Jakarta, CNN Indonesia -- Alon-alon asal kelakon. Ungkapan Jawa yang berarti pelan-pelan asal pasti tersebut agaknya tepat untuk menggambarkan perkembangan bisnis
e-commerce. Buktinya, meskipun penetrasi teknologi digital belum merata dirasakan seluruh penduduk Indonesia, tetapi konglomerat yang merambah bisnis e-commerce kian bejibun.
Belum lama ini, Grup Salim telah mengambilalih Elevania,
platform marketplace, setelah PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan SK Planet melepas seluruh kepemilikan sahamnya di perusahaan
e-commerce tersebut.
Ketua Asosiasi E-Commerce Indonesia Aulia E Marinto mengatakan, bisnis
e-commerce memang menjamur dan semakin menjanjikan kepastian, seiring dengan kuatnya fundamental ekonomi dalam negeri. "Lihatlah pemain-pemain baru timbul, ini memberikan indikasi yang positif," tutur Aulia kepada CNNIndonesia.com, dikutip Senin (4/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum mengambil kepemilikan saham Elevania, sebenarnya Grup Salim telah membentuk kerja sama dengan Grup Lotte dalam bentuk
joint venture (JV) di bidang
e-commerce.Selain Grup Salim, terdapat beberapa grup bisnis besar lainnya yang juga memiliki lini bisnis
e-commerce. Misalnya saja, perusahaan blibli.com yang berada dibawah naungan Grup Djarum.
Seperti diketahui, kakak beradik Budi dan Michael Hartono yang memiliki Grup Djarum ini ditetapkan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh Majalah Forbes. Dalam riset yang dilakukan oleh Forbes pada 17 Februari 2017, tercatat nilai kekayaan Budi Hartono mencapai US$9 miliar dan Michael Hartono sebesar US$ 8,9 miliar.
Selain Djarum, pada awal tahun 2015 lalu, Grup Lippo juga meluncurkan bisnis e-commerce pertamanya bertajuk mataharimall.com lewat PT Global Ecommerce Indonesia. Tak main-main, Grup Lippo menyetor langsung dana sebesar US$500 juta sebagai modal awal.
Selanjutnya, Grup Elang Mahkota Teknologi (Grup Emtek) masuk sebagai pemilik saham minoritas di bukalapak.com melalui salah satu anak usahanya, PT Karya Media Karya (KMK Online). KMK Online menyuntikan dana berkisar ratusan miliar untuk pengembangan bisnis bukalapak.com.
Perusahaan
e-commerce tersebut sebenarnya telah berdiri sejak 2011 lalu dan memiliki fokus memajukan usaha kecil dan menengah (UKM) di dalam negeri.
Disusul oleh pemilik Grup MNC Hary Tanoesoedibjo yang memiliki bisnis
e-commerce dengan nama brandoutlet.co.id. Dalam situsnya,
e-commerce ini menawarkan berbagai produk fesyen kelas menengah ke atas, seperti Elle, Guy Laroche, dan Nike.
Tumbuh 50 Persen per TahunAulia menjelaskan, kondisi ekonomi yang terbilang cukup baik mampu membuat pendapatan dari bisnis
e-commerce tumbuh sekitar 30 persen hingga 50 persen setiap tahunnya.
Menurutnya, masyarakat dari berbagai wilayah bisa mendapatkan harga yang sama dengan membeli produk dari situs
e-commerce. Masalahnya, jelas Aulia, biasanya terdapat perbedaan harga untuk beberapa jenis produk.
"Jadi, dengan
e-commerce kalau beli barang di Kalimantan dan Sulawesi harganya sama. Tidak ada disparitas harga," terang dia.
Dihubungi terpisah, CEO blibli.comKusumo Martanto menuturkan, kinerja perusahaan meningkat tiga kali lipat setiap tahunnya. Salah satu alasannya, kepercayaan masyarakat terhadap bisnis e-commerce yang meningkat.
"Binis kami tumbuh karena beberapa alasan, bagi konsumen baru karena kepercayaan terhadap
e-commerce dan brand kami semakin meningkat," ungkap Kusumo.
Sementara itu, konsumen juga dinilai telah merasakan nilai tambah dari belanja secara daring
(online). Melalui
e-commerce, konsumen akan lebih dipermudah dan barang yang ditawarkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan toko konvensional.
Meski begitu, ia mengakui, pengembangan bisnis e-commerce tidak bisa dikatakan mudah. Koneksi internet dan kesiapan logistik yang terbilang minim menjadi salah satu hambatan bagi perusahaan. "Tapi, kami terus mencari cara untuk bisa menggunakan segala keterbatasan tsb utk tetap tumbuh," katanya.
Beberapa layanan yang terus dikembangkan oleh perusahaan, misalnya pengiriman barang
express melalui GoJek, peluncuran cicilan tanpa kartu kredit, peluncuran pembelian tiket pesawat dan hotel, termasuk peluncuran
warehouse di Medan.
Pertumbuhan E-Commerce Belum RataKendati secara rata-rata tumbuh, sayangnya belum semua perusahaan
e-commerce mencatatkan kinerja yang positif tiap tahunnya. Sebut saja, XL Axiata yang akhirnya menyerah pada Elevania karena belum juga memberikan keuntungan terhadap bisnis perusahaan secara konsolidasian.
Seperti disampaikannya, bisnis
e-commerce memang terbilang menantang dan memiliki risiko yang cukup tinggi. Elevania pun terbilang masih baru, sehingga belum memiliki pasar sendiri.
"Mungkin, sekarang tidak lanjut dulu, tapi nanti mereka kembali lagi ke Elevania. Ini karena format belum matang, pasar belum terbentuk," tutur Aulia.
Di negara dengan jumlah populasi sekitar 270 juta penduduk, tidak mudah untuk mengembangkan bisnis berbasis digital. Apalagi, penggunaan teknologi pun belum merata di seluruh pelosok dalam negeri. Namun, bisnis ini menjanjikan karena memiliki potensi pasar yang masih begitu luas, meski tidak bisa memberikan keuntungan secepat kilat.
"Bisnis ini terasa keuntungannya untuk perekonomian, tapi bukan untuk 2018 nanti, ini untuk ekonomi Indonesia 10 tahun ke depan. Jadi, baru kelihatannya nanti," jelas Aulia.
Hal ini akan beriringan dengan ekonomi yang semakin membaik, sehingga penetrasi penggunaan teknologi pun akan semakin masif. Artinya, pasar yang sebelumnya tak tersentuh bisa menjadi konsumen baru bagi industri
e-commerce.Dengan kata lain, bisnis
e-commerce masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Tak heran, Grup Alibaba belum lama ini ikut menyuntikan modal segar untuk perusahaan e-commerce lokal, Tokopedia.