BURSA KAPOLRI

ICJR: Jokowi Lamban soal Budi, Padahal Bola di Tangannya

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 15 Jan 2015 06:58 WIB
Keberpihakan Jokowi kepada penegakan hukum dipertanyakan. Sejumlah LSM siap menggugat ke pengadilan apabila ia melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Komjen Budi Gunawan usai mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (14/1). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo didesak untuk menerbitkan surat pembatalan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kapolri. Pasalnya, keterpilihan Budi sebagai Kapolri setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR dinilai tak menguntungkan upaya pemberantasan korupsi terkait dengan status tersangka kasus rekening gendut yang diemban Budi. (Baca: KPK Temukan Dua Alat Bukti Budi Gunawan Terima Gratifikasi)

"Harusnya kemarin Jokowi batalkan surat (pencalonan Budi Gunawan). Semua ada di tangan Jokowi. Kalau dia gunakan hak prerogatif untuk kirim surat (pencalonan Budi), harusnya dia gunakan pula untuk pembatalan. Hanya dia yang punya hak, yang lain sudah tidak ada lagi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono kepada CNN Indonesia, Kamis (15/1).

DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan bagi Budi sebagai calon tunggal Kapolri, Rabu pagi (14/1), meski Budi menyandang status tersangka kasus penerimaan hadiah. Rapat pleno Komisi Hukum DPR selanjutnya menyetujui Budi menjadi pengganti Kapolri Jenderal Sutarman. (Baca: Anggota DPR Terpukau Visi Misi Budi Gunawan)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ICJR menyatakan surat pembatalan seharusnya dikeluarkan lebih awal sebelum ada persetujuan DPR atas pencalonan Budi. "ICJR merasa Jokowi lamban untuk memutuskan penarikan Budi Gunawan," kata Supriyadi.

Apabila Jokowi masih lamban dan tetap melantik Budi sebagai Kapolri, maka ICJR dan sejumlah organisasi lain akan menggugat keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Senada dengan Supriyadi, peneliti hukum pidana Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Miko Susanto Ginting juga mendesak Jokowi mengirim surat kembali kepada DPR. "Intinya untuk meninjau kembali surat sebelumnya yang sudah dikirim lebih dulu ke DPR, dan mengajukan kembali nama calon Kapolri lain," ujar Miko.

Merujuk UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, kata Miko, dasar pengangkatan Kapolri memberi titik berat pada Presiden. Maka keputusan akhir ada di tangan Presiden melalui penerbitan Keputusan Presiden.

"Bola sekarang ada di Jokowi. Pertanyannya, apakah Jokowi berani dan berpihak pada penegakan hukum atau tidak?" ujar Miko.

Apabila Jokowi tak segera melayangkan surat pembatalan ke DPR, maka menurut Miko, dapat dilakukan skenario lainnya, yakni dengan tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri meski telah diajukan dalam rapat paripurna DPR hari ini.

Selanjutnya, Jokowi bisa kembali mengirim surat lagi ke DPR berisi nama calon Kapolri lain. "Apabila dalam waktu 20 hari DPR tidak memberikan persetujuan, maka DPR dianggap menyetujui calon Kapolri tersebut sesuai dengan UU Kapolri," kata Miko.

Jokowi sendiri semalam, Rabu (14/1), justru menyatakan mengendapkan persoalan Budi Gunawan sampai rapat paripurna DPR hari ini yang akan mengumumkan disetujuinya Budi Gunawan sebagai Kapolri. Alasannya, Jokowi menghormati proses politik di DPR. Jokowi juga mengatakan penyelidikan terhadap rekening Budi Gunawan seperti yang disampaikan Komisi Kepolisian Nasional kepadanya, menunjukkan bahwa transaksi di rekening Budi Gunawan wajar.

Selasa (13/1), Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka. "Setelah penyelidikan yang begitu lama, KPK menemukan lebih dari dua alat bukti dan memutuskan BG sebagai tersangka penerima hadiah ketika tersangka menjabat sebagai penyelenggara negara," kata Ketua KPK Abraham Samad.

Menurut Samad, kasus yang menjerat Budi terjadi ketika dia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier di Mabes Polri dan jabatan lainnya. Sudah setengah tahun lebih KPK menyelidiki transaksi mencurigakan terkait dia. KPK kini bahkan mencegah anak Budi Gunawan ke luar negeri.

Dugaan rekening gendut Budi Gunawan mengemuka ketika PPATK melakukan penelusuran pada 2010 terhadap sejumlah pejabat polisi, termasuk Budi. Dari hasil penelusuran itu, ditemukan ada indikasi tak wajar dalam rekening Budi Gunawan.

Temuan tersebut telah dilaporkan PPATK kepada Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan Agung sebagai pihak yang berwenang untuk mengklarifikasi dan menindaklanjutinya. Polri kemudian melakukan penelusuran internal yang berujung pada kesimpulan bahwa rekening Budi Gunawan adalah wajar dan merupakan hasil bisnis dia.

Budi Gunawan sebelum disetujui menjadi Kapolri, menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri. Jenderal bintang tiga itu dikenal dekat dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan pernah menjadi ajudan Megawati pada 2001-2005. Budi juga sempat menduduki jabatan Kapolda Jambi dan Kapolda Bali. (rdk/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER