Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah dinilai gagal menjawab tantangan penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Chris Biantoro menilai adanya disharmonisasi antara Komnas HAM, kejaksaan, dan pihak kepolisian dalam penanganan sejumlah kasus.
"Jokowi harus terjun langsung membuat tim rekonsiliasi yang anggotanya terdiri dari tim kepolisian, Kejaksaan Agung, dan unsur Kementerian Hukum dan HAM. Dengan adanya tim itu, disharmonisasi bisa diminimalisir," ujar Chris ketika ditanya usai diskusi catatan akhir tahun "HAM Hari Ini Siapa Bertanggungjawab?" di Cikini, Jakarta, Minggu (14/12).
Menurutnya, tim tersebut bertugas untuk mengungkap kebenaran dari pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lau. "Itu bersifat ad hoc dan dibentuk per kasus. Kalau sudah selesai, ya dibubarkan," katanya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperioritaskan pembahasan RUU Komisi Kebenaran Rekonsiliasi. Peraturan tersebut dapat menjadi dasar hukum pembentukan tim rekonsiliasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, jalan tengah rekonsiliasi juga menimbulkan celah adanya tebang pilih kasus dan tebang pilih aktor yang acap kali masih ditemukan hingga saat ini. "Kasus mana yang dimaksudkan untuk rekonsiliasi? Menkopolhukam Tedjo Edhy mengatakan semua kasus dituntaskan. Tapi Kapolri bilang kasus Munir tidak bisa," kata Chris.
Senada dengan Chris, Koordinator KontraS Haris Azhar menuturkan persoalan HAM tidak sepakat adanya tebang pilih kasus yang selama ini menjadi praktik "main aman" oleh Jokowi. "Kalau negara menyelesaikan kasus yang kecil-kecil lalu bagaimana mungkin warga menganggap pemerintahan hati ini mampu dan tangguh?" ujar Haris..
Selain itu, keduanya juga mengkritik pemerintah yang belum tegas menentukan road map atau Rencana Aksi HAM (RANHAM) 2015. "Presiden tidak punya agenda yang jelas. Road map seperti apa, tahun pertama kasus apa yang akan diselesaikan, tahun kedua apa," kata Chris.
Lebih lanjut, menurut Chris, rekonsiliasi hanya berlaku bagi sesama korban yang berkonflik, mantan korban, dan prajurit rendahan. "Sementara penanggungjawab tertinggi mereka yang mengeluarkan kebijakan harus bertanggungjawab di pengadilan," katanya.
Hingga saat ini, sederetan pengusutan kasus pelanggaran HAM masa lalu masih mandeg di antaranya Talangsari, Trisakti, G30S, Malari, Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh dan pembunuhan pegiat HAM, Munir. Selain itu, titik terang pengusutan pelanggaran HAM dalam sektor agraria juga tak kunjung muncul.
Padahal, menurut Haris, persoalan HAM merupakan tantangan yang harus serius ditangani. "Kenapa persoalan HAM didorong penyelesainya? Karena itu akan mampu memutus mata rantai kekerasan," ujar Haris.