Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menilai membaiknya fundamental perekonomian Indonesia mampu meredam sentimen negatif pasar modal dan keuangan kakibat kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat atau Fed Fund Rate (FFR).
Menurut Sri Mulyani, sebagai negara berkembang, saat ini Indonesia termasuk yang memiliki performa baik dibandingkan negara berkembang lain. Hal itu ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang masih bisa menembus 5 persen, defisit anggaran belanja pemerinta yang terjaga, komposisi utang yang mencerminkan kehati-hatian, serta defisit transaksi berjalan dan modal yang membaik.
"Ini saja sudah memberikan pondasi yang solid sehingga Indonesia bisa dibedakan dari negara-negara lain dalam artian positif," tutur Sri Mulyani saat ditemui di Hotel Mulia, Kamis (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fundamental ekonomi yang baik menimbulkan kepercayaan dari pelaku pasar. Hal itu tercermin pada awal bulan ini, saat pemerintah berhasil menerbitkan obligasi global senilai US$3,5 miliar dengan imbal hasil (
yield) yang lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Global bond tersebut diterbitkan dalam tiga tenor yakni 5 tahun, 10 tahun dan 30 tahun dengan masing-masing nilai imbal hasil sebesar 3,75 persen, 4,4 persen, serta 5,3 persen. Tahun lalu untuk
global bond bertenor 10 tahun
yield yang diberikan mencapai 4,8 persen, sementara untuk yang bertenor 30 tahun
yield nya diganjar hingga 6 persen.
"[Turunnya
yield obligasi global] menggambarkan adanya
level of confidence pada pondasi maupun arah kebijakan kita," ujarnya.
Kepercayaan pelaku pasar bahwa permintaan (
demand) di Indonesia tetap bisa tumbuh juga diikuti dengan upaya pemerintah untuk mendorong investasi dan memperbaiki kualitas pertumbuhan.
"Mereka [pelaku pasar] memiliki harapan bahwa
demand di dalam perekonomian Indonesia akan terus tumbuh karena investasi pemerintah memang tujuannya untuk menciptakan
demand itu tetap terjaga, " ujarnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menilai pelaku pasar telah mencerna rencana kenaikan FFR sejak diumumkan pada 2013 lalu sehingga pasar tidak kaget. Selain itu, The Federal Reserve juga jelas dalam mengkomunikasikan rencana kebijakan moneternya.
"Saya rasa kenaikan ini sudah dicerna oleh banyak sekali pelaku pasar dunia dan mereka-mereka yang memiliki banyak capital," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang digelar 13-14 Desember 2016 memutuskan untuk menaikkan FFR sebesar 25 basis poin dari pada kisaran 0,25 hingga 0,5 persen menjadi 0,5 hingga 0,75 persen. Salah satu pemicunya adalah untuk meningkatkan ekonomi selama satu bulan ke depan sebelum Presiden terpilih Donald Trump secara resmi berkantor di Gedung Putih.
(gir/gen)