Jakarta, CNN Indonesia --
Tiap 24 Maret diperingati sebagai Hari Tuberkulosis (TBC/TB) Sedunia. Di hari ini dunia diingatkan betapa besar dampak tuberkulosis dan meningkatkan kesadaran untuk mengakhiri epidemi global penyakit ini.
Muhammad Miftahussurur, dokter spesialis penyakit dalam di RS Universitas Airlangga, menuturkan menurut data WHO di 2014, terdapat sebanyak 9,6 juta kasus TBC dan 1,5 juta orang meninggal akibat TBC.
Pria yang akrab disapa Miftah ini melanjutkan, dari total kasus TB global, Indonesia 'menyumbang' 10 persen kasus. Presentase ini pun membuat Indonesia berada di urutan kedua penyumbang kasus TBC tertinggi di dunia setelah India (23 persen).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Asia Tenggara, prevalensi Indonesia nomor dua setelah Timor Leste. Di 2014 ditunjukkan bahwa Indonesia ada 647 kasus dari 100ribu penduduk. Jumlah ini besar sekali," kata Miftah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (23/3).
Dalam konferensi Pers Hari TBC, Kementerian Kesehatan memprediksi ada sebanyak 845 ribu kasus TBC di Indonesia, namun baru sekitar 30 persen kasus atau 349.549 yang ditemukan, 8.060 diantaranya kasus TBC resisten obat.
Di sisi lain, ada pepatah 'tak kenal maka tak sayang'. Kita perlu lebih mengenal TBC demi meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan.
Apa itu TB?
"Tuberkulosis itu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman yang disebut Mycobacterium tuberculosis," kata Alfian Nur Rosyid, dokter spesialis paru di RS Universitas Airlangga, saat dihubungi secara terpisah, Selasa (23/3).
Umumnya, bakteri patogen (penyebab penyakit) ini paling banyak menyerang paru-paru. Namun pada kenyataannya TBC tak hanya menyerang paru tetapi juga semua organ tubuh manusia di luar paru sehingga disebut sebagai TB ekstra paru.
Sekitar 70 persen kasus TB merupakan TB paru, sedangkan sisanya merupakan TB ekstra paru atau TB yang menginfeksi organ lain selain paru-paru.
Alfian berkata persentase TB ekstra paru cukup bervariasi, tetapi rata-rata menyebut ada lebih dari 20 persen kasus.
TB ekstra paru bisa menyerang berbagai organ tubuh termasuk kelenjar, saraf, jantung, saluran pencernaan, ginjal, tulang belakang, kulit, mata, telinga, usus, esofagus (kerongkongan). Sedangkan pada perempuan TBC ekstra paru juga bisa bisa menyerang payudara, indung telur (ovarium).
TBC Anak
Penyakit Tuberkulosis atau TBC tidak hanya menyerang orang dewasa. Anak-anak pun bisa terserang penyakit TB jika tidak dicegah.
Data milik Kementerian Kesehatan pada 2020 mencatat ditemukan sebanyak 349.549 kasus TBC di Indonesia, sejumlah 32.251 kasus diantaranya diderita oleh anak-anak.
"TBC pada orang dewasa terus berkembang, ditambah beban TBC pada anak di mana sumber penularannya dari orang dewasa terdekatnya," kata Nadia dalam webinar, Selasa (23/3).
Salah satu cara melindungi anak dari TBC adalah memberikan imunisasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) untuk mencegah perkembangan penyakit TBC. Imunisasi BCG bisa diberikan pada bayi sebelum berusia 3 bulan. Langkah ini juga dinilai ampuh mencegah anak menderita gejala berat TBC.
Catatan Redaksi: Berita dikoreksi pada Rabu 24 Maret ukul 08.54 di bagian usia vaksinasi BCG pada bayi, seharusnya 'sebelum berusia 3 bulan.'
Apa saja gejala TB?
1. Batuk
Kuman penyebab TB atau TBC akan dideteksi sebagai benda asing oleh paru-paru. Batuk menjadi mekanisme paru-paru dalam rangka mengeluarkan benda asing ini. Sebenarnya tidak semua batuk harus dicurigai sebagai TB, tetapi Alfian dan Arief sepakat bahwa batuk yang terjadi konstan selama lebih dari 2 minggu cenderung mengarah ke TB.
"Kadang bisa jadi batuk darah kalau pasien batuk kuat sekali, timbul robekan di paru sehingga pembuluh darah pecah, lalu batuk darah," kata Alfian.
2. Berat badan turun drastis dalam waktu cepat
Kuman terus memperbanyak diri kemudian menggerogoti organ. Tidak hanya itu, kuman juga mengambil nutrisi dari makanan yang dikonsumsi. Akibatnya, berat badan terus menurun.
Kondisi ini pun diperparah dengan nafsu makan yang terus turun. Alfian berkata penurunan nafsu makan juga merupakan andil kuman penyebab TB. Bakteri penyebab TBC M. tuberculosis menghasilkan suatu zat khusus yang membuat nafsu makan berkurang.
3. Keringat dingin saat malam
Saat malam, tubuh akan terasa dingin tetapi berkeringat. Keringat terus mengalir meski orang tidur di ruangan dengan penyejuk udara atau kipas angin sekalipun.
"Kuman bermetabolisme, menggandakan diri di malam hari, sehingga berkeringat dingin meski tidak beraktivitas," kata Alfian.
4. Gejala lain
Gejala lain timbul saat infeksi terjadi di luar paru. Jika TB kelenjar maka timbul benjolan pada ketiak, leher, atau selangkangan.
TB tulang punggung akan timbul rasa nyeri di seputar punggung, kesemutan hingga lumpuh akibat bakteri menghancurkan tulang hingga saraf. Kemudian jika menginfeksi otak, pasien bisa tiba-tiba kejang.
TB saluran cerna gejalanya termasuk mual, muntah hebat, hingga sulit buang air besar.
"TB di pita suara, suara bisa serak, hilang. Pada telinga bisa ada keluhan keluar cairan dari telinga. Kalau [infeksi di] payudara bisa timbul benjolan," jelasnya.
Apa bedanya batuk TB dan batuk non-TB?
Batuk jadi salah satu gejala yang paling kentara dari penyakit TB. Namun tidak semua batuk adalah gejala TB. Berikut ciri batuk yang patut dicurigai sebagai TB.
- Batuk terus-menerus selama lebih dari 2 minggu. Tipe batuk TB terjadi terus-menerus, bisa ringan tapi berlangsung lama atau batuk yang ringan lalu berangsur jadi batuk parah.
- Ada gejala penyerta. Batuk TB biasanya disertai gejala penyerta termasuk napas sesak dan mengi (napas berisik). Ini jadi tanda masalah pada paru semakin luas.
Selain gejala, penegakan diagnosis TB akan melalui anamnesis (komunikasi dokter dan pasien untuk menggali informasi), cek fisik, juga cek dahak.
Cek fisik akan meliputi cek darah dan rontgen paru. Sedangkan cek dahak paling baik dahak saat pagi yang kemudian dicek di laboratorium.
Beda batuk TB dan Covid-19
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, deteksi TBC agak terhambat semenjak pandemi Covid-19. Ada kemiripan antara gejala TBC dengan gejala Covid-19 sehingga sulit membedakan tanpa pemeriksaan lebih lanjut.
"Ada kemiripan antara gejala Covid-19 dan TBC. Tapi karena gejalanya TBC juga biasa saja, hanya demam-batuk, biasanya masyarakat merasa akan sembuh sendiri sehingga tidak memeriksakan lebih lanjut," kata Nadia dalam webinar, Selasa (23/2).
Gejala TBC:
1. Batuk lebih dari 2 minggu
2. Demam
3. Keringat dingin pada malam hari
4. Berat badan turun drastis
Gejala Covid-19:
1. Batuk kering
2. Sesak napas
3. Demam
4. Hilang indera perasa
5. Mudah lelah
Bagaimana penularan TB?
Penularan TB terjadi jika seseorang terpapar droplet atau tetesan cairan dari batuk atau bersin yang terkontaminasi kuman dan cairan yang mengambang di udara (airborne). Kuman TB akan masuk ke tubuh melalui saluran napas. Dokter spesialis paru sekaligus pengajar di Unair, Arief Bakhtiar, menjelaskan sebenarnya ada proses penyaringan 'benda asing' yang masuk ke paru-paru. Namun dalam kondisi tubuh tertentu misal imunitas rendah, kuman akan masuk ke paru lalu ke alveoli.
"Di sana, kuman TB akan ditangkap oleh makrofag [alveolar] atau sel daya tahan tubuh. Setelah itu sebagian besar kuman mati dan dalam kondisi tertentu bisa ditangkap dan dilingkupi selubung dan masuk dalam fase istirahat (dorman)," jelas Arief.
Akan tetapi, di saat tertentu kuman bisa masuk ke sistem pembuluh limfe atau saluran pembawa plasma darah. Kuman-kuman yang dormant ini bisa tersebar di seluruh tubuh dan berhenti di organ-organ tertentu misal usus, payudara, tulang belakang atau organ lainnya. Saat kuman yang dormant ini aktif, maka timbul infeksi.
Arief berkata orang yang terpapar kuman M. tuberculosis tidak serta merta terkena TB. Ada orang yang memiliki daya tahan tubuh baik sehingga kuman sebatas masuk dan 'tertidur' atau disebut TB laten. Sedangkan orang dengan kuman M. tuberculosis yang menginfeksi tubuh dan bisa menularkan ke orang lain biasanya disebut TB aktif.
"Ada faktor-faktor yang membuat TB muncul. Tergantung jumlah kuman, frekuensi bertemunya kita dengan orang yang sakit. Makin sering kita ketemu, makin mudah tertular. Juga daya tahan tubuh," imbuhnya.
Alfian menambahkan TB aktif dan menular manifestasinya bisa ke TB paru atau TB paru dan mengarah ke TB ekstra paru. Namun bukan tidak mungkin seseorang langsung mengalami TB ekstra paru tanpa melalui TB paru.
Kemudian dari sekian banyak orang yang terpapar kuman M. tuberculosis, 'hanya' 10 persen yang menginfeksi dan sisanya dormant. Diperkirakan, lanjut dia, ada sepertiga penduduk dunia yang mengalami TB laten.
"Ada satu orang kena TB, menularkan ke 10-15 orang, belum tentu semua jadi infeksi. Sederhananya, misal, satu orang menularkan ke 10 orang, ada 1 yang terinfeksi," katanya.
Bagaimana mencegah TB?
"Saat ini era Covid, jadi patuhi saja protokol kesehatan. Sebagai pencegahan Covid-19, TB juga bisa," ujar Arief.
Protokol seperti memakai masker bagi penderita TB juga sangat disarankan agar mencegah penularan bakteri yang berpotensi menyebar secara airborne (lewat udara). Menjaga jarak dengan orang yang sakit, atau si sakit menjaga jarak dengan sehat juga membantu mengurangi risiko penularan.
Etika batuk dan bersin yang tepat juga harus diterapkan untuk membantu mencegah penularan TBC.
Selain itu, usahakan tubuh dalam kondisi sehat dan imunitas terjaga. Caranya, konsumsi makanan dengan gizi seimbang, cukup istirahat, relaksasi untuk meredam stres dan pikiran tenang, juga olahraga.
Jika merasakan gejala-gejala misal batuk, sebaiknya segera periksa jika batuk tidak kunjung sembuh dan terjadi terus-menerus.
Pengobatan pasien TB
Kementerian Kesehatan mencanangkan kampanye TOSS atau Temukan TBC Obati Sampai Sembuh. Arief menjelaskan regimen pengobatan TB sudah disepakati dan kurang lebih sama di seluruh dunia.
Pasien akan diberikan obat dari kombinasi isoniazid, rifampicin, pyrazinamide dan ethambutol. Pengobatan berlangsung minimal 6 bulan atau tergantung jenis TB. Untuk TB paru biasanya minimal 6 bulan, tetapi TB paru dengan komorbid bisa 9 bulan.
"Patuhi regimen pengibatan yang sudah disarankan, kan obat TB gratis. Untuk perawatan, di rumah sakit ruangannya akan disendirikan. Tapi kalau sudah pulang enggak harus diisolasi," ujarnya.
Selama proses pengobatan, Arief memberikan catatan:
- Implementasi protokol kesehatan:
Seperti Covid-19, pasien TB tetap harus mengenakan masker, menjaga jarak saat berinteraksi dengan orang lain juga implementasi etika batuk dan bersin yang benar. Sudah pulang dari rumah sakit bukan berarti sudah sembuh dan bebas dari TB sebab pengobatan masih berlangsung.
- Lingkungan harus mendukung:
TB ditularkan lewat udara sehingga perlu memastikan sirkulasi udara yang baik di ruangan.
- Jangan berhenti minum obat:
Pasien tidak boleh berhenti mengonsumsi obat hingga dokter menyatakan untuk berhenti. Kadang karena tubuh sudah terasa lebih baik, gejala berkurang bahkan hilang, membuat pasien berhenti minum obat. Padahal ada risiko kuman TB belum sepenuhnya mati, dan mungkin saja kembali dalam keadaan dorman untuk sementara waktu.
Bakteri TB ini punya kemampuan bermutasi menjadi lebih ganas. Akibatnya, kuman jadi resisten dengan obat yang pernah didapat.