Jokowi Benteng Terakhir Gagalkan Pembangunan Gedung DPR

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Jumat, 21 Agu 2015 14:25 WIB
Merujuk Surat Edaran Menkeu No S-841/MK.02/2014, hingga kini Jokowi belum mencabut moratorium pembangunan gedung bagi lembaga dan kementerian.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan), dan Ketua DPR Setya Novanto (belakang) meninggalkan ruang Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat 14 Agustus 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo batal menandatangani prasasti Pencanangan Penataan Kawasan Parlemen yang telah disediakan DPR RI, saat Jokowi melakukan pidato kenegaraan 14 Agustus 2015 lalu.

Kegagalan Jokowi membubuhkan tandatangan tampaknya tidak menyurutkan 'kegigihan' parlemen untuk memiliki kantor baru dengan segala spesifikasi yang diinginkan. Setidaknya ada tujuh program pembangunan DPR berupa pembangunan fisik di kompleks yang berada di Senayan, Jakarta Selatan.

Wakil Ketua DPR RI Agus Hermanto mengatakan batalnya penandatanganan prasasti oleh Jokowi tidak berpengaruh dengan realisasi penganggaran pembangunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan agenda yang diterima CNN Indonesia dari DPR 14 Agustus lalu, Jokowi direncanakan untuk menandatangani prasasti pembangunan kompleks parlemen bersama dengan Ketua DPR Setya Novanto. Namun usai pemberian pidato, Jokowi tidak jadi menandatangani prasasti itu. Sumber istana menyatakan Jokowi masih belum berkenan dengan megaproyek DPR ini.

Diwawancarai terpisah, Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR Fahri Hamzah yang juga menjabat Wakil Ketua DPR RI, bersikukuh untuk memasukan anggaran pembangunan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. (Baca juga: DPR: Terlalu Dini Persoalkan Pembangunan Kompleks Parlemen)

"Kalau memasukan dalam RAPBN 2016 pasti karena sudah bagian dari rencana. Ya bertahap anggarannya (multiyears)," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di kawasan MPR, Jakarta, Jumat (14/8).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang juga Ketua Tim Reformasi DPR RI. (CNN Indonesia/Christie Stefanie)
Menurut Fahri, penggunaan anggaran proyek penataan kawasan parlemen dalam APBN nantinya merupakan hak dari Sekretariat Jenderal DPR. Sebagai lembaga legislatif, DPR hanya akan membantu perumusan ide pembangunan kawasan parlemen nantinya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebelumnya mengatakan proyek besar itu jadi upaya DPR menata kawasan parlemen. “Rencananya akan ada gedung baru. Ini sedang ditangani oleh para ahli dengan Tim Implementasi Reformasi DPR yang mendesain," ujar politikus Gerindra itu.

Hingga kini belum ada satupun anggota DPR RI yang merinci secara gamblang anggaran, meski kemudian telah muncul sayembara untuk mendesain komplek parlemen yang berhadiah total mencapai Rp 500 juta.

Namun, satu-satunya angka yang pernah tersebut adalah dari mulut Djaka Dwi Winarko, Biro Humas dan Pemberitaan Setjen DPR RI, bahwa pembangunan megaproyek DPR berada di kisaran Rp 1,6 triliun. (Baca juga: JK: Keputusan Resmi Soal Pembangunan DPR di APBN 2016)

Sikap Jokowi, Moratorium Pembangunan Gedung

Meski pihak DPR berkilah batalnya penandatangan prasati oleh Jokowi tidak akan menggagalkan pencanangan gedung baru, namun sangat jelas sikap Jokowi cukup beralasan mengingat ternyata Jokowi baru saja mengeluarkan aturan berupa moratorium pembangunan gedung bagi kementerian dan lembaga.

Moratorium tersebut tertuang dalam Surat Menteri Keuangan tertanggal 16 Desember 2014 perihal; Penundaan/Moratorium Pembangunan Gedung Kantor Kementerian/Lembaga. Surat itu dibuat menindaklanjuti arahan presiden pada Sidang Kabinet 3 Desember 2014, dan berlaku di luar pembangunan gedung pelayanan umum seperti rumah sakit dan sekolah.

Cukup jelas penolakan secara halus ini dilakukan oleh Jokowi dalam kunjungan resmi keduanya di DPR setelah pelantikan 20 Oktober 2014 silam, meskipun anggota DPR beberapa orang menafsirkan jika hal itu bukan bentuk pembatalan proyek. Padahal, cukup tegas moratorium pembangunan gedung kementerian dan lembaga akan tetap berlanjut hingga 2016 dan dicabut sampai waktu yang belum ditentukan.

Seperti dikatakan Askolani, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Jokowi memastikan moratorium diperpanjang untuk 2016 hingga waktu yang belum ditentukan.

"2015-2016 ada moratorium pembangunan gedung kementerian dan lembaga," kata Askolani kepada CNN Indonesia, Kamis (20/8).
Kalaupun ada pembangunan gedung, harus minta persetujuan presidenAskolani - Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan

Dalam poin (a) Surat Menkeu bernomor S-842/MK.02/2014, menyebutkan, "penundaan atau moratorium pembangunan gedung pemerintahan berlaku untuk pembangunan gedung kantor baru pemerintah yang akan dibangun mulai tahun 2015." (Baca juga: FITRA Minta Sayembara 300 Juta Desain Kompleks DPR Dibatalkan)

Pun, jika kemudian DPR berkeras untuk membangunnya di 2016, maka benteng terakhir ada pada Jokowi, sebagai orang nomer satu di negeri ini.

"Kalaupun ada pembangunan gedung, harus minta persetujuan presiden, hanya itu. Karena moratorium masih sampai 2016," ujar Askolani.

Dalam SK yang ditandatangani Bambang Brodjonegoro tersebut, kementerian dan lembaga yang memerlukan gedung baru diharapkan berkoordinasi dengan Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. (Baca juga: DPR Belum Taksir Biaya Proyek Gedung Baru)

Anggaran 'Terselubung'

Berdasarkan pernyataan Sekjen DPR RI yang memperkirakan total anggaran pembangunan kompleks DPR RI Rp 1,6 triliun, dengan proses multiyears hingga 2018 atau 2019, setidaknya diperlukan anggaran paling tidak Rp 500 miliar setiap tahunnya.

Hal itu sejalan dan dengan Rencana Kerja Anggatan Kementerian dan Lembaga (RKAKL) 2016, DPR telah dianggarkan menerima duit senilai Rp 4.659.970.787.000, yang terbagi dan dipecah menjadi dua, yaitu untuk Sekretariat Jenderal Rp 1.227.226.099.000 dan keperluan Dewan Rp 3.432.744.688.000.

Dalam proses pembangunan gedung yang sepenuhnya akan dipegang oleh Kesetjenan DPR RI, angka 1,2 triliun kemudian kembali dipecah menjadi dua, untuk keperluan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya DPR RI senilai Rp 663.562.094.000 dan Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur DPR RI Rp 563.664.005.000. (Baca juga: DPR Sayembarakan Desain Kompleks Parlemen Berhadiah 300 Juta)

Namun, anggaran senilai Rp 563 miliar tersebut belum jelas peruntukannya seperti anggaran lain yang dicatatkan bagi DPR, sebelum Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan tiga disahkan dalam bentuk peraturan presiden.

"Belum tergambar (apakah itu untuk pembangunan gedung atau bukan). DIPA akan dirinci setelah UU disahkan dalam bentuk perpres. Kalaupun ada ide itu, harus persetujuan presiden," kata Askolani.

Sebelumnya, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roem Kono mengatakan sekiranya proyek penataan ini dapat disetujui masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016. Ia pun mengatakan proyek ini akan berjalan multiyears atau tahun jamak.

Sikap Jokowi yang enggan menandatangani prasasti bisa jadi sebagai bentuk penolakan lembut khas seorang Jokowi', meski sebenarnya anggota DPR RI sepatutnya paham atas aturan telah berlaku terkait moratorium pembangunan gedung, yang akan dicabut sampai muncul peraturan berikutnya. (Baca juga: JK Sebut Penataan Kawasan Parlemen Belum Direncanakan)

Bukan tidak mungkin, anggaran yang diajukan DPR senilai Rp 563 miliar dipergunakan untuk membangun gedung, pasalnya dari RKAKL yang diterima CNN Indonesia, pengajuan anggaran DPR RI berupa gelondongan alias tidak detail hingga satuan dua. Hal itu berbeda dengan RKAKL lain yang meskipun sampai di pembahasan satuan dua, detail penganggaran cukup rinci terkait alokasi dan pos anggaran.

"Semua nanti bisa tergambar saat pembahasan di satuan tiga," kata Askolani.

Jika merinci, pada akhirnya keputusan jadi tidaknya pembangunan gedung yang sebenarnya sangat kontradiktif dengan kinerja DPR ada di tangan Jokowi. Menilai kerja DPR, saat ini anggota dewan terhormat baru saja mengesahkan empat undang-undang dari tiga masa sidang, yaitu UU MD3, Revisi UU Nomor 1 Tahun 2015 UU Pilkada, UU Prolegnas dan terakhir adalah menetapkan Perppu Nomor 1 tahun 2015 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Keberatan Jokowi mulai benar-benar diperlihatkan lewat 'tangan kanannya', Pramono Anung selaku Sekretaris Kabinet. Pramono menjelaskan, masalah terakhir adalah ketika Presiden belum mau membubuhkan tandatangannya pada batu prasasti di DPR. (Baca juga: DPR Tetap Masukkan Anggaran Penataan Parlemen di RAPBN 2016)

Alih-alih, sang Kepala Negara justru memberikan arahan kepada menteri yang berkaitan dengan pembangunan fasilitas Gedung DPR untuk melakukan kajian. Menurut Presiden, bagaimanapun dalam kondisi seperti ini ruang anggaran negara tidak terlalu fleksibel untuk itu.

"Jadi posisi terakhir oleh Presiden adalah minta dikaji kembali dan beliau minta dilaporkan segera. Dengan demikian, secara resmi itu yang menjadi sikap resmi Presiden sampai hari ini," ujar politisi yang akrab disapa Pram itu di Gedung III Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (20/8).

Apakah DPR sudah pantas mendapatkan 'rumah baru' dengan prestasi yang telah dicapai saat ini? (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER