Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin (bps) menjadi lampu hijau bagi pelaku pasar untuk mengoleksi
saham emiten perbankan. Soalnya, keputusan yang diambil BI pada akhir pekan lalu tersebut diyakini akan membuat nilai tukar rupiah kembali stabil.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah akan berdampak buruk pada rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) bank. Nasabah korporasi yang memiliki portofolio kredit berbentuk valuta asing ikut terancam gagal bayar.
Apabila potensi gagal bayar meningkat, maka perbankan wajib menaikkan cadangannya. Artinya, ia melanjutkan laba bersih perbankan akan tergerus. "Untuk saat ini kebijakan BI menekan pelemahan rupiah itu memberi efek instan ke sektor perbankan," ujarnya, Senin (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perdagangan beberapa waktu terakhir, sebelum BI mengumumkan kenaikan bunga acuan, harga saham perbankan bergerak dalam tren melemah.
"Saham perbankan satu bulan terakhir sudah terdiskon besar, jadi ada indikasi rebound (bangkit)," kata Valdy.
Terutama, saham perbankan berkapitalisasi besar (big capitalization/big cap), yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Satu hari sebelum pengumuman kenaikan suku bunga acuan, keempat saham emiten perbankan itu anjlok atau berada di titik terendah dalam satu bulan terakhir.
Saham BNI turun cukup dalam hingga 3,54 persen menjadi Rp6.800 per saham dari hari sebelumnya yang berada di level Rp7.050 per saham. Pelemahan diikuti saham BRI yang turun 3,16 persen ke level Rp2.750 per saham dari Rp2.840 per saham.
Selanjutnya, saham BCA turun 1,87 persen dari Rp21.350 per saham menjadi Rp20.950 per saham, dan saham Bank Mandiri melemah 1,51 persen menjadi Rp6.500 per saham dari sebelumnya Rp6.600 per saham.
Namun, Valdy menilai kenaikan suku bunga acuan BI juga akan merangsang suku bunga kredit perbankan. Meskipun, kondisi itu tidak akan terjadi dalam waktu dekat.
Terlebih, BI juga menerbitkan beleid baru mengenai relaksasi aturan rasio kredit terhadap nilai agunan atau Loan to Value (LTV) untuk kredit properti. Aturan ini memungkinkan uang muka (Down Paymen/DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi nol rupiah.
"BI memang menaikkan suku bunga acuan, tapi ada kebijakan baru LTV. Jadi, bisa dorong volume kredit di sektor properti juga," terang dia.
Bukan Saham MurahKendati layak dikoleksi, bukan berarti saham perbankan murah meriah. Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menerangkan murah atau mahalnya saham perbankan diukur dari posisi Price to Book Value (PBV) masing-masing saham.
Apabila PBV saham perbankan masih di bawah dua kali, maka harga saham perusahaan masih bisa dikatakan murah. Artinya, saham bank terbilang mahal jika sudah di atas dua kali.
"Kalau bisa (PBV) saham bank di bawah dua kali, bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih murah PBV-nya," tutur Hans Kwee.
Sementara, saham BCA sudah mahal karena PBV-nya di atas dua kali. Pun demikian, ia menilai tak ada salahnya pelaku pasar tetap membeli saham BCA karena prospeknya masih cerah.
"BCA ini tetap pemimpin di pasar, bisa naik," jelasnya.
Pada perdagangan akhir pekan lalu, nilai kapitalisasi pasar saham BCA memang masih tertinggi di sektor keuangan, yakni Rp517,44 triliun.
Diikuti oleh saham BRI yang memiliki nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp351,68 triliun, Bank Mandiri sebesar Rp311,84 triliun, dan BNI sebesar Rp129,69 triliun.
Saham Properti MenggodaSelain saham perbankan, keputusan BI memberikan pelonggaran uang muka untuk kredit properti juga berimbas positif untuk saham-saham properti.
Menurut Valdy, kebijakan itu akan membangkitkan industri properti yang beberapa tahun terakhir ini tertekan.
"Harga penjualan properti dua tahun terakhir ini hanya naik 10 persen sampai 13 persen, kenaikan harga itu kan tolak ukur kondisi suatu industri," ungkapnya.
Adapun, saham yang diprediksi menguat karena sentimen kebijakan BI, di antaranya PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Ciputra Development Tbk (CTRA).
Harga saham Bumi Serpong Damai dan Ciputra Development terpantau telah merespons positif segera setelah pengumuman BI terkait pelonggaran LTV.
Harga saham keduanya kompak menanjak dari hari sebelumnya. Saham Bumi Serpong Damai naik 0,97 persen ke level Rp1.565 per saham dan Ciputra Development melonjak dua persen menjadi Rp1.020 per saham.
Sementara, saham Pakuwon Jati bergerak stagnan di level Rp530 per saham. "Bumi Serpong Damai ini juga masuk dalam indeks LQ-45," tandas.
(bir)