiga.
Pada gim penentuan ini Susy berinisiatif menekan. Tak sia-sia, Soo Hyun kehilangan fokus karena terburu-buru ingin mengejar ketertinggalan. Susy memastikan medali emas lewat skor 11-3.
Dua medali emas bulu tangkis ini menggemparkan Tanah Air. Inilah medali emas pertama Indonesia dalam sejarah keikutsertaan di Olimpiade sejak 1952. Selain meraih dua emas, bulu tangkis juga menyumbang dua perak dan satu perunggu.
Tim Bulutangkis Indonesia disambut bak pahlawan saat tiba di Bandara Soekarno Hatta. Mereka di arak keliling Jakarta.
"Deretan ribuan orang yang sudah menanti kami [di bandara Soekarno Hatta]. Mereka mengelu-elukan nama kami. Kami diarak keliling Jakarta dan saya semakin sadar betapa besarnya arti emas ini untuk publik Indonesia," tulis Alan dalam kolomnya di CNNIndonesia.com.
Dalam penuturan kepada CNNIndonesia.com beberapa waktu lalu, Susy mengakui bahwa ia menjalin kasih dengan Alan sejak 1988. Keduanya adalah atlet muda yang masuk dalam program pelatnas pratama PBSI.
Program pelatnas pratama PBSI adalah program jangka panjang yang sudah dibentuk sejak 1985 demi proyek medali emas di Olimpiade Barcelona 1992. Alan dan Susy pun tumbuh bersama di Pelatnas PBSI sejak usia belasan.
"Kami pacaran sejak tahun 1988. Namun jangan diartikan pacaran seperti bagaimana layaknya remaja-remaja lainnya. Status kami saja yang pacaran, namun kami tetap sibuk dengan latihan masing-masing," tutur Susy menjelaskan.
Hubungan pacaran Alan dan Susy yang tak selamanya mulus. Terkadang hubungan ini yang jadi kambing hitam ketika salah satu dari mereka menelan kekalahan.
Karena itu, ketika Alan dan Susy sukses meraih medali emas Olimpiade 1992, hal itu seolah jadi pembuktian dari pasangan tersebut.
"Saat itu Pak Try (Soetrisno) yang tengah menjabat sebagai Ketua Umum PBSI bahkan bercanda akan menikahkan kami secepatnya karena momennya sangatlah pas, usai kami menang di Barcelona," ucap Susy.
Selepas juara Olimpiade Barcelona 1992, Alan dan Susy akhirnya menikah lima tahun kemudian. Nama mereka pun makin abadi sebagai 'Pengantin Emas Olimpiade', pengukir sejarah Indonesia di pentas dunia.
[Gambas:Video CNN]