Jakarta, CNN Indonesia -- Indonesia telah menjadi negara pengekspor minyak kelapa sawit (
crude palm oil/CPO) terbesar di dunia sejak 2006. Jumlah produksi dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan diperkirakan mencapai 29 juta ton di akhir tahun 2014 ini. Namun isu keberlanjutan dan pengrusakan lingkungan di industri kelapa sawit membuat pemasaran CPO ke pasar internasional terhambat.
Untuk menyiasati hal tersebut, Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian Herdrajat Natawijaya mengatakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan pelaku usaha kelapa sawit adalah melakukan sertifikasi sebagai bukti produk yang dihasilkan telah sesuai dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional.
”Pengembangan kelapa sawit harus dilakukan sesuai kaidah pembangunan berkelanjutan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 tahun 2011 tentang
Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO),” jelas Herdrajat saat menjadi pembicara seminar mengenai sertifikasi CPO, dalam siaran pers yang dikutip Rabu (10/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Herdrajat menambahkan, kemunduran bisnis industri kelapa sawit akibat kesulitan meningkatkan ekspor berpotensi merugikan ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Kementerian Pertanian mencatat, industri ini mampu menyerap 4,5 juta tenaga kerja perkebunan di seluruh Indonesia. Angkanya jauh lebih besar, jika perhitungan termasuk tenaga kerja di bidang jasa penunjang industri.
“Sementara dari segi pengembangan wilayah, kelapa sawit umumnya dibangun di daerah terpencil dan mendorong berkembangnya sentra ekonomi berbasis sawit seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi Barat,” kata Herdrajat.
Rosediana Suharto, Ketua Harian Komisi ISPO menambahkan sertifikasi CPO merupakan instrumen yang digunakan untuk mengawal perdagangan. Sebab, WTO memperbolehkan negara untuk menerapkan
technical barrier to trade bagi produk CPO yang belum bersertifikat.
Freddy Widjaya, General Manager Asian Agri menambahkan perusahaannya telah mengantongi sertifikat CPO dari Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) sejak 2006 lalu dan terus melakukan pendampingan kepada para petani plasma binaannya untuk memperoleh sertifikat tersebut.
“Kami tidak melakukan pembukaan lahan tetapi lebih fokus kepada intensifikasi. Pada 2015, kami merencanakan untuk remajakan 5.000 hektare kebun inti dan 1.150 hektare petani plasma binaan kami. Diperkirakan dibutuhkan dana untuk peremajaan tersebut sebesar Rp 200 miliar,” ujarnya.