Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai persiapan pembahasan RAPBN 2016 telah menimbulkan gejala kuat adanya perampokan sistematis anggaran rakyat untuk dana politik.
Dana politik tersebut ditengarai untuk persiapan pertarungan politik jangka panjang, baik di ajang Pemilihan Kepala Daerah maupun Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Manajer Advokasi-Investigasi FITRA Apung Widadi, upaya menyedot dana politik dari APBN 2016 terlihat dari kuatnya ambisi Dewan Perwakilan Rakyat memperjuangkan dana aspirasi mencapai Rp 11,2 triliun serta upaya mencairkan dana bantuan partai politik hingga Rp 10 triliun pertahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apung menilai, kedua dana tersebut bukanlah sebuah urgensi yang patut direalisasikan. Alasannya, kondisi perekonomian Indonesia saat ini tidak dalam keadaan yang sehat.
Dia pun mengimbau DPR dalam hal ini dapat meredam hasrat kepentingan kelompok dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak.
"Kami harap DPR bisa lebih terbuka matanya dan lebih objektif memperjuangkan kepentingan rakyat. Saat ini jelas bahwa kepentingan partai politik di DPR begitu dominan menekan pemerintah cairkan dana-dana politik secara legal," ujar Apung di sela diskusi di bilangan Cikini, Jakarta, Ahad (28/6).
Apung menganggap APBN seharusnya bisa lebih diprioritaskan untuk membiayai belanja publik di sektor publik, kesehatan, dan pangan. DPR patut prihatin terlebih mengingat defisit APBN-P 2015 mencapai Rp 220 triliun atau hampir mendekati 1,9 persen.
Bahkan, berdasarkan catatan FITRA, APBN 2016 disinyalir mencapai defisit 2,2 persen yang berpotensi mencari utang luar negeri untuk menutup defisit dengan nilai taksiran mencapai Rp 150 triliun. "Jadi jelas dana-dana yang ngotot diperjuangkan parlemen itu belum mendesak dan belum dibutuhkan," ujar Apung.
(meg)