Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana menerbitkan aturan hukum berupa peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk melarang organisasi teror seperti ISIS ditentang Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketua Bidang Kerja Sama Internasional dan Hubungan Luar Negeri Muhidin Junaidi mengatakan, pemerintah tak perlu menerbitkan perppu karena Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sudah mengatur hal tersebut.
"Harusnya undang-undang itu yang diterapkan dari pada harus membuat perppu, karena enggak dibutuhkan," kata Junaidi kepada CNN Indonesia, Rabu (22/4).
Menurut Junaidi, MUI khawatir perppu tersebut akan disalahgunakan aparat untuk bertindak sewenang-wenang dalam menghadapi masyarkat yang sebenarnya tidak terkait gerakan teror. Kekhawatiran terjadi karena selama ini MUI menilai polisi kerap menuduh orang terlibat teroris tanpa pembuktian yang berdasarkan hukum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, lanjut Junaidi, pemerintah diminta tidak terburu-buru dalam proses pembahasan aturan tersebut. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) juga diminta untuk memahami UU Kebebasan Berekspresi agar tidak ada pihak yang merasa aktivitasnya dikekang oleh pemerintah.
"Jangan-jangan kalau terburu-buru nanti kontraproduktif. Jangan-jangan perppu uti berakibat fatal bagi demokrasi di Indonesia. Jangan sampai aparat menangkap dengan sewenang-wenang oknum yang dituduh teroris tanpa bukti," ujar Junaidi.
Namun secara umum, kata Junaidi, lembaganya sependapat bahwa definisi teroris, radikalis, ekstrimis, dan fundamentalis perlu dibahas lebih lanjut. Hal ini penting untuk menyamakan persepsi seluruh lembaga agar tidak ada pencegahan dan penindakan yang tidak tepat sasaran seperti yang terjadi saat Kementerian Komunikasi dan Informatikan memblokir sejumlah situs yang dianggap menebar konten terkait ajaran radikal.
"Sebetulnya tim gabungan MUI dan BNPT sudah dibentuk tapi belum ada tindak lanjut. Secara umum kami sepakat dengan upaya pencegahan, tapi jangan terburu-buru memblokir atau memasukan orang ke kelompok radikal tanpa bukti," katanya.
Kementerian Hukum dan HAM sebelum sependapat dengan rencana menerbitkan perppu untuk melarang dan menindak organisasi terkait teror seperti ISIS. Pasalnya, aksi teror yang dilakukan ISIS telah membuat semua pihak merasa khawatir.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga telah melakukan sejumlah pertemuan di level nasional maupun internasional untuk menanggulangi penyebaran gerakan dan paham ISIS di tanah air.
Dalam pidato pembukaan Konferensi Asia Afrika (KAA) hari ini, Rabu (22/4), Jokowi menyatakan perang terhadap aksi terorisme. Dia mengajak seluruh negara di kawasan Asia Afrika untuk menghadap tantangan stabilitas lantaran maraknya aksi teror di seluruh penjuru dunia. "Kita harus menghadapi kekerasan, pertikaian, dan radikalisme, ISIS," ujar Jokowi.
Jusuf Kalla sebelumnya telah mengumpulkan sejumlah menteri dan organisasi massa (ormas) Islam di rumah dinasnya, 14 April lalu, untuk membahas penanggulangan gerakan teror ISIS yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI). "Ideologi radikal sama seperti virus," kata JK.
Menteri tersebut di antaranya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil; Menteri Agama Lukman Hakim; Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa; Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir; Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin; Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir; Ketua Dewan Penasihat ICMI Jimmly Asshiddiqie; dan Ketua GP Ansor Nusron Wahid.
(rdk)