Jakarta, CNN Indonesia -- Kehadiran Uber sebagai aplikasi yang menghubungkan pengguna dengan mobil rental seakan tak lekang dari banyak kontroversi yang terjadi di berbagai negara, salah satunya di Indonesia.
Layanan Uber yang berasal dari San Francisco, California, Amerika Serikat ini, telah mengoperasikan layanannya di sekitar 67 negara.
Di Indonesia sendiri, aplikasi Uber yang telah hadir sejak Agustus 2014 dan hingga kini masih menuai gaduh lantaran dianggap tidak memenuhi regulasi dan ilegal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 14 dan 22 Maret 2016, terjadi demonstrasi besar di mana sopir taksi dan angkutan umum Jakarta memprotes kehadiran Uber dan GrabCar sekaligus meminta pemerintah menutup aplikasi tersebut. Para demonstran sampai menutup jalan raya utama yang membuat kemacetan total.
Indonesia tidak sendiri. Ada segelintir negara yang secara keras menolak kehadiran layanan ini. Klik
Next untuk melihat kontroversi Uber di negara lain.
Departemen Transportasi India secara resmi telah melarang layanan Uber beroperasi di negaranya setelah salah satu mitra pengemudinya terjerat kasus pemerkosaan penumpang wanita pada 2014.
Dari laporan Time, Uber tidak melakukan pengecekan latar belakang terhadap sang pelaku, Shiv Kumar Yadav.
Mengutip TechCrunch, pelarangan tersebut kemudian dicabut pada Juni 2015 agar Uber bisa beroperasi lagi di New Delhi dan perlu mengajukan kembali izin operasi tersebut di bawah regulasi pemerintah setempat.
Regulasi The City Taxi memberi status legal kepada layanan sejenis Uber, namun membatasi operasi sebanyak 2.500 kendaraan serta berjalan sesuai struktur tarif dari mandat pemerintah.
Tarif yang dipasang sesuai anjuran regulasi pemerintah adalah 10 rupee per kilometer atau setara Rp3.155, yakni 43 persen lebih tinggi dari tarif awal yang ditetapkan Uber.
Model bisnis Uber dilaporkan kian membaik dengan menaati aturan setempat, namun operasi Uber hanya di New Delhi saja.
Namun Uber dan pesaing lokal di sana, Ola Cabs, dilaporkan hingga kini belum menambahkan fitur "panic button" di dalam aplikasinya, ataupun memasang fitur sejenis di dalam mobil rental sebagaimana perintah pemerintah. Dorongan "panic button" ini semakin kencang karena adanya kasus pemerkosaan tersebut. Sejak pertengahan 2015, aksi demonstrasi yang membuat kerusuhan di sejumlah kota di Perancis, layanan UberPop sempat ditangguhkan oleh perusahaan.
Kehadiran UberPop memicu protes karena para sopir taksi menilai kompetisi tidak adil. Sopir UberPop tidak memegang lisensi pengendara transportasi umum dan menyediakan harga di bawah harga pasar.
Situs The Verge mewartakan pada bulan September 2015, bahwa pengadilan tinggi Perancis telah memutuskan untuk memblokir UberPop.
Regulasi setempat memang menekankan bahwa hanya layanan taksi dan sopir berlisensi lah yang boleh beroperasi.
Uber sempat menentang hukum Perancis dengan argumen bahwa itu tidak adil dan mempersempit kompetisi pasar. Namun tetap pengadilan Perancis tidak mengabulkan ajuan Uber dan kukuh untuk memblokirnya. FSekitar bulan Mei 2015, Time mewartakan pemerintah Filipina mengeluarkan susunan regulasi pertama di dunia untuk layanan aplikasi ride-sharing.
Regulasi yang dikeluarkan pemerintah tersebut menjadi pertanda bagi layanan sejenis Uber agar bisa beroperasi secara legal di seluruh kawasan Filipina.
Pemerintah setempat menetapkan bahwa mobil-mobil Uber usianya harus kurang dari 7 tahun dan wajib dilengkapi oleh sistem GPS.
Selain itu, para mitra pengemudi Uber juga harus terdaftar di otoritas transportasi Filipina.
"Kami senang untuk berkolaborasi dengan Uber dan perusahaan teknologi lain dalam menciptakan regulasi demi kelancaran transportasi publik kelas baru," ucap Sekretaris Departemen Transportasi dan Komunikasi Filipina Jun Abaya, seperti dikutip Time.