Penduduk Muslim Terbesar, Tapi Pasar Bank Syariah Masih Mini

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Senin, 04 Jan 2021 06:25 WIB
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun, pangsa pasar bank syariah masih mini. Berikut detailnya.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Namun, pangsa pasar bank syariah masih mini. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ironi. Sebagai negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, namun pangsa pasar bank syariah di Indonesia cuma 6,33 persen hingga Oktober 2020. Angka ini tak bergerak signifikan dibandingkan market share 2017 lalu, yakni 5 persen.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset perbankan syariah Rp585,34 triliun per Oktober 2020. Nilainya tidak berbeda jauh dari posisi akhir 2019 yang sebesar Rp538,32 triliun.

Jika dilihat, total aset perbankan syariah dari tahun ke tahun tidak naik signifikan. Rinciannya, akhir 2017 sebesar Rp435,02 triliun. Kemudian, akhir 2018 sebesar Rp489,69 triliun, dan akhir 2019 sebesar Rp538,32 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara keseluruhan, total aset keuangan syariah Indonesia sebesar Rp1.741,87 triliun per Oktober 2020. Aset itu terdiri dari perbankan sebesar Rp585,34 triliun, industri keuangan non bank (IKNB) sebesar Rp112,16 triliun, dan pasar modal sebesar Rp1.044,38 triliun.

Dari data tersebut, bisa disimpulkan bahwa penetrasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah. Dengan kata lain, masyarakat yang bertransaksi lewat perbankan syariah masih minim dibandingkan dengan perbankan konvensional.

Hal tersebut sejalan dengan indeks literasi dan inklusi keuangan syariah yang masih rendah. OJK mencatat indeks literasi keuangan syariah nasional hanya sebesar 8,93 persen dan indeks inklusi keuangan syariah nasional 9,1 persen.

OJK mengakui ada beberapa tantangan yang mempengaruhi industri jasa keuangan sulit berkembang, seperti keterbatasan sumber daya manusia (SDM) ekonomi dan keuangan syariah, terbatasnya produk syariah, dan transformasi digital.

Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institute Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi berpendapat ada dua faktor yang membuat industri perbankan syariah tidak tumbuh signifikan. Pertama, tingkat literasi perbankan syariah di bawah 10 persen.

Kedua, rata-rata modal perusahaan bank syariah masih kecil. Terbukti, belum ada bank syariah yang masuk kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV. "Rata-rata bank syariah masih kecil, rata-rata BUKU I dan II. Makanya ini harus didorong (permodalannya)," ucap Irfan kepada CNNIndonesia.com, Kamis (31/12).

Bank yang masuk kelompok BUKU I, artinya memiliki modal inti maksimal Rp1 triliun. Lalu, modal inti bank BUKU II sebesar Rp1 triliun-Rp5 triliun, BUKU III sebesar Rp5 triliun-Rp30 triliun, dan modal inti bank BUKU IV lebih dari Rp30 triliun.

Semakin besar modal inti bank, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk melebarkan sayap bisnisnya. Perusahaan bisa melakukan ekspansi dari segi pelayanan, teknologi, penambahan cabang, hingga karyawan.

[Gambas:Video CNN]

Bank Syariah Indonesia Jadi Andalan

Karena itu, Irfan menyarankan setidaknya ada satu bank syariah di Indonesia yang masuk dalam kelompok BUKU IV. Pemerintah bisa mengupayakan hal itu melalui Bank Syariah Indonesia (BSI).

Diketahui, BSI adalah perusahaan hasil penggabungan atau merger bank syariah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bank yang digabungkan tersebut, yakni PT Bank BRIsyariah, PT BNI Syariah, dan PT Bank Syariah Mandiri.

Ketiga perusahaan itu telah melakukan penandatanganan akta penggabungan pada pertengahan Desember 2020. Proses merger ditargetkan rampung pada Februari 2021 mendatang.

"Kami berharap bank tersebut segera menjadi bank BUKU IV. Ini berarti modal inti harus minimal Rp30 triliun. Dampaknya dahsyat," tutur Irfan.

Setelah menjadi bank BUKU IV, maka BSI berpotensi masuk kelompok 10 bank terbesar di Indonesia. Dengan demikian, kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis kian besar.

Bahkan, lanjut Irfan, dampaknya bisa terasa di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, BSI bisa memiliki kapasitas lebih besar untuk mengembangkan teknologi atau sistem digital.

Kemudian, untuk di luar negeri, BSI bisa membantu penerbitan sukuk di global. Selain itu, BSI juga dapat memberikan fasilitas layanan keuangan di luar negeri, salah satunya di Arab Saudi.

Maklum, menurut Irfan warga negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi cukup banyak. Namun, belum ada satu bank syariah pun yang masuk ke negara tersebut.

"Belum diizinkan karena belum ada yang masuk top 10. Jadi, BSI bisa beroperasi di luar negeri untuk memberikan fasilitas layanan keuangan warga negara Indonesia di luar negeri," jelas Irfan.

Senada, Pengamat Ekonomi Syariah Syakir Sula menyatakan pemerintah harus mendorong agar BSI bisa menjadi bank BUKU IV demi mengerek penetrasi bank syariah di Indonesia.

Menurutnya, pemerintah bisa saja memberikan suntikan dana agar BSI bisa naik kelas. "Terserah, apakah tambahan modal dari pemerintah, atau mitra strategis sekitar Rp10 triliun untuk itu," kata Syakir.

Ia berpendapat pengaruh BSI untuk industri perbankan syariah tak akan signifikan jika pemerintah diam saja dengan membiarkan perusahaan tersebut berada di kelas BUKU III. Ruang gerak BSI untuk melakukan ekspansi dan memberikan pelayanan tak akan berbeda jauh dengan bank syariah lainnya.

"Intinya kalau sekarang modal tidak ditambah, dampak tidak signifikan. Kalau menjadi BUKU IV, maka sangat berpengaruh," ucap Syakir.

Selain itu, Syakir menyarankan BSI perlu lebih fokus pada sektor riil ketimbang korporasi. Pasalnya, pelaku usaha di kelas menengah ke bawah jauh lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kelas menengah atas.

"Dampaknya untuk usaha mikro, masyarakat kecil ya besar. Pangsa pasar akan naik otomatis," jelas Syakir.

Mengacu pada laporan keuangan kuartal II 2020, total modal inti tiga bank yang masuk dalam merger tersebut mencapai Rp19,44 triliun.Modal inti paling besar adalah Bank Syariah Mandiri sebesar Rp9,44 triliun, BNI Syariah sebesar Rp5,07 triliun, BRI Syariah Rp4,93 triliun.

Berdasarkan data tersebut, maka setidaknya BSI butuh tambahan modal inti lebih dari Rp10 triliun untuk membuat perusahaan masuk ke kelompok BUKU IV.

Sebab, bank bisa masuk ke kelompok BUKU IV jika memiliki modal inti minimal sebesar Rp30 triliun.

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER