Jakarta, CNN Indonesia -- Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menyatakan Kepolisian hingga kini masih terus memburu Santoso, pentolan kelompok teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Menurut Badrodin, Santoso selama ini termasuk teroris yang liat dan sulit ditangkap. Oleh sebab itu polisi tetap waspada meski Daeng Koro, tangan kanan dan penasihat Santoso, tewas dalam baku tembak pada Jumat (3/4).
Kisah alotnya penangkapan kelompok Santoso dan Daeng Koro tertulis dalam buku 'Dinamika Baru Jejaring Teror di Indonesia' karya mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyaad Mbai yang terbit tahun lalu. Di buku itu disebutkan bahwa pada akhir Oktober 2012, Kepolisian berhasil menyergap hidup-hidup anak buah Santoso yang datang dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka tertangkap di Desa Kalora, Poso Pesisir.
Dalam aksi penyergapan tersebut, seorang bernama Zipo yang diajak Daeng Koro untuk bergabung dengan Santoso, tewas ditembak. Aksi penyergapan berlanjut pada awal November 2012 di mana polisi menangkap Ustaz Yasin, pentolan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Poso. (Baca juga:
Bergabungnya Daeng Koro dengan Kelompok Santoso).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu posisi polisi bagai di atas angin karena berhasil menangkapi sejumlah orang dalam kelompok Santoso. Namun kegembiraan Kepolisian tak berlangsung lama. Daeng Koro kembali berulah. Beberapa anak buahnya pada 11 November 2012 mencoba membunuh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo.
Anak buah Daeng Koro, Awaludin, dibantu Jodi alias Erwin Madana --mantan anggota Mujahidin Kayamanya, melakukan pelemparan bom saat Syarul Yasin Limpo saat berpidato di Hari Ulang Tahun Partai Golkar. Pelaku akhirnya berhasil ditangkap polisi, tapi aksi berlanjut.
Pada 20 Desember 2012, kelopompok Santoso menyergap iringan motor patroli Brimob di Desa Kelora, Poso Pesisir. Aksi penyergapan ini menewaskan empat anggota Brimob. Ini aksi paling mematikan sepanjang 2012. (Baca juga:
Diduga Tewas, Daeng Koro Sedikitnya Terlibat 9 Aksi Terorisme)
Aksi tersebut dibalas polisi pada 4 Januari 2013. Polisi menembak mati anak buah Daeng Koro, yaitu Kholid dan Abu Uswah yang terlibat dalam penculikan polisi di Tamanjeka 2012 lalu. Ini bukti bahwa kelompok Santoso masih kuat. (Baca juga:
Badrodin Nyatakan Tewasnya Daeng Koro Lemahkan Santoso)
Kini Daeng Koro tewas dalam baku tembak antara Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dengan kelompoknya di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Jumat pekan lalu.
“Diduga satu yang tewas itu Daeng Koro. Untuk memastikannya akan dilakukan tes DNA,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Rikwanto. Sebelumnya, Densus terlibat kontak senjata sekitar satu jam dengan 12 orang tak dikenal di Pegunungan Sakina Jaya. Baku tembak disertai ledakan bom dari kelompok yang melakukan perlawanan itu.
Kejadian bermula dari laporan warga yang melihat enam orang tak dikenal di sekitar kediaman mereka selepas salat Jumat. Warga kemudian melaporkan keberadaan orang-orang tersebut ke Mapolres Parimo.
Tim Densus 88 Antiteror lalu melakukan penyisiran dan melihat sekitar 12 orang tak dikenal. Saat itu tembakan peringatan dilepas, dan kelompok tersebut membalas dengan rentetan tembakan. (Baca juga:
Baku Tembak Densus dan Jaringan Santoso Disertai Ledakan Bom)
Dari baku tembak tersebut, Densus menyita barang bukti dua pucuk senjata laras panjang jenis M-16 dan satu pucuk senjata rakitan, satu bom lontong, ratusan amunisi, dua handphone dan GPS. (Simak FOKUS:
Akhir Perlawanan Daeng Koro)
(agk)