Perubahan Pasal-pasal UU Film di Omnibus Law

CNN Indonesia
Kamis, 08 Okt 2020 16:31 WIB
Berikut pembahasan perbedaan antara UU Film dengan Omnibus Law, dengan sejumlah pasal mengalami perubahan terutama terkait perizinan usaha.
Ilustrasi film. (Joshua_Willson/Pixabay)
Jakarta, CNN Indonesia --

Omnibus Law atau Undang-Undang (UU) Cipta Kerja juga melingkupi UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman atau yang biasa dikenal sebagai UU Film.

Seperti pada UU lainnya yang diatur dalam Omnibus Law, sejumlah pasal di UU Film pun mengalami perubahan, terutama terkait aspek perizinan usaha.

Setidaknya ada empat pasal yang mengalami perubahan, sedangkan satu pasal dihapus. Keempat pasal itu antara lain Pasal 14, 17, 22, dan 78. Sementara pasal 79 dihapus, digabung ke dalam pasal 78.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CNNIndonesia.com mendapatkan draf lengkap Omnibus Law. Meski demikian, masih terdapat simpang siur soal keabsahan draf tersebut yang telanjur tersebar di masyarakat.

Apalagi, Wakil Ketua Badan Legislasi/Baleg DPR RI Achmad Baidowi memastikan Draf Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang tersebar di masyarakat hingga menimbulkan gelombang protes bukan naskah asli undang-undang tersebut.

"Bukan," kata pria yang kerap disapa Awiek itu saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Kamis (8/10). 

Berikut pembahasan perbedaan antara UU Film dengan UU Cipta Kerja berdasarkan dokumen Omnibus Law yang diterima oleh CNNIndonesia.com.

Perizinan Usaha Perfilman

Pada UU Film, perizinan usaha perfilman diatur melalui sembilan ayat dalam Pasal 14. Pasal ini kemudian diringkas dalam UU Omnibus Law menjadi tiga ayat dengan keterangan peraturan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Usaha perfilman sendiri didefinisikan melalui Pasal 8 UU Film berupa: pembuatan, jasa teknik, pengedaran, pertunjukan, penjualan dan/atau penyewaan, pengarsipan, ekspor, dan impor film. Pasal 8 UU Film ini tidak mengalami perubahan apapun dalam Omnibus Law.

Pasal 14 pada Omnibus Law menekankan seluruh usaha perfilman wajib untuk memiliki perizinan berusaha dari pemerintah pusat, yang sebelumnya dalam UU Film hanya berupa pendaftaran kepada Menteri dan punya izin usaha kecuali untuk usaha penjualan dan/atau penyewaan film oleh perorangan.

Sementara itu, perizinan usaha perfilman yang dibahas dalam kedua undang-undang ini tidak mencakup atas izin usaha pertunjukan film melalui siaran televisi atau jaringan teknologi informatika. Berikut perbandingan keduanya:

Mengintip Proses dan Lokasi Syuting Serial Invisible StoriesIlustrasi syuting film. (CNN Indonesia/Agniya Khoiri)

Pasal 14 UU Film:

(1) Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf f wajib didaftarkan kepada Menteri tanpa dipungut biaya dan diproses dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja.

(2) Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c, huruf d, huruf e, huruf g, dan huruf h wajib memiliki izin usaha, kecuali usaha penjualan film dan/atau penyewaan film oleh pelaku usaha perseorangan.

(3) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri untuk setiap jenis usaha: a. usaha pengedaran film; b. usaha ekspor film; dan/atau c. usaha impor film.

(4) Izin usaha diberikan oleh bupati atau walikota untuk setiap jenis usaha: a. usaha penjualan dan/atau penyewaan film; dan/atau b. usaha pertunjukan film.

(5) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b tidak termasuk izin usaha pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran televisi atau jaringan teknologi informatika.

(6) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diterbitkan tanpa dipungut biaya dan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

(7) Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bagi usaha pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran televisi atau jaringan teknologi informatika diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(8) Izin usaha tidak dapat diberikan kepada pelaku usaha perfilman yang dapat mengakibatkan terjadinya integrasi vertikal baik secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran usaha dan permohonan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (8) diatur dalam Peraturan Menteri.

Perubahan Pasal 14 UU Film dalam Omnibus Law:

(1) Jenis usaha perfilman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) wajib memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk Perizinan Berusaha terkait pertunjukan film yang dilakukan melalui penyiaran televisi atau jaringan teknologi informatika

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan berusaha diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Produksi/Pembuatan Film oleh Lokal

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER