Belakangan ini, media sosial ramai dengan kisah-kisah horor saat pendakian gunung di Indonesia. Isu penampakan makhluk halus dibarengi dengan kabar burung mengenai arwah leluhur atau pendaki yang kecelakaan.
Galih Donikara, Eiger Adventure Service Team dan Praktisi Kegiatan Alam Bebas, menyayangkan hal tersebut, karena sebenarnya mendaki gunung adalah kegiatan wisata yang menyenangkan.
Naik gunung bisa jauh dari kata seram jika dilakukan dengan persiapan yang matang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wisata alam itu memang wisata yang mengundang bahaya. Ada dua bahaya naik gunung, yang pertama bahaya alam seperti longsor atau letusan gunung. Yang kedua, bahaya dari manusia, seperti ceroboh, tidak tertib, dan kurang persiapan. Kebanyakan kecelakaan terjadi karena bahaya yang kedua," kata Galih saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Rabu (27/10).
Memilih kelompok pendakian yang berpengalaman dan datang di musim yang tepat bisa dilakukan pendaki pemula. Di Indonesia sendiri, musim pendakian ramai dilakukan di musim kering, antara Maret sampai September.
Selain soal hantu, Galih juga mendengar banyak kabar burung mengenai keberadaan binatang buas yang menakutkan di gunung. Tapi Galih menjawab, kalau binatang liar sebenarnya menjauh dari keramaian manusia, apalagi saat melakukan pendakian di jalur populer.
"Yang perlu diperhatikan itu malah binatang yang kecil-kecil seperti nyamuk sampai ular," ujarnya.
Berikut tujuh bahaya yang mengintai pendaki sekaligus cara mengantisipasinya :
Galih berkata kalau salah satu kecelakaan yang sering terjadi di kalangan pendaki pemula ialah kaki lecet, yang bisa disebabkan dari kesalahan pemilihan dan pemakaian sepatu, kaos kaki, sampai sendal gunung.
Banyak pendaki pemula, kata Galih, yang mengira kalau sendal gunung dipakai untuk mendaki gunung. Padahal mendaki gunung yang aman dan nyaman ialah dengan memakai sepatu.
"Sendal gunung itu fungsinya dipakai saat istirahat, agar kaki bisa bernapas, jangan dipakai saat berjalan," kata Galih.
Perpaduan sepatu dan kaos kaki yang kurang sesuai juga bisa membuat kaki lecet. Pakailah sepatu gunung, karena sesuai namanya memang diperuntukkan naik gunung.
"Pilih sepatu yang satu nomor di atas ukuran normal, atau yang sekiranya tak kesempitan saat kaki memakai kaos kaki. Sebelum beli, coba di toko. Rasakan apakah jari kaki bisa menekuk dengan nyaman untuk melangkah," ujarnya.
Pemakaian alas kaki yang tidak tepat juga bisa membuat kecelakaan berupa terkilir. Ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman tentang medan dan musim saat pendakian.
Salah satu cara agar beban tubuh teralokasikan dengan merata saat melangkah di pendakian ialah dengan menggunakan trekking pole atau tongkat. Bisa juga menggunakan batang kayu tak terpakai yang ditemukan.
Melangkah dengan trekking pole di tangan bisa mengurangi beban di kaki, sehingga tenaga bisa lebih hemat.
Cuaca dingin tak melulu mendatangkan kesejukan. Jika tanpa persiapan, bisa saja membuat tubuh hipotermia.
Kedinginan bisa disebabkan beberapa hal, mulai dari kesalahan pemilihan musim, kesalahan pemilihan pakaian, dan kekurangan gizi.
"Saat bisa makan dan minum, konsumsilah hal-hal yang bergizi dan memberikan tenaga, jangan melulu mi instan," kata Galih.
Ia juga mengatakan kalau pemilihan pakaian yang tepat bisa menangkal kasus kedinginan sampai hipotermia di gunung.
"Dalam perjalanan, banyak pendaki yang sudah memakai jaket lengkap, tapi lalu membukanya saat istirahat. Itu metode yang kurang tepat. Seharusnya saat jalan justru pakaiannya harus ringan agar tak gerah, lalu pas istirahat memakai jaket agar panas tubuh tak hilang," ujarnya.
Jangan lupa juga, kata Galih, untuk selalu mengganti atau menjemur baju yang berkeringat saat bisa istirahat agar tak masuk angin. Toko peralatan pendakian biasanya memiliki beragam pilihan baju atau celana yang bahannya mudah dikeringkan.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...