OJK adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Lembaga otoritas ini didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2014, OJK juga berhak melakukan pungutan kepada tiap-tiap pelaku di industri keuangan sejak 1 Maret 2014 lalu.
Adapun jenis dan besaran pungutan yang dikutip dikelompokan dalam tiga jenis. Pertama yaitu biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan yang besarannya mulai dari Rp5 juta hingga Rp700 juta per perusahaan.
Pungutan jenis kedua yakni biaya penelaahan rencana aksi korporasi. Untuk jenis ini, OJK berhak mengutip hingga Rp1 miliar untuk setiap perusahaan yang ingin mengubah statusnya dari perusahaan terbuka menjadi perusahaan tertutup.
Jenis yang ketiga, OJK juga mengenakan biaya tahunan dalam rangka pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian. Sebagai salah satu contoh, OJK membebankan Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pembiayaan Syariah, Asuransi Jiwa, Asuransi Umum, Reasuransi, Dana Pensiun Lembaga Keuangan, Dana Pensiun Pemberi Kerja, Perusahaan Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura dan Lembaga Jasa keuangan Lainnya dengan pungutan sebesar 0,045 persen (minimal Rp10 juta) dari aset.