Danny juga menceritakan betapa mudahnya ia masuk ke Institut yang sangat digemari para anak muda masa itu. Ia menceritakan bahwa dirinya tidak memiliki metode khusus dalam belajar, namun ia kerap memiliki pemahaman yang berbeda dalam menanggapi satu permasalahan.
Terlebih sejak kecil Danny kerap mengkonsumsi bacaan teoritis hingga sains milik ayahnya. Hal itulah yang membentuk pemikiran Danny semasa kecil, hingga berbeda dengan anak seusianya.
Ia menceritakan sejak duduk di bangku SMP, ia sudah membaca berbagai buku mulai dari buku keislaman, bible, darmagandhul hingga pedoman kejawen. Buku-buku itu dimiliki oleh ayahnya yang memang gemar membaca. Ia juga mengatakan bahwa kerap membaca buku sains populer hingga berbagai buku kerohanian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kebetulan bapak saya seneng baca, banyak buku-buku populer sains tentang alam juga ada. Dasarnya saya seneng baca, cuman cilakanya bapak saya juga seneng buku-buku kerohanian," tuturnya.
Sejak saat itu Danny berkata bahwa dirinya mulai memiliki ketertarikan menjadi peneliti di bidang sains. Ia mengatakan sejak kecil tidak membayangkan jika kelak besar nanti bekerja menjadi pejabat atau jajaran petinggi sebuah perusahaan.
Lihat Juga : |
Danny nenyelesaikan studi S1 dari ITB tahun 1985. Karena ia menjadi mahasiswa terbaik se fakultasnya, ia ditawari kerja di salah satu perusahaan minyak asing. Danny sempat bekerja di lepas pantai selama kurang lebih satu tahun.
"Jadi waktu lulus ITB saya lulusan terbaik se Fakultas Kebumian, sehingga langsung ditarik perusahaan itu," ujarnya.
Usai bekerja di perusahaan tambang minyak, pada 1986 ia bergabung di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Namun saat itu ia tidak langsung meneliti kegempaan, melainkan meneliti kandungan minyak di wilayah Kalimantan.
Ia mulai melakukan penelitian gempa saat lulus S2 dari Auckland University, Selandia Baru tahun 1993 karena rasa keingintahuan terhadap gempa. Terlebih setahun setelah awal penelitianya terjadi gempa yang sangat dahsyat di Liwa, selatan Lampung dengan Magnitudo 7.
Ia juga mengatakan bahwa sejak penelitian S1 di ITB ia memilih bidang penelitian yang dekat dengan fenomena gempa bumi. Ia menilai ilmu yang mendalami kandungan minyak dan gempa bumi tidak jauh berbeda, yakni sama-sama mengamati keberadaan gempa.
Namun yang membedakan, kata Danny, pengamatan minyak bumi mengamati gempa yang sudah tua, sedangkan fenomena gempa bumi mengamati proses alam yang masih aktif.
"Ilmunya sama yakni mengamati gempa yang sudah mati yang sudah tua, tapi kalau yang ke gempa itu ngurusin proses alam yang masih aktif gitu yah. Tapi memang metodenya jadi lain banget," pungkasnya.
Lihat Juga : |
Setelah ia melakukan penelitian pada 1993 di pulau Sumatera, terjadi gempa di Liwa, Lampung. Ketika ia melakukan penelitian di wilayah tersebut, Danny sempat berbincang dengan penduduk dan pemilik hotel yang ia menginap.
Danny mengatakan kepada pemilik hotel bahwa posisi dan kontruksi hotel yang ia inapi berpotensi ambrol jika terjadi gempa. Prediksi itu bukan tanpa alasan, ia melihat posisi bangunan hotel itu berada persis di jalur patahan yang sangat berdampak jika terjadi gempa.
"Kebetulan tahun 1994 gempa, termasuk hotel yang saya sebut bakal ambruk ya bener ambruk," ujarnya.