Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebelum ditetapkan menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Urusan ujian, bukanlah hal baru bagi lelaki kelahiran Semarang ini.
Sutiyoso selalu menyebut dirinya orang lapangan. Dia bangga dengan sebutan itu. Dengan dia bisa selamat hingga saat ini adalah bukti keandalannya di lapangan. Dan untuk menjadi orang lapangan bukanlah hal mudah.
Sebagaimana disebutkan dalam bukunya “Sutiyoso, The Field General: Totalitas Prajurit Para Komando,” sejak kecil, Sutiyoso bercita-cita jadi tentara. Ketika SMA, Sutiyoso disebut gemar tarung fisik alias berkelahi dan sering menang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Entah mengapa, meski bercita-cita jadi tentara, begitu lulus SMA Sutiyoso tidak langsung mendaftar ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang. Dia malah masuk Fakultas Teknik Universitas 17 Agutus (Untag) Semarang. (Baca juga:
Sutiyoso, Jenderal Lapangan yang Jadi Spion Jokowi)
Setahun Sutiyoso mengeyam bangku kuliah sebelum akhirnya dia memutuskan masuk Akmil dan diterima pada 1964. Mungkin butuh setahun bagi Sutiyoso untuk memastikan bahwa tentara adalah satu-satunya panggilan dalam hidupnya. Sutiyoso mendaftar Akmil tanpa memberitahu kedua orang tuanya.
Masuk Akmil menjadi pelajaran awal bagi Sutiyoso bahwa setiap tindakan ada konsekuensinya. Gara-gara SMA senang berkelahi dan sering menang, cukup banyak yang tidak begitu suka dengan Sutiyoso. Beberapa orang itu masuk lebih dahulu di Akmil dan jadi seniornya gara-gara Sutiyoso memilih setahun kuliah lebih dahulu itu.
Sudah jadi tradisi setiap junior yang masuk Akmil mendapatkan peloncoan, termasuk Sutiyoso. Masa perpeloncoan itu tampaknya jadi cara para senior yang sakit hati untuk melampiaskan dendam masa lalu SMA pada Sutiyoso. (Baca juga:
Bang Yos Miliki Harta Rp 23,05 Miliar dan 3 Harley Davidson)
Sutiyoso disebutkan sering jadi bulan-bulanan para seniornya. Dia dipukuli sampai babak belur. Bahkan, para senior itu memasangkan kalung karton bertuliskan “Kurang Permak” di leher Sutiyoso. Jadilah setiap senior yang bertemu memberikan “permakan”nya kepada Si "Kurang Permak" Sutiyoso itu.
Begitu beratnya peloncoan di Akmil, Sutiyoso sampai pernah berpikiran untuk melarikan diri. Belum lagi, saat masuk Akmil, Sutiyoso sempat dipanggil oleh ibunya untuk diminta mempertimbangkan kembali. Untunglah Sutiyoso tidak jadi melarikan diri akibat perpeloncoan.
Kalau dia melarikan diri karena tidak tahan, Sutiyoso tidak akan jadi seperti Sutiyoso sekarang. Kelar lulus Akmil, Sutiyoso lalu mengikuti beberapa kursus sebelum akhirnya bergabung dengan Pasukan Khusus (Dahulu Kopassanda, kini Kopassus). (Baca juga:
Pengamat Intelijen Ragukan Kapabilitas Sutiyoso)
Lebih dari setengah abad kemudian, tepatnya 51 tahun setelah perpeloncoan dan permakan di Akmil, Sutiyoso akan menghadapi ujian serupa di Komisi I DPR. Sutiyoso kini tengah menjalani ujian untuk jadi bos tilik sandi negara.
Sutiyoso akan menjadi pengatur lalu lintas informasi rahasia negara. Jabatan yang sangat strategis. Intelijen bukanlah hal baru bagi Sutiyoso. Karir Sutiyoso di tentara, banyak dihabiskan di Kopassus (Komando Pasukan Khusus), terutama bagian intelijen. "Saya intel di Koppasus. Jadi di Koppasus ada Sandhi Yudha, saya lama di situ,” katanya.
Beda dengan peloncoannya yang pertama, menghadapi ujian di DPR ini Sutiyoso sangat tenang dan percaya diri. Meski sudah tidak muda, Sutiyoso yang berusia 70 tahun itu masih macho. “Saya akan sampaikan visi misi saya soal BIN,” tegasnya. (Baca juga:
Menteri Pratikno Tampik Penunjukkan Sutiyoso Bagi-Bagi Jatah)
Uji kepatutan dan kelayakan di DPR tampaknya bakal dijalani Sutiyoso dengan mulus. Hampir semua fraksi sepakat dengan pilihan Presiden Jokowi menempatkan Sutiyoso jadi Kepala BIN. Fraksi PDIP bahkan telah memberikan selamat kepada Sutiyoso sebelum uji kepatutan dan kelayakan digelar.
Pemilihan Sutiyoso sebagai Kepala BIN bukan tanpa penolakan. Beberapa korban peristiwa penyerangan Kantor PDIP di Jalan Diponegoro pada 27 Juli 1996 atau dikenal denga Kudatuli telah memberikan laporan keterlibatan Sutiyoso yang waktu itu menjadi Pangdam Jaya. Banyak aktivis kemanusian juga menyatakan jika Sutiyoso jadi Kepala BIN, kasus yang melibatkan BIN terutama pembunuhan aktivis HAM Munir akan makin gelap diungkap. (Baca juga:
Ruhut: Sutiyoso Anggota KIH yang Belum Dapat Apapun)
Mengenai semua penolakan itu, Sutiyoso hanya memberikan jawaban yang terkesan ringan. "Kalau enggak ada yang nolak, enggak seru dong,” ujarnya.
(hel)