Jakarta, CNN Indonesia -- Isu pelemahan daya beli, khususnya di sektor ritel, tak bisa diingkari. Setelah banyaknya gerai ritel yang ditutup hingga upaya menyetop operasional, seperti 7-Eleven, Lotus dan Debenhams, kini mari cermati sejumlah perusahaan ritel yang mengambil langkah untuk banting setir mengalihkan bisnis intinya.
PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk, salah satunya. Sebelum bersulih nama dari PT Golden Retailindo, emiten berkode GOLD ini menekuni bisnis ritelnya lewat Golden Truly Department Store. Namun, kerugian yang terjadi sejak tahun lalu, membuat manajemen jera dan melepas bisnis ritelnya.
Kemudian, GOLD mengambilalih saham PT Permata Karya Perdana senilai Rp140 miliar dan murni hanya mencicipi bisnis infrastruktur. Bak mainan baru, saat ini, manajemen
asyik masyuk dengan proyek-proyek infrastrukturnya di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Keuangan Visi Telekomunikasi Riady Nata mengungkapkan, kinerja keuangan perusahaan terus merosot saat masih mengelola Golden Truly Departmenrt Store. "Intinya, kami mencari bisnis yang dapat memberikan nilai tambah bagi pemegang saham," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, belum lama ini.
Langkah perusahaan ini boleh dibilang berani. Sekaligus manjur. Soalnya, setelah banting setir, perusahaan sukses membukukan laba bersih sebesar Rp281,48 juta pada kuartal ketiga tahun ini. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, perusahaan menderita kerugian sebesar Rp6,34 miliar.
Selain Visi Telekomunikasi, emiten ritel lainnya yang juga berganti haluan, yaitu PT Rimo International Lestari Tbk. Emiten berkode RIMO itu menyasar bisnis properti lewat aksi korporasi mengakuisisi PT Hokindo Properti Investama. Perseroan menerbitkan right issue untuk membiayai aksinya itu.
Peralihan kegiatan usaha perusahaan baru dilakukan Maret 2017. Padahal, kerugian yang dideritanya berlangsung sejak dua tahun terakhir, yakni sebesar Rp4,73 miliar pada 2015 silam dan mencapai Rp2 triliun pada kuartal ketiga tahun lalu.
Beruntung, manajemen tak perlu menunggu lama untuk meraup laba. Pada kuartal ketiga tahun ini, kantong perseroan langsung terisi laba Rp118,43 miliar. Perolehan laba bersih ini karena pendapatan perusahaan melesat hingga 2.500 persen mencapai Rp247,07 miliar ketimbang periode yang sama tahun lalu.
“Rimo International untung karena Hokindo Properti sudah punya aset. Sudah punya pendapatan juga. Beda kalau Hokindo Properti asetnya kosong dengan utang menumpuk,” ujar Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada.
Strategi manajemen GOLD dan RIMO memang boleh diacungi jempol. Namun, Reza mengingatkan, perusahaan tetap harus menghadapi persaingan dengan perusahaan sejenis yang ada saat ini, meskipun jumlahnya memang belum sebanyak emiten ritel.
 PT Visi Telekomunikasi Infrastruktur Tbk bersulih nama dari PT Golden Retailindo. Emiten berkode GOLD ini menekuni bisnis ritelnya lewat Golden Truly Department Store. Namun, kerugian yang terjadi sejak tahun lalu, membuat manajemen jera dan melepas bisnis ritelnya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Kepala Riset Trimegah Sekuritas Sebastian Tobing menuturkan, perubahan fokus bisnis Visi Telekomunikasi dan Rimo International dilakukan melalui
backdoor listing.
"Untuk GOLD, ini kan ada yang punya bisnis menara mau
backdoor listing. Kebetulan, GOLD yang
available (tersedia). Jadi, keduanya
basically ya
backdoor listing," terang dia.
Kemudian, juga ada PT Modern Internasional Tbk (MDRN), induk usaha PT Modern Sevel Indonesia yang sempat mengelola gerai ritel modern 7-Eleven. Perseroan berencana menjalankan bisnis peternakan sapi perah dan pengolahan susu demi membayar seluruh kewajiban anak usahanya.
Namun, bisnis baru tersebut hanya akan menambah lini bisnis yang ada sebelumnya. Adapun, untuk mengongkosi kegiatan awal perseroan, manajemen akan melakukan penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) untuk nantinya perusahaan mengakuisisi PT Nusantara Agri Sejati. Hal ini masih akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
"Saham Nusantara Agri akan disumbangkan kepada Modern Internasional tanpa diperlukannya pembayaran tunai sesuai dengan perjanjian kontribusi. Harga pembelian akan dipenuhi dengan diterbitkannya OWK," tutur Direktur Utama Modern Internasional Sungkono Honoris dalam keterbukaan informasi.
Menurut Sebastian, masalah penutupan bisnis ritel yang dilakukan oleh beberapa emiten ini juga tak lepas dari ekspansi besar-besaran beberapa tahun lalu saat industri tengah cemerlang. "Tapi, selain dari 7-Eleven, sebenarnya dua perusahaan lain tersebut telah menjadi zombi sejak lama," imbuhnya.
Saham Eks Golden Truly Tidak Liquid Kendati bisnis Visi Telekomunikasi berbuah manis sejak menggarap infrastruktur, Reza bilang, pelaku pasar tidak terlalu tertarik dengan saham perusahaan. Buktinya, saham GOLD relatif tidak liquid. "Jarang muncul beritanya jadi tidak menjadi perhatian pelaku pasar," ucapnya.
Dengan kata lain, perhatian pelaku pasar beralih pada saham lain yang lebih sering diberitakan. Bahkan, kata Reza, bukan tak mungkin ada pelaku pasar yang tak sadar kalau perusahaan ini telah mengubah kegiatan utama bisnisnya.
Pun demikian, harga saham perusahaan meningkat hingga 13,86 persen pada perdagangan kemarin, Rabu (15/11), ditutup di level Rp460 per saham. Bila diakumulasi, harga saham perusahaan menanjak 22,99 persen sejak awal pekan ini. Harga sahamnya pada perdagangan Senin (13/11) sebesar Rp374 per saham.
Sementara itu, BEI telah membuka kembali perdagangan untuk Rimo International setelah sesi I kemarin diberhentikan sementara sejak 9 November 2017. Tak butuh waktu lama, harga saham Rimo International langsung melaju di zona hijau, ditutup di level Rp208 per saham atau naik 8,33 persen.
Namun demikian, harga saham Rimo International sebenarnya telah turun drastis jika dibandingkan dengan posisi pada awal November ini yang berada di level Rp600 per saham. Padahal, perusahaan mencetak kinerja cemerlang sepanjang kuartal III 2017.
"Kalau untuk pergerakan saham Rimo International ini bisa dibilang tidak ada hubungannya dengan kinerja," pungkas Reza.
Direktur Utama Rimo International, Teddy Tjokrosapoetro mengaku, anjloknya harga saham perusahaan akibat mekanisme pasar semata. Ia juga mengklaim, tidak tahu secara pasti latar belakang dibalik pergerakan harga saham Rimo International.
"Ini murni mekanisme pasar dan fundamental kami bagus," pungkasnya.
(bir)