Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai ada banyak hal yang menyebabkan pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ini nampak tak berjalan, seperti maju mundur revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan dana partai politik.
Hal ini disampaikan Fahri menanggapi permintaan Jokowi kepada Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua.
Fahri menilai hal ini disebabkan karena Jokowi belum didukung orang-orang yang berkelas dan luar biasa di sekelilingnya. "Pak jokowi harus didampingi oleh para pembantu berkelas yang mengerti efek ujung suatu keputusan," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Fahri, Jokowi memiliki kesempatan untuk mencari orang-orang terbaik untuk membantunya menjalani roda pemerintahan. Namun politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mempertanyakan adakah keinginan dari Presiden Jokowi untuk mengakomodasi orang-orang tersebut.
Selain itu, Fahri membandingkan pemerintahan Jokowi dengan pemerintahan era Presiden Soeharto. Dia meyakini, Soeharto dapat memimpin selama 32 tahun bukan hanya bermodalkan kekerasan semata. Namun karena Soeharto juga dibantu orang-orang luar biasa seperti Moerdiono yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Negara.
"Pak Jokowi belum ada kelas seperti itu, hambar kelasnya. Kelas lepas tangan. Presiden tidak boleh melakukan kesalahan. Itu menunjukan kualitas lembaga," ucapnya.
Diketahui, Presiden Jokowi baru menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua, yang mengubah minimal masa kerja 5 tahun menjadi 10 tahun pada 30 Juni atau satu hari sebelum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan dimulai 1 Juli 2015.
Setelah diprotes banyak kalangan, Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut. Dalam revisi itu, para pekerja yang kena PHK atau tidak lagi bekerja bisa mencairkan JHT sebulan setelah kehilangan pekerjaannya.
Selain itu, Jokowi juga pernah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara untuk pembelian kendaraan perorangan.
Namun Jokowi memutuskan merevisi perpres tersebut setelah menuai protes. Saat itu, Jokowi mengaku tidak membaca dan mempelajari perpres yang dia teken.
(rdk)