Sederet proyek mercusuar Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih berjalan di tengah pandemi covid-19. Salah satunya, proyek pemindahan ibu kota negara (IKN) dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur di mana pemerintah segera menyerahkan rancangan undang-undang terkait ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain IKN, Jokowi juga tetap melanjutkan proyek infrastruktur lain, seperti pembangunan tol, pelabuhan, kereta api, hingga bandara.
Dalam catatan CNNIndonesia.com, terdapat 17 ruas jalan tol sepanjang 410 km yang sedang dalam proses pembangunan. Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR menargetkan proyek tersebut selesai tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa contoh proyek tol tersebut, antara lain jalan tol kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) sepanjang 101,6 km, jalan tol non-trans 115,8 km, dan jalan Tol Trans Sumatera 192,4 km.
Lalu, beberapa bandara yang masih dalam proses pembangunan atau akan dibangun, di antaranya Bandara Kediri, Bandara Nabire Baru, dan Bandara Bali Utara.
Berikutnya, beberapa proyek kereta api menjadi fokus pemerintah antara lain kereta api akses Bandara Baru Yogyakarta-Kulon Progo dan Kereta Api Jakarta-Surabaya.
Tak hanya itu, pemerintah juga berencana membangun dan mengembangkan sejumlah pelabuhan seperti Pelabuhan KEK Maloy, Pelabuhan Sanur, Pelabuhan Likupang, dan Pelabuhan Patimban. Semua proyek bandara, pelabuhan, dan kereta api ini masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN).
Payung hukum PSN tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.
Di luar PSN, ada proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung yang juga sedang dikebut oleh pemerintah. Proyek ini dibangun di bawah tanggung jawab PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Mayoritas atau 60 persen saham perusahaan digenggam oleh konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), sedangkan 40 persennya dimiliki Beijing Yawan HSR Co.Ltd.
Pada 2020, Sri Mulyani sempat mengungkapkan bahwa Jokowi memberikan instruksi kepada Kementerian PUPR dan Kementerian Perhubungan untuk kembali menggenjot proyek infrastruktur. Sebab, jika proyek infrastruktur dihentikan, maka akan berpengaruh terhadap capaian pertumbuhan ekonomi.
"Infrastruktur merupakan salah satu indikator menjaga produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur memiliki dua sisi mata pedang, yaitu sisi permintaan dan sisi produksi," ujar Sri Mulyani pada 2020 lalu.
Tak ayal, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp417,4 triliun untuk sektor infrastruktur dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021. Dana itu rencananya akan digunakan untuk penyediaan layanan dasar, peningkatan konektivitas, dukungan pemulihan ekonomi, dan melanjutkan program prioritas yang tertunda.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan dana jumbo Rp400 triliun tak seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur tahun ini. Masalahnya, pandemi covid-19 masih menghantam Indonesia.
Jumlah penularan covid-19 memang sudah menunjukkan tren penurunan. Namun, pemulihan ekonomi belum sepenuhnya terjadi.
Selama ekonomi belum pulih 100 persen, maka permintaan atau daya beli masyarakat akan rendah. Dengan demikian, utilitas atau manfaat dari suatu proyek juga akan rendah.
"Kalau mau dipaksakan kondisi sekarang dikhawatirkan tingkat utilitas rendah. Sementara waktu pemulihan daya beli itu butuh waktu tiga sampai lima tahun ke depan," ungkap Bhima kepada CNNIndonesia.com.
Utilitas rendah artinya tak banyak masyarakat yang memanfaatkan infrastruktur tersebut. Ia mencontohkan salah satu proyek infrastruktur Jokowi yang 'tak laku' adalah Bandara Kertajati di Jawa Barat. Jumlah penumpang yang terbang dari bandara tersebut masih sedikit.
"Jangan sampai memaksakan pembangunan infrastruktur dengan utilitas rendah dan ada proyek menyusul seperti Bandara Kertajati, kosong, dan akhirnya difungsikan seperti yang tidak seharusnya," terang Bhima.
Diketahui, selain untuk bandara penumpang, pemerintah juga berencana menjadikan Bandara Kertajati sebagai kawasan perawatan pesawat (maintenance, repair, overhaul/MRO) alias bengkel pesawat. Nantinya, fasilitas MRO akan terbuka untuk pesawat dari instansi pemerintah, TNI dan Polri, dan swasta.
"Itu kan bukan tujuan awalnya, itu karena utilitas tidak sesuai," imbuh Bhima.
Apabila proyek infrastruktur yang sudah jadi tak laku, maka pendapatan pengelola akan menipis atau bahkan tak ada. Ujung-ujungnya, pengelola akan merugi.