ANALISIS

Mencermati Saham Barang Konsumsi dan Ritel Usai Lebaran

CNN Indonesia
Senin, 10 Jul 2017 12:07 WIB
Pertumbuhan penjualan ritel sepanjang Ramadan tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya. Indeks saham sektor barang konsumsi dan perdagangan jasa terkoreksi.
Pertumbuhan penjualan ritel sepanjang Ramadan tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya. Indeks saham sektor barang konsumsi dan perdagangan jasa terkoreksi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pertumbuhan penjualan ritel sepanjang Ramadan dan libur Lebaran tahun ini yang lebih rendah dari tahun sebelumnya membuat indeks saham sektor barang konsumsi dan perdagangan jasa terkoreksi.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey mengatakan, rata-rata kenaikan penjualan ritel pada bulan Ramadan hingga libur Lebaran tahun ini diprediksi hanya sebesar 5 hingga 6 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Padahal, rata-rata pertumbuhan penjualan ritel saat bulan Ramadan sampai libur Lebaran mencapai 30-50 persen. Sementara, kontribusi pendapatan periode tersebut menyumbang sekitar 40-45 persen dari pendapatan satu tahun penuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada perubahan pola belanja, biasanya belanja dengan dana besar tapi sekarang secukupnya," ungkap Roy kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (8/7).

Selain itu, semakin mudahnya seseorang mendapatkan barang yang diinginkan atau dibutuhkan melalui transportasi daring (online) membuat masyarakat tidak lagi langsung datang ke toko. Sehingga, potensi untuk membeli barang lebih dari yang dibutuhkan semakin kecil.

"Kemudian di Indonesia juga ada bonus demografi. Usia produktif jauh lebih besar, nah ketika pekerjaan formal tidak menyerap masyarakat usia ini, mereka dapat kerjaan dengan upah yang tidak signifikan dan berimbas ke daya beli," papar Roy.

Mencermati Saham Barang Konsumsi dan Ritel Usai Lebaran(CNN Indonesia/Safir Makki)
Pelaku pasar pun merespon kondisi tersebut sehingga beberapa harga saham emiten barang konsumsi dan ritel menurun. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), barang konsumsi memimpin pelemahan indeks sektoral sepanjang pekan lalu.

Tercatat, sektor barang konsumsi terkoreksi hingga 1,85 persen menjadi 2.507,089, sedangkan pekan sebelumnya menguat 1,04 persen di level 2.554,375.

Sementara itu, indeks sektor perdagangan jasa menjadi sektor kedua yang mengalami penurunan tertinggi sebesar 1,8 persen ke level 903,478 dari sebelumnya yang naik pesat 2,04 persen. Dalam hal ini, emiten ritel masuk dalam sektor perdagangan jasa.

Christine Natasya, analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia menuturkan, turunnya penjualan emiten barang konsumsi dan ritel juga didorong oleh penjualan secara daring atau e-commerce.

"Alibaba sudah masuk juga ke Lazada, semakin tinggi pula promosinya. Harga jauh lebih murah daripada offline store," kata Christine.

Selain itu, ditambah dengan sikap pelaku pasar yang melakukan aksi ambil untung (profit taking) karena harga saham emiten dua sektor ini sudah naik terlebih dahulu sebelum momen Lebaran. Tak hanya itu, aksi profit taking juga disebabkan kekhawatiran pelaku pasar dengan kinerja keuangan kuartal II yang tidak sesuai prediksi sebelumnya.

"Mereka (pelaku pasar) sudah ambil posisi terlebih dahulu. Jadi harga saham turun karena Lebaran selesai dan takut kuartal II tidak bagus," tutur Christine.

Mencermati Saham Barang Konsumsi dan Ritel Usai Lebaran(CNN Indonesia/Safir Makki)
Terpantau, beberapa emiten berbasis barang konsumsi dan ritel turun sepanjang pekan lalu. Contoh penurunan harga saham emiten barang konsumsi, misalnya PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang turun tajam sebesar 9,31 persen.

Diikuti turunnya harga saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT Nippon Indosari Corporindo Tbk (ROTI) yang masing-masing terkoreksi 2,73 persen dan 2,04 persen.

Sementara, penurunan harga saham emiten ritel terjadi pada PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) mencapai 9,85 persen dan PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) 5,67 persen.

Di sisi lain, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama menilai, keputusan pelaku pasar yang melakukan aksi ambil untung juga didasari oleh penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai rekor pada hari jelang libur Lebaran dan perdagangan hari pertama pasca Lebaran.

"IHSG mendapat dorongan karena kondisi fundamental makro ekonomi stabil dan pelaku pasar mulai ambil untung, jadi IHSG melemah dan begitu juga dengan sektor barang konsumsi dan ritel," kata Nafan.

Pada perdagangan terakhir di semester I 2017 atau sebelum libur Lebaran, IHSG ditutup di rekor terbarunya ke level 5.829. Kemudian, IHSG kembali menembus rekor tertingginya hingga ke level 5.910 pada perdagangan 3 Juli 2017. Sayang, setelah itu IHSG mengalami penurunan hingga akhir pekan lalu.

Selain aksi ambil untung yang dilakukan pelaku pasar, lanjut Nafan, masih rendahnya transaksi di pasar modal pada minggu pertama pasca Lebaran ini juga menjadi salah satu indikator dari koreksi indeks sektor barang konsumsi dan ritel.

"Saya kira hal ini wajar karena terjadi liburan panjang selama sepekan. Pada saat itu, pasar cenderung sepi," sambung Nafan.

Koreksi Diprediksi Berlanjut

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER