Sebelum pandemi virus Corona, pada liburan hari raya, khususnya hari raya Idul Fitri, Taman Margasatwa Ragunan jauh lebih ramai dari biasanya. Banyak rombongan keluarga dari dalam dan luar DKI Jakarta yang menyempatkan diri untuk piknik di sana.
Taman Margasatwa Ragunan mencatat, rekor pengunjung terbanyak terjadi pada Idul Fitri tahun 2015. Jumlah pengunjung kala itu tembus sampai 203.216 orang.
Suara hewan dan manusia riuh saling bersahutan. Luas lahan 142 hektare terasa lebih sempit dari biasanya, disesaki antrean pengunjung yang bergiliran menatap hewan dari satu kandang ke kandang lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarawan, penulis, dan pendiri penerbitan Komunitas Bambu, JJ Rizal menyebut kunjungan ke Ragunan tampaknya sudah menjadi salah satu tradisi di Jakarta ketika hari raya.
Kebun binatang ini mempunyai daya tarik sendiri dibandingkan dengan destinasi wisata lainnya, seperti Kota Tua atau Monumen Nasional (Monas) misalnya.
Daya tariknya terletak dari hewan-hewan yang ada di sana. Di Ragunan, ada lebih dari 2.000 spesies hewan dengan beragam keunikan.
"Orang berwisata itu kan mencari yang unik. keunikan salah satunya pada binatang, bukan hanya pada gedung, pada atraksi wisata," ucap JJ kepada CNNIndonesia.com, Rabu (5/4).
Selain itu, JJ juga mengatakan salah satu faktor yang memancing pengunjung Ragunan membludak saat liburan hari raya adalah harga tiketnya yang murah, sehingga menjadi destinasi wisata yang bisa dijangkau oleh semua kalangan.
Harga tiket masuk Ragunan mulai Rp3.000 untuk anak-anak dan Rp4.000 untuk dewasa. Dengan harga itu, siapa saja dapat bertemu dengan hewan yang lucu, buas, sampai hewan yang langka.
"Kalau ke Dufan, ke Ancol, harganya mahal sekali berpuluh-puluh kali lipat. Jadi bisa besar begitu karena murah banget. Hiburan rakyat sebenarnya," kata dia.
Selain itu, ramai-ramai pengunjung ke Ragunan saat liburan hari raya juga mempunyai simbol kerinduan warga kota besar terhadap suasana yang lebih dekat dengan alam.
Di perkotaan, terutama di Jakarta, udara semakin panas dan dipenuhi oleh polusi. Sehingga, berkunjung ke Ragunan ibarat meneguk segelas air di gurun.
"Mereka melihat kebun binatang itu seperti melihat ruang hijau yang luas. Kan krisis ruang hijau. Ragunan mengingatkan pada desa, pada kampung, pada ruang yang masih berbagi dengan alam," jelasnya.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...