Pita pink belakangan menghiasi dada atau lengan baju. Bukan sekadar hiasan belaka, pita pink mengingatkan bahwa Oktober merupakan bulan kesadaran kanker payudara.
Masyarakat diajak untuk makin sadar bahaya kanker payudara dan meningkatkan inisiatif untuk deteksi dini.
Kemudian yang tidak kalah penting adalah memperkaya diri dengan informasi-informasi yang benar seputar kanker payudara. Selama ini, banyak ditemui mitos-mitos yang dipercaya dan sebenarnya menyesatkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut sembilan mitos seputar kanker payudara yang tak layak dipercaya.
Menurut Ronald A. Hukom, dokter spesialis penyakit dalam-konsultan hematologi onkologi, anggapan ini tidak benar. Faktor genetik atau riwayat keluarga hanya berperan sekian persen dalam risiko kanker payudara.
"Faktor genetik hanya berperan sebagai penyebab mungkin pada sekitar 10 persen kanker payudara. Pengaruh faktor lingkungan dan kebiasaan hidup merupakan faktor yang lebih penting," jelas Ronald via surat elektronik, Kamis (14/10) lalu.
Bra kerap dituding jadi pemicu kanker payudara, khususnya bra berkawat (wired bra). Ronald berkata bra berkawat tidak meningkatkan risiko kanker payudara.
"Ada beberapa kekhawatiran bahwa kabel di dalam bra dapat membatasi aliran cairan getah bening di payudara yang menyebabkan racun menumpuk di area tersebut. Namun, tidak ada bukti yang dapat diandalkan untuk mendukung teori ini," lanjutnya.
Dia menyarankan untuk mengenakan bra dengan ukuran tepat. Bra yang terlalu ketat atau kecil berisiko membuat kawat menekan payudara. Tentu ini akan membuat payudara terasa tidak nyaman, sakit dan bengkak.
Penggunaan deodoran maupun antiperspirant tidak mengakibatkan kanker payudara. Ronald mengakui bahwa selama beberapa tahun ada klaim yang menyebut deodoran dan antiperspirant meningkatkan risiko kanker.
Dalam beberapa tulisan, kandungan aluminium yang diklaim meningkatkan risiko kanker.
"Namun, tidak ada bukti/studi yang meyakinkan tentang hubungan antara kanker payudara dan deodoran, antiperspirant, atau bahan-bahannya," katanya.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Malaysia Healthcare Travel Council bahwa sampai saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan deodoran dapat menyebabkan kanker payudara.
Ponsel disebut bisa memancarkan radiasi dan berdampak buruk terhadap kesehatan. Anggapannya, saat ponsel dikantongi di kantong depan baju akan memicu kanker payudara.
Namun Ronald mengatakan hingga kini tidak ada bukti bahwa radiasi ponsel berefek pada timbulnya kanker.
"Sampai saat ini tidak ada bukti yang kuat bahwa gelombang radio dari ponsel menyebabkan kanker payudara atau meningkatkan risiko mengembangkannya," katanya.
Sadari atau periksa payudara sendiri jadi langkah sederhana deteksi dini kanker payudara. Dari sini orang beranggapan saat terasa gumpalan atau benjolan berarti terdeteksi kanker payudara. Padahal, ini sama sekali tidak benar.
"Sebagian besar gumpalan yang ditemukan pada payudara merupakan tumor jinak atau hal lain yang bukan kanker. Tetapi tetap disarankan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan bila ada gumpalan di payudara," kata Ronald.
Malaysia Healthcare Travel Council menyebutkan, 9 dari 10 benjolan pada payudara bukanlah kanker. Benjolan yang ditemukan pada usia di bawah 30 tahun umumnya bersifat jinak.