Jakarta, CNN Indonesia -- ‘Mesin’ Partai Amanat Nasional kini berada di tangan tokoh berlatar belakang nonpolitik bernama Eddy Soeparno. Pria 50 tahun blasteran Medan-Cirebon itu selama ini berkecimpung di dunia perbankan. Ia menjabat sebagai Direktur Keuangan Bakrie & Brothers, dan pernah menjabat sebagai Direktur Keuangan Merrill Lynch, bank investasi asal Amerika Serikat.
Sebelum bergabung dengan Bakrie Group pada Juli 2008, ia bekerja di berbagai belahan dunia, termasuk di Singapura dan Hong Kong. Pengalaman manajerial di berbagai perusahaan itulah yang membuat Eddy dipilih sebagai Sekretaris Jenderal PAN mendampingi Zulkifli Hasan. Jabatan itu dipercayakan kepada Eddy oleh pendiri PAN Amien Rais. Amien pula alasan Eddy akhirnya memutuskan terjun ke dunia politik.
Seberapa dekat hubungan Eddy dengan Amien, bagaimana awal perkenalan mereka, seperti apa ambisi Eddy menjadikan politik yang penuh ketidakpastian menjadi subjek terukur, dan bagaimana kesiapannya menghadapi perubahan pola hidup dari seorang
businessman menjadi politikus? Berikut wawancara wartawan CNN Indonesia, Christie Stefanie, dengan Eddy Soeparno.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana kisah Anda dari seorang praktisi ekonomi bisa tertarik menjadi politikus?Saya 20 tahun di perbankan, 7 tahun di sektor industri. Jadi sudah menggeluti dunia itu secara profesional selama 27 tahun. Saya sudah berada di posisi yang mapan dan saya memang punya ketertarikan untuk masuk ke politik. Tahun 2002 ketika pertama kali bertemu Amien Rais, di situ wawasan saya tentang politik terbuka.
Bagaimana awal pertemuan Anda dengan Amien Rais?Tahun 2002 itu saya diminta oleh teman saya, (mantan politikus PAN) Jeffrie Geovanie untuk membantu mengatur perjalanan Pak Amien ke Eropa. Waktu itu Pak Amien masih jadi Ketua MPR. Saat itu Pak Amien hendak ke Eropa, tapi jadwal yang telah disusun sebelumnya mendadak jadi tidak pasti karena
organizer-nya tidak bisa memastikan (terlaksananya) pertemuan-pertemuan penting yang hendak dilakukan Pak Amien.
Kemudian saya katakan, saya akan mengusahakan mengatur pertemuan-pertemuan Pak Amien dengan pihak-pihak di Eropa. Pertama, Pak Amien ke Jerman hendak bertemu dengan Pak Habibie. Maka saya atur itu. Kemudian Pak Amien akan memberikan kuliah terbuka di Universitas Leiden, Belanda, di gedung utama –gedung yang hanya bisa digunakan oleh guru-guru besar mereka.
Setelah itu kami ke parlemen Eropa bertemu wakil ketua parlemennya. Kami juga ke Perancis, Inggris, bertemu berbagai pihak, mulai media sampai pejabat pemerintah.
Di London ketika hendak pulang ke Indonesia, Pak Amien berkata pada saya, “Mas, ketika sampai di Jakarta, mas harus ikut saya. Anda bantu saya seterusnya. Anda itu ‘Adidas’ –IQ di atas rata-rata. Akhirnya saya bilang “Oke, Pak. Saya akan coba membantu, tapi saya tidak bisa melepaskan pekerjaan saya.” Waktu itu saya sebagai Direksi Bank.
(Pada 2000-2004, Eddy Soeparno menjabat sebagai Direktur & Kepala Energi ABN AMRO Bank N.V. di Indonesia. ABN AMRO Bank N.V. merupakan bank milik pemerintah Belanda yang berkantor pusat di Amsterdam, Belanda.)Sejak itu saya membantu Pak Amien, termasuk Amien Rais Center pada 2002. Dari situ terus bergulir.
Pada 2004 ketika saya bantu Amien Rais dalam kampanye Pemilu Presiden, saya menginjakkan kaki pertama kali di dunia politik –meski bukan politik praktis melalui partai. Setelah (Amien Rais) kalah (dalam Pemilu), saya kembali ke habitat saya di perbankan.
Lalu pada 2008, nasabah saya di bank, kelompok usaha Bakrie, mengajak saya bergabung dengan mereka. Jadi selama tujuh tahun saya bergabung dalam kelompok Bakrie sebagai Direktur Keuangan dari seluruh kegiatan usaha mereka.
Tetapi ketertarikan saya ke dunia politik tidak pernah surut. Bahkan interaksi saya dengan teman-teman politik sangat kuat. Di satu pihak, teman-teman PAN itu teman dekat saya sehingga interaksi kami sangat intens. Di pihak lain, dengan teman-teman Golkar karena pimpinan (perusahaan) saya kan Ketua Umum Golkar (Aburizal Bakrie).
Jadi saya tidak pernah lepas dari kegiatan atau kabar soal jatuh-bangun atau naik-turun yang ada di dunia politik. Saya pikir, kami yang berminat dengan politik bisa melakukan dua hal. Pertama, duduk di balik meja, mengkritisi, dan memberi pendapat sebagai pengamat.
Atau kedua, betul-betul terjun menjadi pelaku. Terjun ke dunia politik dengan tujuan membagi pengalaman dari sektor riil dan mengaplikasikannya ke politik, terutama terkait prinsip manajemen, kedisplinan, dan pengaturan yang bersifat lebih sistematis.
Bisa juga datang ke dunia politik untuk melakukan perubahan. Saya tidak mengatakan untuk melakukan perubahan secara drastis, sebab 180 derajat itu tidak mungkin. Tapi saya ingin melakukan perubahan secara bertahap, yang bisa tercapai dalam kurun waktu yang kami targetkan.
Saya mau melakukan perubahan itu dengan pandangan teman-teman di partai bisa mengakomodasi perubahan itu dari satu tahap ke tahap berikutnya dalam kurun waktu yang mungkin cukup lama. Perubahan itu untuk membuat partai berplatform modern sehingga ketika partai ini tumbuh lebih besar dan lebih diperhitungkan di Indonesia, partai ini memiliki sistem manajemen yang mapan, bukan manajemen keroyokan.
Itu tugas yang diberikan Ketua Umum kepada saya dan saya terima. Saya masuk ke sini (PAN) sebagai orang yang tidak punya latar belakang politik, ditaruh di posisi Sekjen. Padahal sekjen seluruh partai politik di Indonesia itu orang-orang politik. Mungkin saya satu-satunya sekjen partai yang bukan orang politik. Saya orang dengan latar belakang yang tidak sama.
Andai akademisi atau pengamat politik, mungkin nyerempet dengan dunia politik. Tapi saya tidak, dan saya nyaman saja. Sebab orang politik di partai itu banyak sekali. Jadi untuk menjalankan fungsi politik dan menjalin komunikasi politik, sudah banyak orang di partai.
Bisa dikatakan orang partai itu pakar politik semua. Di PAN ada (Ketua Dewan Pimpinan Pusat) Yandri Susanto, (Wakil Ketua Umum) Mulfachri Harahap, (Wakil Ketua umum) Asman Abnur, dan lain-lain. Jadi saya tidak canggung. Saya serahkan urusan politik ke mereka, tapi beri saya kesempatan memperbaiki sistem dan organisasi di dalam partai.
Di dunia bisnis, Sekjen PAN Eddy Soeparno merupakan anak buah Aburizal dan Nirwan Bakrie di Bakrie & Brothers. Namun relasi bisnis dengan Ical yang notabene merupakan Ketua Umum Golkar itu ternyata tak berpengaruh terhadap preferensi politik Eddy.
Jadi Anda bersentuhan dengan dunia politik sudah sejak lama. Tapi apa yang akhirnya membuat Anda yakin sehingga bersedia bergabung resmi dengan PAN?
Saya sudah lama berguru dengan Pak Amien Rais. Dia figur orang tua dan guru politik saya. Ketika Pak Amien memunculkan usulan (Sekjen) ini ke saya, saya pertama kali menyambutnya tidak dengan “No,” karena saya tahu tidak mungkin Pak Amien menawarkan sesuatu ke saya kalau beliau tidak yakin saya mampu melakukannya.
Saya juga melihat figur Ketua Umum PAN Zuklifli Hasan. Dia figur muda progresif, relatif tak berkonflik dengan orag lain, bisa diterima di mana-mana, dan figur pemimpin muda yang masih prospektif ke depan. Tapi untuk mendukung rencana besarnya sebagai Ketua Umum, dia membutuhkan seseorang yang bisa mengelola ‘dapur.’
Saya melihat perpaduan antara saya dan Ketua Umum itu ideal. Ketua Umum mengelola partai dan mengurusi hal-hal yang bersifat politik, komunikasi, dan relasi dengan pihak-pihak di kancah politik itu, sedangkan saya megurusi ‘dapur’ dan mempersiapkan partai pada kondisi siap untuk the next big step.
Saya akan memfungsikan kesekjenan ini lebih pada pelayanan. Kami melayani kebutuhan kader dan anggota. Konsep saya adalah their problem is my problem. Sekjen bukan lagi orang dengan tugas sebagai motor penggerak partai yang bersifat top-down. Saya justru akan menampung keluhan dari bawah untuk membantu menyelesaikan bersama-sama permasalahan di partai. Jadi ke depannya it’s not a one way street.
Kapan Pak Amien menawarkan usulan untuk menjadi Sekjen?
Satu hari setelah Kongres selesai. Kongres kan selesai Senin, 2 Maret. Jadi hari Selasa, 3 Maret, Pak Amien menghubungi saya. Lalu hari Rabu, 4 Maret, saya bertemu dengan Pak Amien dan Ketua Umum.
Anda kan juga dekat dengan Pak Ical. Apa tidak pernah ditawari bergabung ke Golkar?
Enggaklah. Selama saya di Bakrie & Brothers, saya selalu memosisikan diri sebagai profesional. Saya tidak pernah menyentuh masalah politik meski bersinggungan dengan orang-orang politiknya. Sehingga mungkin Pak Ical dan Pak Nirwan Bakrie (Chairman Bakrie & Brothers) tidak berpikir saya punya niat untuk masuk ke politik.
Tapi mereka juga tahu afiliasi saya dengan PAN dan Pak Amien Rais. Jadi mungkin itu yang membuat mereka tak terlalu berpikir saya memiliki ketertarikan untuk masuk partai (Golkar).
Apa yang jadi tantangan bagi Anda sebagai orang berlatar belakang ekonomi yang masuk ke partai?
Tantangan bagi saya saat ini adalah memahami kondisi politik paling aktual. (Aturan) KPU, rencana interlepasi Menteri Hukum dan HAM, (konflik) Golkar, Koalisi Merah Putih-Koalisi Indonesia Hebat. Itu hal-hal yang sebelumnya saya ketahui dari media saja. Sekarang saya terjun ke dunia politik dan mengetahui langsung itu.
Tetapi teman-teman saya yang sudah ada di partai cukup lama kan mengikuti berbagai persoalan itu dari awal, sehingga saya untuk memahami dan mendalami isu-isu itu istilahnya harus play catch up dengan mereka. Untuk itu saya memang sangat bersyukur memiliki teman yang sangat mumpuni. Mereka sangat sabar memberikan pemahaman pada saya akan hal itu (isu-isu politik).
Apa beda mengurusi persoalan ekonomi dengan politik?
Ekonomi itu predictable, structured. Sudah ada relnya, ketentuannya jelas. Sementara di politik memang level ketidakpastiannya tinggi. Tetapi saya ingin membangun partai dengan basis sistem modern, supaya hal-hal yang semula tidak bisa kami antisipasi, jadi bisa kami antisipasi. Jadi ada tolak ukurnya.
Misalnya kami ingin mencapai hasil sesuai target pada pemilihan kepala daerah. Tentu banyak faktor eksternal yang menentukan apakah target tersebut akan tercapai atau tidak. Tapi setidaknya kalau kami punya sistem seperti mekanisme pengkaderan, menjalin koalisi, mengatur relawan dan saksi secara sistematis pada tahap implementasi, paling tidak output-nya bisa terukur. Kalaupun outcome-nya berbeda dari target semula, paling tidak deviasinya tak terlalu jauh sehingga element of surprise-nya tidak tinggi.
Artinya Anda ingin menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan ke dalam manajemen partai?
Saya membenahi sistem manajemen partai. Saya tidak bisa menerapkan secara mutlak seluruh prinsip manajemen di korporasi ke dalam partai, tetapi prinsip-prinsip dasarnya bisa seperti kedisiplinan, tepat waktu, dan tepat target. Kami juga akan melakukan sistem evaluasi.
Pola rekrutmen dan pelatihan kader juga sangat penting. Salah satu dosa terbesar adalah jika kami tidak menyiapkan generasi berikutnya di partai. Jika mau bercokol terus di atas, itu sudah salah besar. Kami di partai betul-betul hanya transit untuk mempersiapkan generasi berikutnya yang akan memimpin partai. Saya mau pengkaderan dibuat secara lebih terstruktur, sistematis, dan baku.
Soal target pencapaian produk legislasi kan tergantung lobi dengan partai lain juga?
Dari awal ini kan belum ada target. Ya cari contoh kasus saja untuk menemukan format yang ideal. Misalnya tanya ke teman-teman di fraksi, “Kalau kalian diberi target sekian, kalian bisa memenuhi target mana saja?” Kalau jawaban mereka, “Kami tidak bisa memprediksi produk legislasi memenuhi target berapa persen,” oke. Tapi paling tidak keberadaan mereka di DPR bisa menjamin berapa persen perolehan suara untuk partai selama lima tahun ke depan?
Saya juga ingin tahu, berapa kali mereka bisa terjun ke daerah dalam setahun? Apa yang bisa mereka capai dengan mengunjungi konstituen mereka? Hal-hal seperti itu kan ada di dalam kontrol mereka.
Termasuk laporan hasil kunjungan kerja anggota fraksi dan latar belakangnya yang diminta Ketua Umum Zulkifli Hasan pada Rapat Kerja Nasional PAN?
Pak Zulkifli Hasan ingin menjadikan PAN sebagai partai yang lebih terbuka bagi publik. Seluruh anggota DPR kan etalase kami, jadi etalase itu harus approachable. Jangan sampai tertutup, misalnya mereka hanya duduk di DPR, melakukan komunikasi dan lobi politik saja, tapi tidak kelihatan prestasinya apa, terutama di mata konstituen mereka.
Mereka wajib menyampaikan kepada konstituen apa yang telah terlaksana dari hal-hal yang dijanjikan selama kampanye, karena mereka punya tanggung jawab kepada konstituen. Pertanggungjawaban itulah yang akan kami sampaikan ke publik supaya masyarakat tahu bahwa PAN ini tidak hanya mengobral janji, tetapi bisa mewujudkan janji tersebut. Pilihan Eddy untuk 'banting setir' dari dunia bisnis ke dunia politik dengan menerima jabatan Sekjen PAN, tak langsung direspons positif oleh keluarganya. Pola hidup yang berubah menjadi pikiran tersendiri.
Bagaimana respons keluarga saat tahu Anda menerima tawaran Amien Rais sebagai Sekjen PAN?
Yang langsung terpikir oleh keluarga adalah perubahan pola hidup. Akan berubah drastis karena saya jadi ada di bawah mikroskop publik, terutama publik yang menjadi kader dan simpatisan PAN. Sekarang segala kehidupan saya bisa disorot, padahal sebelumnya orang tak mempedulikan.
Selain itu, saya ini kan bekerja penuh waktu di PAN. Maka saya akan meninggalkan pekerjaan saya di Bakrie & Brothers. Tapi saya katakan (ke keluarga), kami secara ekonomi kan independen. Saya juga masih akan dimanfaatkan Grup Bakrie sebagai penasihat. Jadi saya tidak terlalu khawatir (soal biaya hidup keluarga).
Saya juga punya keinginan sendiri untuk usaha sendiri. Sekarang ini saya punya usaha peninggalan almarhum orang tua saya, yakni penambangan timah di Bangka Belitung. Ada juga usaha umrah dan haji. Itu sudah berjalan. Jadi sudah waktunya (saya terjun ke dunia politik).
Bagaimana PAN saat ini menurut Anda?
Dari kacamata publik (saat pelantikan pengurus PAN) terlihat kalau partai ini mampu mempersatukan perbedaan dan memecahkan kebuntuan komunikasi politik.
(Pelantikan pengurus DPP PAN 2015-2020 yang digelar di Balai Sudirman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (6/5), dihadiri oleh puluhan tokoh politik nasional, mulai anggota Koalisi Merah Putih sampai Koalisi Indonesia Hebat seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Hanura Wiranto, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKPI Sutiyoso, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum PPP Djan Faridz, Presiden Jokowi beserta jajaran menterinya, dan para pemimpin lembaga negara.)
Itu salah satu keistimewaan Ketua Umum saya, Zulkifli Hasan. Dia Ketua MPR, figur yang memiliki kadar konflik sangat rendah, komunikator yang baik, dapat menempatkan diri dengan sangat humble sehingga permintaan dari pihak-pihak yang memiliki keinginan berbeda bisa beliau akomodasi dengan baik.
Dengan adanya persepsi positif itu, kami ingin menangkap momentum supaya ke depan pemberitaan-pemberitaan soal PAN jadi sangat baik. Oleh sebab itu kami juga minta kepada kader untuk tak melakukan hal-hal yang bisa merusak momentum positif ini.
Saat mengundang Koalisi Indonesia Hebat ke acara pelantikan pengurus PAN, apakah mereka langsung mengiyakan? Bagaimana dengan Megawati?
Banyak yang langsung bilang “Iya,” dan ketika dikonfirmasi lagi mereka memang berencana akan datang. Untuk Ibu Mega, itu kami memang perlu lobi khusus.
Selain mendapat respons positif, ada yang curiga tidak dengan undangan dari PAN? PAN kan secara formal bukan anggota KIH.
Dianggap terlalu genit, maksudnya? Enggak pacaran sama KIH tapi genit-genitan, begitu? Enggaklah. Sejauh ini posisi kami firm di Koalisi Merah Putih. Komitmen kami sebagai partai yang mendorong program-program prorakyat, tapi mengkritisi secara produktif dan konstruktif program-program yang belum optimal.
PAN masih tetap begitu. Seperti kata Ketua Umum, berada di luar pemerintahan itu hal yang mulia dan terhormat. Jadi enggak ada kaitan (antara undangan PAN untuk KIH) dengan ada reshuffle atau apa. Kami lihat sesuatu yang di depan mata saja.
Ada isu-isu besar di depan kita. Pertumbuhan ekonomi saat ini 4,7 persen. Itu pertanda bahwa pengangguran akan naik. Harga komoditas turun, komoditas andalan kita juga nilainya jatuh, sehingga ekspor kita berkurang.
Selanjutnya soal produsen. Produksi pabrik turun karena kemampuan beli masyarakat mulai berkurang. Di Indonesia kelesuan ini terasa sekali. Selama ini kan pertumbuhan ekonomi kita di atas lima persen. Ini kali pertama pertumbuhan ekonomi jauh di bawah prediksi lima persen. Jadi kalau penyerapan anggaran tak terlaksana di kuartal kedua, sampai akhir tahun ini akan susah. Itu yang kami khawatirkan.
Apalagi sekarang nilai tukar rupiah sudah Rp 13 ribu per dolar AS. It’s not a good sign, perlu diantisipasi, dan kita semua melihat koordinasi di dalam kabinet mungkin masih perlu dibenahi antarmenteri. Kalau sudah menjadi menteri, dia tidak punya waktu lagi untuk pakai kaus kaki, sepatu. Dia harus lari. Pakai sepatunya harus sambil lari. Apalagi sekarang kondisi sudah cukup mengkhawatirkan.
Jadi menurut Anda sebagai praktisi ekonomi, para menteri bidang ekonomi masih perlu diberi waktu lagi atau tidak?
Menurut saya pengambilan keputusannya harus cepat. Sekarang ini kan proses pembuatan keputusannya lambat, termasuk karena soal birokrasi. Tapi birokrasi masih bisa dipangkas. Yang enggak mau dilakukan (menteri) adalah jangan sampai keputusan yang dibuat hari ini lantas menjadi bumerang di kemudian hari, di mana si menteri dianggap melanggar ketentuan. Misalnya ketika memangkas jalur-jalur birokrasi, ternyata di dalamnya ada regulasi-regulasi yang tidak diperhatikan, kemudian hal itu menyebabkan menteri itu berhadapan dengan penegak hukum.
Dulu kita kan sangat senang ketika Pak Jusuf Kalla bisa mengambil keputusan cepat, sehingga apa yang tertunda-tunda itu bisa berjalan. Sekarang kita belum lihat itu, padahal kita enggak bisa lama-lama.
Bila menurut Anda ancaman ke depan itu ada di sektor ekonomi, apa kontribusi PAN ke pemerintah?
Kami membuat rekomendasi-rekomendasi (untuk pemerintah) seperti dalam Rakernas kemarin. Itu rekomendasi terbuka, mudah-mudahan bisa diterima. Kami juga membantu melalui teman-teman yang bekerja di komisi terkait ekonomi di parlemen, lewat legislasi. Jadi jika ada ketentuan legislasi yang perlu dibuat, diperbarui, dan perlu kesepakatan dari DPR, teman-teman PAN bisa berkontribusi di situ sepanjang itu untuk pertumbuhan ekonomi.
Kemudian sekarang kepala-kepala daerah dari PAN mendesak pemerintah mencairkan dana bantuan desa, sebab itu sangat diperlukan. Jadi selain di legislatif, di daerah-daerah lewat kader-kader kami di eksekutif, PAN juga berkontribusi dalam pembangunan melalui pertumbuhan ekonomi.