Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana pemerintah membentuk perusahaan induk badan usaha milik negara (holding BUMN) di berbagai sektor industri mendapat perhatian serius dari Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto.
Ia mengaku khawatir, jika pembentukan holding BUMN tersebut malah menyampingkan fungsi dan tujuan utama pembentukan perusahaan pelat merah sebagai agen pembangunan.
"Fungsi BUMN ini tak boleh hilang, yaitu fungsi sebagai agen pembangunan," ujar Airlangga ketika menerima kunjungan
CNNIndonesia.com di ruang kerjanya, Kamis (25/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan, dominasi
holding BUMN yang terlampau kuat bisa menciptakan permasalahan baru di kemudian hari. Terutama yang menyangkut Undang-Undang (UU) Persaingan Usaha, yang berpotensi dilanggar oleh
holding BUMN.
"Jangan sampai dengan merger, BUMN ini yang sekarang dominan semakin dominan. Dengan adanya
holding, ini kan pihak terafiliasi. Kalau tender yang menang itu-itu saja kan bisa dipersoalkan oleh KPPU," tuturnya.
Dalam UU BUMN juga disebutkan, pemerintah bisa memastikan kepemilikan saham mayoritas hanya pada perusahaan-perusahaan milik negara di tier satu. Sementara untuk perusahaan-perusahaan afiliasi BUMN yang berada di tier dua sudah masuk ranah korporasi murni yang berhak secara mandiri menentukan aksi korporasi.
"Kalau di level dua kan sudah korporat, bebas juga menentukan dilusi dari saham. Jadi ini yang ingin kami jaga, tetap 51 persen tetap terkonsolidasi terhadap induk," tuturnya.
Dia menyadari pentingnya BUMN sebagai korporasi meningkatkan kapasitas modal agar dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan swasta berkapitalisasi besar. Namun, rencana merger BUMN tersebut harus dipilah-pilah kembali berdasarkan karakteristik sektor usahanya, terutama di sektor keuangan.
"Ada regulasi yang perlu diharmonisasi," kata Menperin.
Holding Bank BUMNTerkait rencana pembentukan
holding bank BUMN, mantan legislator ini menekankan fungsi intermediasi keuangan perbankan yang tidak boleh dilanggar.
Menurutnya, bergabungnya lima bank pelat merah menjadi satu justru akan mengurangi kemampuan bank dalam mendanai pembangunan karena ada batas maksimal penyaluran kredit.
"Kalau misalnya dulu ada lima bank yang bisa membiayai sebuah proyek dalam satu konsorsium, karena sekarang berkonsoldiasi, maka tentu jumlah kredit yang diberikan ada batasnya," katanya.
Airlangga menilai, yang perlu didorong oleh pemerintah justru memperkuat bank-bank BUMN sebagai agen pembangunan. Dengan demikian bank-bank milik negara tidak hanya bersikap layaknya korporasi yang hanya memburu keuntungan atau komersial, tetapi lebih pada menjalankan fungsinya sebagai kepanjangan tangan pemerintah dalam mendanai pembangunan.
"Di republik ini bukan hanya kinerja korporasi yang diberikan, tapi kan fungsi
pioneering harus ada. Di wilayah timur kan perlu dana pembangunan dan pionir. Kalau kriteria ini murni karena motif pasar modal, laba, tidak akan kebagian ini. Padahal fungsi pemerintah harus hadir, dalam hal ini lewat perbankan," tuturnya.
(ags/gen)