Jakarta, CNN Indonesia -- Tim kuasa hukum Mabes Polri dan Komisaris Jenderal Budi Gunawan menghadirkan empat saksi dalam sidang lanjutan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2). Margarito Kamis, saksi ahli hukum tata negara, berpendapat Presiden Joko Widodo mestinya melantik Budi Gunawan lantaran telah disetujui DPR.
Menurut Margarito, hak prerogatif Presiden luruh ketika nama calon pejabat yang diajukan diterima oleh lembaga legislatif.
"Begitu DPR menyetujui orang yang diusulkan, saat itu timbul hak yang bersangkutan dan presiden tidak punya lagi hak prerogatif untuk mengganti. Harus ditetapkan. Bentuknya dengan mengeluarkan Keppres dan melantiknya," ujar Margarito di hadapan Hakim Tunggal Sarpin Rizaldi, Rabu (11/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Margarito berpendapat, keputusan Presiden mengajukan calon tunggal Kapolri atas nama Budi Gunawan tak dapat diubah. Hal yang sama juga terjadi bahwa DPR tak bisa mengoreksi keputusan yang menetapkan Budi Gunawan lolos dalam seleksi dan sidang paripurna DPR sebagai pengganti Jenderal Sutarman.
"Sekuat apa pun diminta publik, itu melanggar konstitusi," kata Margarito.
Bagi Margarito, keputusan DPR sebagai wakil rakyat merupakan ketetapan yang mengikat dan harus dijalankan. Sehingga dia menilai salah jika ada pihak yang ingin menghentikan pelantikan Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.
Budi Gunawan diketahui mengajukan gugatan praperadilan lantaran keberatan dengan penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan KPK (KPK). Sidang akan kembali dilanjutkan Kamis esok (12/2) dengan agenda mendengarkan saksi dan bukti dari KPK.
Budi ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Januari 2015 atau empat hari setelah namanya diajukan Presiden sebagai calon tunggal Kapolri. Pengajuan dirinya sebagai Kapolri juga menuai kontroversi lantaran disebut sebagai salah satu perwira tinggi Polri memiliki rekening gendut.
(rdk)